23 Oktober 2009

Petani Didorong Terapkan Intensifikasi Padi Aerob

KETAHANAN PANGAN
Jumat, 23 Oktober 2009, BOYOLALI, KOMPAS - Kementerian Negara Riset dan Teknologi meminta pemerintah daerah mendorong petani menerapkan intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik. Hal ini diharapkan menjadi salah satu cara meningkatkan produktivitas pertanian di tengah keterbatasan lahan dan naiknya kebutuhan beras.

”Tahun 2025 diperkirakan produksi padi mencapai 66 juta ton gabah kering giling. Dengan perkiraan penduduk mencapai 319 juta jiwa dan kondisi pertanian stagnan, Indonesia akan kekurangan 13,1 juta ton gabah kering giling,” kata Deputi Menteri Negara Riset dan Teknologi Bidang Perkembangan Riset dan Teknologi Moh Nur Hidayat dalam Diskusi Penerapan Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT BO) di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (22/10).

IPAT BO merupakan hasil pengembangan sistem intensifikasi padi yang dilakukan Prof Dr Tualar Simarmata, guru besar Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Bandung. Dengan sistem ini, jerami sisa panen dipotong dan didiamkan di sawah hingga membusuk.

Sistem ini diklaim hemat air, bibit, dan pupuk anorganik dengan menekankan pemanfaatan kekuatan biologis tanah, manajemen tanaman, serta pemupukan dan tata air. Cara ini diklaim mampu menghasilkan 8-12 ton gabah kering giling. Adapun hasil normal 4-6 ton per hektar.

”Setiap 5 ton jerami setara dengan 100 kilogram urea atau 30 kilogram SP-36 atau 200 kilogram KCl,” kata Simarmata.

Bupati Boyolali Sri Moeljanto mengatakan, saat ini produksi Boyolali 160.000 ton beras dengan tingkat konsumsi penduduk 103.000 ton per tahun. Dia menyambut baik upaya peningkatan produktivitas melalui terapan teknologi. Namun, ia berharap teknologi itu murah sehingga bisa dijangkau petani.

Di Semarang, sejumlah kalangan mengharapkan Menteri Pertanian yang baru, Suswono, menyelesaikan permasalahan penurunan harga gabah yang sangat merugikan petani.

Sementara itu, luas sawah di Yogyakarta terus menyempit akibat proses pembangunan. Data tahun 2008 menunjukkan, luas sawah tinggal 88 hektar, menurun sekitar 10 hektar dibandingkan tahun 2006 seluas 98 hektar. Luas Kota Yogyakarta 3.250 hektar.

Petak-petak sawah di Yogyakarta agak sulit ditemui karena terpisah-pisah dan berada di antara permukiman padat.

(GAL/WHO/AHA/WER)