20 September 2006

Redistribusi Tanah Tidak Selesaikan Kemiskinan

20-09-06

Jakarta, Kompas
- Redistribusi tanah tidak serta-merta menyelesaikan persoalan kemiskinan. Redistribusi tanah harus disertai dengan berbagai hal sehingga kesejahteraan petani bisa diwujudkan.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto, ketika meresmikan Lembaga Pengkajian Pertanahan (LPP) di Jakarta, Selasa (19/9), mengatakan, redistribusi tanah harus dilakukan disertai sejumlah syarat, seperti akses ekonomi dan politik, informasi mengenai tanah yang memadai, serta pengetahuan tentang pembaruan agraria.

Menurut Joyo, di Indonesia setidaknya sudah 800.000 hektar tanah yang diredistribusi, tetapi tidak serta-merta menyejahterakan petani. "Inilah yang menjadi pemikiran di dunia. Kalau hanya redistribusi tanah, belum lengkap," katanya. Di beberapa negara juga terjadi hal yang sama.

Pembaruan agraria

Joyo juga mempertanyakan tentang pengetahuan pembaruan agraria di berbagai kalangan. Sudah lama pengetahuan ini kurang dimengerti secara memadai.

"Apakah pengetahuan kita tentang pembaruan agraria memadai? Belum. Sejak merdeka, masalah itu telah terinternalisasi ke dalam berbagai lembaga, tetapi terhenti hingga tahun 1980-an," ujar Joyo.

Setelah itu, pengetahuan mengenai agraria mengalami kemunduran, sementara persoalan keagrariaan terus berkembang. Hal ini yang dihadapi para pegiat masalah pertanahan di kalangan petani.

"Untuk itu, kita harus menginternalisasi pengetahuan keagrariaan untuk dilembagakan. Salah satu cara meningkatkan pengetahuan itu adalah melalui pendidikan. Untuk itulah LPP didirikan. Harapan saya, dengan lembaga ini, adalah bagaimana memastikan kesejahteraan rakyat terbangun melalui pembenahan persoalan pertanahan," katanya.

Sementara itu, Soedjarwo Soeromihardjo, salah satu pendiri LPP, mengatakan bahwa wadah ini terkait dengan pengembangan ilmu pertanahan yang dikaji melalui berbagai aspek keilmuan.

Beberapa kalangan yang menjadi pendiri LPP ini antara lain Prof Sediono MP Tjondronegoro, Gunawan Wiradi, Liliana Arif Gondoutomo, Prof Achmad Sodiki, Agustiana, dan Usep Setiawan. Fokus perhatian LPP antara lain soal hukum, sosial, budaya, dan ekonomi. (JOS/MAR)