24 April 2009

Di Sekolah Gratis Guru Dibayar Seikhlasnya

TRIBUN JABAR, Senin, 2 Maret 2009

KEMAL SETIA PERMANA

Sekolah gartis di Kampung Nagrog, Desa Sarimukti, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut.

DI tengah mahalnya biaya pendidikan dan masih banyaknya pungutan liar, ternyata masih ada segelintir orang yang bersedia menyelenggarakan sekolah gratis. Sekolah ini diselenggarakan khusus bagi kaum tani yang tidak mampu di seluruh Priangan Timur. Adalah Serikat Petani Pasundan (SPP) yang menyelenggarakan sekolah gratis itu melalui Yayasan Pengembangan Masyarakat (Yapemas).

Sekolah setingkat SMP ini bernama Madrasah Tsanawiyah (MTs) Sururon, yang berdiri di Kampung Nagrog, Desa Sarimukti, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Sebuah desa cukup terpencil yang berjarak kurang lebih 30 kilometer dari Kecamatan Samarang.

Sekolah itu berdiri semipermanen. Bahkan bangunan kelas III, satu dari lima bangunan sekolah MTs Sururon ini, berdiri di atas kolam ikan. Fondasinya dibeton, tapi rangka bangunan dari kayu dan bilik.

Di seberang bangunan kelas III berdiri beberapa bangunan kelas lainnya yang terdiri dari bangunan kelas I dan II yang juga dibangun semipermanen. Beberapa meter dari bangunan kelas ini berdiri kantor MTs Sururon dan sebuah bangunan madrasah yang juga dipergunakan sebagai tempat tidur para santri.

Menurut Wakil Kepala Sekolah MTs Sururon, Ridwan Saepudin, yang juga merangkap sebagai guru, mereka yang berminat di sekolah itu tinggal mendaftar saja dengan rekomendasi lurah dan camat setempat.

Pada umumnya, para siswa-siswi di sini berasal dari seluruh wilayah Priangan Timur dari mulai Sumedang hingga Kabupaten Ciamis. Di sini mereka tidak hanya bisa bersekolah gratis, seragam dan buku-buku pun disediakan secara cuma- cuma oleh pihak sekolah. Tidak hanya itu, sekolah juga menyediakan penginapan siswa dan makan yang semuanya juga serba gratis.

MTs Sururon memiliki beberapa bangunan, di antaranya tiga bangunan kelas yang diisi oleh lima kelas itu kelas I (a dan b), II (a dan b) dan kelas III. Di bagian lainnya terdapat ruang kantor guru. Menurut Ince, panggilan akrab Ridwan Saepudin, ruangan guru ini multifungsi. "Di ruang guru ini terdapat perpustakaan, ruang komputer, juga tempat guru tidur jika kemalaman," tutur Ince sedikit bercanda.

Uniknya, di setiap kelas, tidak ada satu pun bangku yang biasa dijadikan tempat duduk murid untuk membaca dan menulis. Yang ada hanyalah satu meja kecil yang berada di depan khusus untuk guru menyimpan buku, serta beberapa lembar tikar yang dipakai sebagai alas para murid.

Para tenaga pengajar di MTs Sururon terdiri atas guru-guru dari berbagai tingkat lulusan, mulai dari lulusan SMA hingga perguruan tinggi. Semuanya berjumlah dua puluh pengajar. Namun, menurut Ince, tidak ada satu pun guru yang digaji tetap di sini. "Semuanya merupakan tenaga volunteer (relawan) yang dibayar seikhlasnya," tutur Ince.

Meski demikian, antusiasme guru dan murid di MTs Sururon semakin tahun semakin tinggi. Ini dibuktikan dengan jumlah siswa MTs Sururon yang kini mencapai jumlah 300. Tenaga pengajarnya pun, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Ince menambahkan, sejak berdiri pada 2003, MTs Sururon sudah meluluskan tiga angkatan. Meski diselenggarakan secara gratis dan didanai swadaya antara pihak yayasan (Yapemas), orang tua siswa, dan para donatur, lulusan MTs Sururon terbukti mampu berbuat banyak di ajang pendikan nasional. Yang paling fenomenal adalah para lulusan angkatan pertama sekolah ini mencetak prestasi nasional.

"Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan MTs Sururon menjadi yang terbaik ujian akhir nasional (UAN) 2005 di bidang matematika," jelas Ince.

Setiap harinya, kegiatan belajar-mengajar formal para siswa digelar pukul 07.30 hingga pukul 14.00. Setelah Asar, kegiatan dilanjutkan dengan pelajaran nonformal berupa pelajaran agama dan pesantren. Kegiatan pesantren ini digelar hingga malam hari. Setelah pelajaran nonformal selesai, para siswa pun tidur di asrama yang sudah disediakan. Tentu saja asrama laki-laki dan wanita berada di tempat terpisah. "Begitulah seterusnya," tutur Ince.

Pendiri MTs Sururon yang juga sebagai Ketua Yapemas, Yudi Kurnia, mengungkapkan, didirikannya sekolah gratis ini bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat, dan SDM kaum tani yang selama ini identik dengan keterbelakangan.

MTs Sururon memang disediakan bagi mereka yang tidak mampu dan tergolong miskin. Namun karena keterbatasan, untuk sementara sekolah gratis ini diprioritaskan bagi para anak petani yang tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka.

Yapemas sendiri merupakan lembaga yang berasal dari Lembaga Pemuda Pelajar Mahasiswa Garut (LPPMG) yang menjadi cikal bakal terbentuknya SPP. Setelah pembentukan SPP, kemudian barulah dibentuk Yapemas sebagai lembaga berbadan hukum untuk mendirikan sekolah gratis MTs Sururon. (Kemal Setia Permana)

23 April 2009

Deptan Siap Perluas Lahan Panen 800 Ribu Hektare

Media Indonesia, Minggu, 19 April 2009

PURWOKERTO--MI: Departemen Pertanian (Deptan) mempersiapkan ekspor beras sebanyak 100 ribu ton. Ekspor itu dilaksanakan karena produksi pangan Indonesia mengalami surplus.

Bahkan, diperkirakan pada tahun 2009 ini diperkirakan mencapai 64 juta ton gabang kering giling (GKG). Salah satu upayanya adalah dengan mencetak sawah baru sehingga luasan panen bisa diperluas 800 ribu hektare (ha).

Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono mengatakan bahwa sudah dipastikan bahwa Indonesia akan mengekspor beras, sementara yang ditetapkan sebanyak 100 ribu ton. "Ekspor dilakukan karena Indonesia mengalami surplus produksi pangan. Tahun 2008 lalu, Indonesia mampu menghasilkan 60,28 juta ton GKG,"kata Anton di sela-sela kuliah umum di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah (Jateng), Sabtu (18/4) kemarin.

Dijelaskan oleh Anton, dalam rangka mencapai target produksi yang mencapai sekitar 63 juta ton hingga 64 juta ton pada tahun 2009, pihaknya telah meyiapkan sejumlah langkah. "Kebijakan yang diambil adalah meningkatkan produktivitas dengan pengadaan benih unggul, pupuk berimbang dan irigasi yang baik. Selain itu juga mengoptimalkan lahan dan pencetakan sawah baru,"jelasnya.

Menurut Mentan, pihaknya menargetkan tahun 2009 akan luasan panen bertambah luasnya dari 12 juta ha menjadi 12,8 ha. "Demikian juga produktivitas yang sebelumnya hanya mencapai rata-rata sekitar 5,08 ton menjadi 6 ton. Kalau itu berjalan baik, maka produksi padi nasional mencapai 63 juta ton hingga 64 juta ton,"ujarnya.

Mentan mengatakan pencetakan sawah baru memanfaatkan lahan-lahan tidur yang masih cukup luas di Indonesia. Dengan mengoptimalkan lahan tidur, maka akan dapat menambah luas sawahnya. Di sisi lain, konversi lahan sawah juga harus diperketat. (LD/OL-02)


22 April 2009

Earthworms may help dealing with the trash

ShanghaiDaily.com, 2009-4-18 

By Liu Xiaolin and Lu Feiran

TWO families from the Dianshanhu Lake Area in Qingpu District will raise earthworms as part of a pilot project launched by a local environmental protection organization. 

Under the right conditions, 1 kilogram of earthworms can eat up to 1 kilogram of kitchen garbage every day and produce about half a kilogram of earthworm waste, which can be used as fertilizer. The pilot program aims to promote worm farms as an effective way to cut down kitchen waste in the city. 

Similar trials in Beijing are under way. The local scheme is being promoted by the Shanghai Green Oasis Ecological Conservation and Communication Center and the Worldwide Fund for Nature.

The staff of the Shanghai Green Oasis Ecological Conservation and Communication Center have kept earthworms in their office for more than a year. They raise the earthworms in large plastic storage cases and feed them fruit skins and food leftovers. 

Staff at the center said the digestive system of an earthworm contains various types of enzyme that are able to break down waste and even dispose of some toxic substances, such as heavy metals.

"Three or four families have applied to take part in the pilot scheme, but our experts haven't been in touch them yet," said a staff member at the center surnamed Chen, "We are going to select two families and the trial will begin in mid-May. We hope one day every family can raise earthworms in their home."

18 April 2009

Stop Kriminalisasi Terhadap Petani !

Jakarta— Sekitar 100 yang mengatasnamakan Koalisi Penegak Keadilan mengadu ke Komnas HAM, Selasa (21/4). Koalisi penegak keadilan terdiri dari Serikat Petani Indonesia, Konsursium Pembaharuan Agraria, Aliansi Buruh Menggugat, Huma, Walhi, Sawit Watch, Solidaritas Perempuan, Serikat Petani Pasundan, Serikat Mahasiswa Indonesia, Farmaci, FPMR, FPPMG, Yapemas, LBH SPP, BEM Ubigal Ciamis, dan LPE Pasundan. Pengaduan diterima Komisioner Komnas HAM, Johny Nelson Simanjuntak, didampingi staf pemantauan Nurjaman dan Dyah dari Pelayanan Pengaduan.

Koalisi Penegak Keadilan mendesak Komnas HAM menggunakan kewenangannya untuk menyelesaikan maraknya kriminalisasi terhadap petani di Indonesia. Dalam statemennya, Koalisi Penegak Keadilan mengaku prihatin terhadap persolan konflik agraria yang semakin meningkat akhir-akhir ini yang berakumulasi terhadap pelanggaran hak-hak asasi petani. Menurut mereka, korban kriminalisasi terhadap petani semakin meningkat ditandai dengan banyaknya aksi teror, intimidasi, penculikan, penangkapan dan pemenjaraan. Para petani menjadi korban demi kepentingan kekuasaan pihak-pihak tertentu. ”Penyelesaian persoalan konflik agraria lebih didominasi dengan cara kekerasan dan penipuan hukum oleh negara. Ini wujud kegagalan pemerintah dalam mengelola konflik agraria ,” katanya.

Diungkapkan, belum lama ini kasus kriminalisasi menimpa Sadar bin Sawiyan (57), seorang petani di Ciamis yang dihukum penjara 4 tahun oleh pengadilan. Padahal, menurut mereka, Sadar hanyalah seorang petani penggarap yang berjuang mempertahankan hak atas tanah garapannya. ”Sadar dan keluarganya hanya butuh hidup dari berladang, tapi justru jeruji besi yang didapat. Ini tidak adil, negara telah menggunakan hukum untuk menindas hak asasi petani. Kami minta Komnas HAM menggunakan kewenangannya untuk menangani masalah ini,” tegasnya.

Itu sebabnya, Koordinator aksi Koalisi Penegak Keadilan, Arif Budiman menuntut kepada pemerintah untuk membebaskan Sadar bin Sawiyan dari segala tuntutan hukum, sebab tuduhan yang ditimpakan kepadanya tidak benar dan tidak pernah terungkap di persidangan. Untuk itu, mereka meminta putusan Pengadilan Tinggi Bandung dibatalkan demi tegaknya keadilan dan supremasi hukum di Indonesia. Di samping itu mereka juga menuntut pemerintah melalui aparat-aparatnya untuk menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap para petani. ”Tolak semua kekerasan dan intimidasi yang dilakukan aparat negara yang merugikan rakyat dan membuat masyarakat tidak merasa tenang di kampung halamannya sendiri,” imbuhnya.

Menanggapi pengadu, Johny Simanjuntak menilai persoalan ini menunjukkan ketidaksensitifan aparat hukum dalam menyelesaikan masalah. ” Aparat hukum tidak menegakan keadilan tapi menegakan hukum negara yang tidak berpihak,” ujarnya. Untuk itu, ia berjanji akan menyelesaikan permasalahan ini dengan berpegang pada kewenangan yang dimiliki Komnas HAM. ”Karena masalah ini sudah dilimpahkan ke Mahkamah Agung, maka kami akan mengirim surat kepada Mahkamah Agung untuk mempertimbangkan keputusan-keputusannya dengan prinsip-prinsip HAM,” tegas Johny. Di samping itu, ditambahkan Johny, Komnas HAM juga akan memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan soal masalah tersebut. (Ign)

14 April 2009

Beras Organik Belum Diminati Banyak Petani

Selasa, 14 April 2009

Jakarta, Kompas - Belum banyak petani yang memproduksi beras yang masuk klasifikasi organik dengan penanganan yang tepat. Penanganan yang dimaksud mulai dari pengolahan lahan, irigasi, pemilihan benih, hingga pengobatan.

Menurut Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar, memproduksi beras organik tidak bisa sembarangan, apalagi untuk memenuhi pasar ekspor. "Harus ada pengawasan yang ketat agar kualitas beras organik yang dihasilkan bagus," ujarnya di Jakarta, Senin (13/4).

Beras organik telah dikembangkan oleh sebagian petani di di Ngawi (Jawa Timur), Sragen (Jawa Tengah), dan di sebagian wilayah Jawa Barat.

Mustafa mengatakan, saat ini produksi beras organik di Indonesia masih terbatas. Ini didapat dari hasil survei di sejumlah daerah. "Karena itu, ekspor beras masih bertumpu pada beras kualitas super jenis aromatik," katanya.

Mustafa menuturkan, pemahaman yang keliru tentang beras organik banyak terjadi di masyarakat. "Pemahaman yang tidak tepat terkait beras organik ini bisa membingungkan masyarakat, apalagi harga beras organik cenderung lebih mahal daripada beras nonorganik," katnya.

Selama ini, lanjut Mustafa, ada kesan yang dimaksud beras organik adalah beras yang diproduksi seperti beras nonorganik, dengan mencampurkan pupuk kimia dan pupuk organik.

Padahal, kata Mustafa, beras yang masuk kualifikasi beras organik harus melalui proses penanganan yang benar, yakni mulai dari pemilihan lahan, benih, pemupukan, hingga pengobatan.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Departemen Pertanian Suyamto mengakui ada berbagai pemahaman di masyarakat tentang beras organik. "Semua itu dikembalikan kepada selera konsumen," tutur Suyamto.

Ia menjelaskan, pemahaman terhadap beras organik di negara maju seperti negara-negara di Eropa lebih ketat. Konsumen di negara-negara maju menginginkan beras organik itu benar-benar bebas dari residu pestisida.

Karena itu, kata Suyamto, produksi beras organik untuk konsumen di negara-negara maju memerlukan penanganan yang sangat baik. Hal ini dilakukan karena konsumen menghendaki kualitasnya terjamin.

"Misalnya saja soal lahan. Berapa lama proses pencucian lahan dari residu pestisida sehingga layak untuk budidaya tanaman padi organik," ujar Suyamto.

Persyaratan yang diminta konsumen tidak hanya itu. Suplai air pun turut diperhatikan. Air yang digunakan harus bebas dari residu pestisida. Demikian pula dengan benih, pupuk, hingga obat- obatan yang digunakan untuk memberantas hama penyakit.

Di negara lain, kata Suyamto, kriteria terhadap beras organik berbeda, bergantung pada selera konsumen. "Akhirnya, memang semua kita kembalikan kepada konsumen karena mereka yang akan memilih," katanya. (MAS)



08 April 2009

Petani Mengeluh Harga Pupuk Subsidi Rp100 Ribu/Zak

Pandeglang (ANTARA News) - Harga pupuk subsidi jenis urea di tingkat pengecer di Kabupaten Pandeglang mencapai Rp100 ribu per zak dengan kapasitas 50 kilogram sehingga petani mengeluhkan kenaikan tersebut.

"Semestinya harga eceran tertinggi (HET) pupuk subsidi sebesar Rp60 per zak," kata Udin (45) seorang petani Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Selasa.

Udin mengatakan, hingga saat ini Pasokan pupuk subsidi di pasaran sulit diperoleh menyusul diberlakukan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).

Apalagi, petani yang tidak masuk dalam RDKK sehingga sulit untuk mendapatkan pupuk subsidi di tingkat pengecer.

Bahkan, pengecer menjual dengan seenaknya karena sudah dialokasikan kepada petani yang tercatat dalam RDKK itu.

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah kembali tidak menerapkan sistem RDKK.

Selama ini, petani sering mengeluh selain harga pupuk subsidi mahal juga sulit diperolehnya.

Saat ini, petani sangat membutuhkan pupuk karena sudah memasuki musim tanam tahap kedua.

"Kami khawatir pada tanam tahap kedua tidak terpenuhi pupuk dan berpengaruh terhadap produksi gabah," katanya.

Di tempat terpisah, sejumlah petani di Kecamatan Cisata, Kabupaten Pandeglang, mengaku hingga saat ini pasokan pupuk subsidi berkurang.

Akibat kekurangan itu, kata dia, harga pupuk di pasaran mengalami kenaikan hingga mencapai Rp2.000 per kilogram, padahal harga subsidi hanya Rp1.200 per kilogram.

"Meskipun harga pupuk subsidi mahal kami tetap membeli karena sangat membutuhkan pupuk itu," kata Sanuji (50) petani Desa Cikondang, Kecamatan Cisata, Kabupaten Pandeglang.

Menurut dia, saat ini persendian pupuk sering terjadi kelangkaan sehingga mengakibatkan produksi padi menurun karena tanamanya kurang begitu subur.

Selama ini, lanjut dia, produksi padi dari satu hektare hanya lima ton gabah kering pungut (GKP), padahal sewaktu pupuk mudah bisa mencapai enam ton GKP.

"Kami berharap pasokan pupuk kembali normal seperti semula dan tidak menerapkan lagi sistem RDKK," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Pandeglang, Cahyan Sopiyandi, mengatakan, pihaknya berjanji akan menanggulangi masalah kesulitan pupuk subsidi tersebut.

"Kami akan berupaya untuk memenuhi pupuk subsidi karena saat ini petani sudah memasuki musim tanam kedua," katanya.(*)

07 April 2009

1,4 Juta Ha Hutan Kalbar Diusulkan Alih Fungsi

---------- Forwarded message ----------
From: anastasia savitri <bubsy_79@yahoo.com>
Date: 2009/4/6
Subject: 1,4 Juta Ha Hutan Kalbar Diusulkan Alih Fungsi
To: vitri <bubsy_79@yahoo.com>, PPrasetyohadi <pprasetyohadi@gmail.com>


2009-04-03
[PONTIANAK] Kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), yang
kini tercatat seluas 9,1 juta hektare (ha) bakal berkurang hingga 1,4
juta ha, beralih fungsi menjadi areal penggunaan lain (APL). Dengan
status APL, sangat mungkin beberapa perusahaan perkebunan, yang kini
bermasalah karena areanya berada dalam kawasan hutan, akan lebih
leluasa melebarkan sayapnya.

Kepala Dinas Kehutan- an Provinsi Kalbar Cornelius Kimha mengatakan,
usulan revisi pemantapan status kawasan hutan telah disampaikan ke
Departemen Kehutanan pada Agustus 2008. Usulan tersebut, terkait
dengan usulan revisi tata ruang wilayah provinsi, yang diharapkan
disetujui pemerintah pusat sebelum masa kerja Kabinet Indonesia
Bersatu berakhir.

Menurut Cornelius, kepastian disetujui atau tidak revisi, diperlukan
untuk menetapkan status dan batas kawasan hutan, sekaligus memberi
jaminan legalitas konsesi bagi usaha sektor kehutanan. Rencana
pembangunan hutan tanaman rakyat (HTR) yang tersebar di beberapa
wilayah di Kalbar misalnya, sampai saat ini belum dapat diwujudkan
karena menunggu kepastian kawasan hutan.

"Pembangunan HTR jadi terhambat. Kami harapkan, usulan revisi kawasan
hutan segera disetujui. Selama belum ada kepastian kawasan hutan,
bagaimana kami bisa mengembangkan sektor kehutanan, sedangkan investor
sudah banyak yang berminat," kata Cornelius.

Selain mengusulkan perubahan fungsi kawasan hutan menjadi APL, Kalbar
juga mengusulkan seluas 38.785,21 ha APL menjadi hutan lindung dan
18.846,95 ha APL menjadi hutan produksi. Dinas Kehutanan Kalbar
berharap tidak hanya usulan revisi tersebut yang disetujui, tetapi
juga segera dikeluarkannya peraturan pemerintah (PP) mengenai
pengakuan tanah adat sebagai penjabaran aturan dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Dalam paparan kepada wartawan di Pontianak, Rabu (1/4) Cornelius
menjelaskan, luas hutan Kalbar mencapai 62 persen dari luas provinsi
yang berbatasan langsung dengan wilayah, Malaysia ter-sebut. Laju
kerusakan hutan di Kalbar yang disebabkan oleh pembalakan liar dan
perambahan masih sulit ditekan, apalagi menurut Cornelius, anggaran
dan prasarana untuk mengamankan hutan sangat minim.

"Anggaran dari pusat maupun dari pemerintah daerah sangat tidak
sebanding dengan tanggung jawab kami yang harus menjaga dan
mengamankan hutan seluas 9,1 juta hektare. Kami perlu prasarana yang
memadai untuk menjangkau kawasan hutan di perbatasan, karena wilayah
itu rawan (terjadi tindak kejahatan kehutanan), seperti pencurian kayu
dan penyelundupan," katanya.

Ironis, di satu sisi Dinas Kehutanan Kalbar mengaku prihatin dengan
perusakan hutan oleh para perambah dan penebang liar, sementara di
sisi lain instansi ini juga mendesak Dephut menyetujui usulan revisi
pemantapan kawasan hutan, yang notabene akan memantapkan hilangnya 1,4
juta ha kawasan hutan Kalbar. [H-13]