27 September 2007

Perhutani Malang Dituding Lakukan Penebangan Liar

Kamis, 27 September 2007

TEMPO Interaktif, Malang
:DPRD Kabupaten Malang menuduh Perum Perhutani Malang telah melakukan penebangan liar di Desa Patok Picis, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Hal ini karena Perhutani menebang di areal hutan milik Pemerintah Kabupaten Malang tanpa izin dari Bupati Malang. "Ini namanya sudah illegal logging," kata Firman Adi, anggota DPRD Kabupaten Malang, Kamis (25/9).

Kayu yang ditebang Perhutani sebanyak 100 meter kubik, di antaranya dari jenis mahoni dan rekisi dengan diameter antara 2-4 meter. "Beberapa di antaranya adalah kayu tebang tanam dan tebang habis," ujar Firman Adi.

Menurut Firman, Pemkab Malang harus meminta pertanggungjawaban Perhutani atas perbuatan ini. Dasar hukumnya adalah ketentuan yang isinya aset yang dimanfaatkan atau diambil baik untuk kepentingan dinas maupun umum harus terlebih dahulu ada persetujuan bupati. Penebangan yang dilakukan Perhutani dinilai sudah melanggar hukum karena tanpa disertai izin Bupati.

Perhutani KPH Malang membantah tuduhan ini. Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Usman Shut, mengatakan penebangan kayu yang dilakukan Perum Perhutani hanya sebagai cutting test atau penebangan pada beberapa pohon untuk menentukan target atau jumlah pohon berdasarkan komposisi diameter. Cutting test berdasar Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. 55/2004 tak memerlukan izin kepala daerah atau pejabat yang diberi wewenang. "Kami tak melanggar apapun," katanya.

Usman menjelaskan, setiap tahun Perhutani melakukan cutting test dan selalu melaporkan hasilnya kepada Bupati Malang dan Dinas Kehutanan. Dalam setahun, jumlah kayu yang ditebang untuk keperluan cutting test di seluruh Kabupaten Malang mencapai 150 meter kubik.

Bibin Bintariadi

14 September 2007

Dikenalkan, Sistem IPAT-BO

Jumat, 14 September 2007

Pertanian

Bandung, Kompas
- Dinas Pertanian Kabupaten Bandung akan mengenalkan sistem penanaman padi dengan teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO). Aksi yang dimulai pada masa tanam 2007/2008 itu berupa pengenalan kepada petani berbentuk kerja sama dengan Universitas Padjadjaran.

"Kami sudah mengajukan program IPAT-BO seluas 500 hektar dalam penyusunan APBD tahun 2008. Hanya, kami belum mendengar kabarnya," kata Kepala Subdinas Produksi Padi dan Palawija Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Jumhana, Kamis (13/9).

Dinas Pertanian Kabupaten Bandung sudah menyiapkan lahan seluas 75 hektar tersebar di Kecamatan Soreang, Solokanjeruk, dan Baleendah. Dalam tahap awal, Dinas Pertanian berfungsi sebagai fasilitator bagi kemitraan petani dengan pihak Unpad selaku penguasa teknologi.

Sistem IPAT-BO adalah metode penanaman padi sawah dengan cara mengendalikan penggunaan air sehingga tidak sampai menggenangi, tetapi hanya membasahi tanah. Alasannya, untuk meningkatkan potensi dari pertumbuhan akar padi dan mikroorganisme di dalam tanah yang bisa menyuburkan tanah. Dengan digenangi, pertumbuhan akar dan aktivitas mikroorganisme otomatis terhenti karena tidak mendapat pasokan oksigen.

Metode yang digagas Tualar Simarmata, dosen Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unpad, itu sudah diuji coba di Desa Jelekong, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Hasilnya, produksi meningkat 50-100 persen dibandingkan dengan cara anaerob untuk lahan yang subur. Pada lahan yang kurang subur justru lebih optimal dengan hasil mencapai 100-150 persen dibandingkan dengan cara konvensional.

Jumhana menjelaskan, dalam kondisi ekstrem, sistem itu bisa menghasilkan produksi sampai 6 ton gabah kering giling (GKG) per hektar. Dalam kondisi normal atau pengairan yang tidak bermasalah, konon panennya bisa mencapai 10 ton GKG per hektar. Fasilitasi

Dalam pengenalan sistem IPAT-BO terhadap 75 hektar sawah, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung hanya berperan sebagai fasilitator. Petani diajak bekerja sama untuk menanam. Selain teknologi, akan ada pembinaan dari sisi bisnis, yaitu petani lebih dikenalkan kepada aspek bisnis dalam pertanian.

Untuk itu, ujarnya, pengenalan ini lebih ditujukan kepada para pemilik tanah daripada penggarap agar lebih independen terhadap para tengkulak. Pengenalan sistem IPAT-BO juga belum bisa dilaksanakan secara menyeluruh karena proses tersebut biasanya membutuhkan waktu setidaknya satu atau dua musim tanam sampai terlihat hasilnya. (eld)