07 September 2008

BUPATI DJALAL [Jember, Jatim]: “PENTINGNYA SERTIFIKAT TANAH UNTUK USAHA TANI”

Website Pemkab Jember, Rabu, 9 April 2008

Keberpihakan Bupati Jember, MZA Djalal kepada petani tidak saja kepada persiapan atau menjelang mereka mulai tanam padi, tetapi lebih dari itu Djalal juga berpikir untuk pasca panen dengan menyediakan alat perontok dan pengering (dreyer) padi. “Saya bersama Wakil Bupati akan berpikir pasca panen setelah satu dua tahun yang lalu banyak memberikan bantuan seperti pompa dan traktor untuk meningkatkan produksi, “kata Bupati Jember MZA Djalal dalam sebuah kesempatan temu wicara dengan para petani di Desa Pontang Kecamatan Ambulu.

Dengan demikian secara bergantian dari satu desa/kelurahan dalam setiap minggunya Bupati Jember MZA Djalal terus memantau kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terutama di wilayah endemis penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dilakukan masyarakat bersama dengan aparat, baik desa maupun kelurahan semata-mata untuk membebaskan Jember dari Wabah Demam Berdarah yang pernah menjadi KLB di Kabupaten ini, Jumat minggu lalu Bupati Djalal mendatangi Kelurahan Sumbersari untuk melihat dari dekat laporan dari para Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang mulai pagi sudah masuk kerumah-rumah warga untuk memastikan adanya jentik dibeberapa tempat.

Disisi lain Bupati Djalal berharap kepada para generasi muda yang masih mempunyai tenaga, semangat dan ilmu pengetahuan untuk tidak menyerah dengan kondisi yang ada, melainkan harus lebih inovasi dan selalu mengadakan pembaharuan terus dipacu. Contohnya dengan adanya sawah dan pekarangan yang dimiliki diusahakan untuk ditanami sebagiannya dengan ikan gurami, lele, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. “Dipacu dan dikuras semua ilmu pengetahuan, pikiran maupun renungan, jangan menyerah dan hanya mengandalkan padi dan tembakau karena tanah yang subur dapat dikembangkan apa saja untuk meningkatkan taraf hidup kita, “ajak Djalal berapi-api.

Sementara itu Wakil Bupati Jember, Kusen Andalas sangat bangga dan merasa senang melihat petani sekarang sudah mulai bekerjasama secara kelompok, karena dengan berkelompok sangat menguntungkan bagi pemerintah, alasannya bahwa untuk mensosialisasikan program pemerintah cukup kepada simpul-simpul yang ada dalam kelompok tersebut. “Mari kita manfaatkan kehidupan berkelompok ini tidak saja kepada bidang pertanian saja melainkan juga kepada bidang lainnya, “harap Kusen Andalas.

Kepala Bank Jatim Cabang Jember, Wonggo Prayitno mengatakan bahwa pengurusan sertifikat tanah sebaiknya diurus secara berkelompok tidak sendiri-sendiri, karena selain biayanya sangat murah pengurusannya juga mudah. “Biaya perbidang tanah biayanya berkisar antara 400 hingga 800 ribu sesuai dengan luas bidang masing-masing dan kalau diurus sendiri biayanya bisa mencapai 3 juta rupiah, “katanya.

Untuk lebih memberikan pemahaman kepada masyarakat, pihaknya juga bersedia memberikan sosialisasi terkait cara pengurusan sertifikat tanah hingga untuk agunan pinjaman di Bank. “Kami sudah melaksanakan sosialisasi di beberapa Kecamatan diantaranya di Kecamatan Ajung, “jelasnya.

Terkait dengan kredit di Bank Jatim, salah satu persyaratannya berupa jaminan pokok yaitu proyek yang dibiayai dan jaminan tambahan bisa berupa barang tetap maupun barang bergerak seperti BPKB kendaraan bermotor, sedangkan barang tetap bisa berupa sertifikat. “Makanya sangat penting sekali memiliki sertifikat karena bukan saja untuk kegiatan usaha tani saja melainkan untuk kegiatan yang lainnya, “ujarnya.
(H-2)

05 September 2008

Penanganan Perkara Banyak yang Belum Selesai

Jumat, 5 September 2008

Medan, Kompas
- Perkara agraria di Sumatera Utara masih banyak yang belum selesai. Sebagian perkara kerap berpihak kepada kelompok kuat yang menghadapkan dengan masyarakat kecil.

”Ini persoalan kita bersama yang menentukan arah pembangunan nasional. Menyelesaikan perkara seperti ini bukan perkara mudah, ibarat mengolah tanah liat yang sudah lama kering,” kata Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumut Horasman Sitanggang, Kamis (4/9) di Medan, dalam kesempatan dialog agraria bertajuk ”Mewujudkan Keadilan Melalui Kebijakan Agraria Nasional”.

Seiring dengan menguatkan reformasi agraria, BPN Sumut coba menegakkan kembali semangat itu. Selama 2008, BPN Sumut menangani 210 kasus pertanahan.

Perkara ini terdiri dari 136 dengan obyek penguasaan dan pemilikan tanah serta 74 perkara dengan penetapan obyek penetapan hak dan pendaftaran tanah.

Perkara agraria yang menjadi perhatian publik di antaranya sengketa tanah antara warga Sei Silau, Kabupaten Asahan, dan PT Perkebunan Nusantara III; warga Bandar Betsy dengan PTPN IV di Kabupaten Simalungun; dan masyarakat Sarirejo dengan Pangkalan TNI AU di Medan.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Usep Setiawan mengatakan, meski banyak kasus agraria yang terjadi, dia masih menaruh harapan pada petugas dan mendukung upaya BPN terus-menerus menyelesaikan persoalan agraria yang terjadi di masyarakat. Menurut dia, pembaruan agraria merupakan hal penting guna menyelesaikan persoalan kemiskinan.

Kepala Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Negeri Medan Majda El Muhtaj mengatakan, dari beberapa kasus, masyarakat kecil berhadapan dengan pihak yang kuat. (NDY)

01 September 2008

Warga Keluhkan Pungli Oknum BPN

Suara Merdeka, 31/08/2008

Depok, CyberNews. Sejumlah warga Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat mengeluhkan pungutan liar yang dilakukan oleh oknum Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota Depok, ketika akan mengurus sertifikat tanah di wilayahnya.

"Seharusnya dengan program pemutihan sertifikat tanah ini gratis, tetapi kenapa ada tarifnya," kata Chandra, seorang warga Pasir Gunung Selatan, di Depok, Minggu (31/8). Menurut dia, dengan program ajudikasi tanah yang dibiayai oleh Bank Dunia tersebut, seharusnya gratis dan tidak ada pungutan.

Ia menjelaskan tarif yang ditentukan oleh oknum BPN yaitu untuk biaya pengurusan dari girik ke sertifikat hak milik mencapai Rp1,350 juta, untuk balik nama sertifikat dikenakan tarif Rp2 juta, dan untuk biaya pengurusan akta jual beli ke sertifikat senilai Rp350 ribu. "Masa semuanya ada tarifnya dan tidak bisa negosiasi sama sekali," katanya.

Hal senada juga dikatakan oleh warga Pasir Gunung yang tidak mau disebutkan namanya. Ia mengatakan tidak ada kejelasan untuk biaya apa pungutan tersebut. Padahal jelas-jelas program tersebut gratis. "Sebenarnya saya tidak keberatan dengan adanya biaya tambahan tapi jangan terlalu besar. Akhirnya saya putuskan untuk tidak jadi membayar," katanya.

Dikatakannya pada awal Juli lalu ia mendapat surat edaran dari kelurahan yang isinya untuk mengurus pemutihan sertifikat secara gratis. Tapi ternyata ada biaya dan sangat besar untuk ukuran warga. Warga juga mengeluhkan tidak adanya sosialisasi pengurusan sertifikat tersebut, sehingga banyak warga yang tidak memahami mekanisme pengurusan, dan persyaratan.

Ia mengharapkan aadya kejelasan dari pihak-pihak terkait yaitu kelurahan dan BPN untuk menjelaskan untuk apa saja biaya tersebut, sehingga jelas untuk apa biaya tersebut. Praktek pungli oleh oknum BPN bukan yang pertama kali di Kota Depok. Sebelumnya program tersebut juga pernah diterapkan di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Sejumlah warga setempat juga mengluhkan adanya pungutan yang ebsar dan sudah ada tarif tersendiri yang sangat memberatkan masyarakat.

Dari informasi sejumlah warga setempat mengaku di pungut biaya untuk luas tanah 0-100 meter persegi dikenai Rp 350 ribu, 100-200 meter persegi (Rp 450 ribu), 200-300 meter persegi (Rp 550 ribu), dan tanah di atas 500 meter dikenai biaya sebesar Rp 1 juta.

(Ant /CN05)