21 Mei 2010

Serikat Petani Laporkan Dugaan Korupsi

Petani Inginkan Reformasi Agraria

Jumat, 21 Mei 2010

BANDUNG, KOMPAS
- Serikat Petani Pasundan (SPP) melaporkan dugaan korupsi hasil hutan yang diduga dilakukan Dinas Kehutanan Jawa Barat dan Perum Perhutani Unit III Jabar Banten kepada Kejaksaan Tinggi dan Kepolisian Daerah Jabar, Kamis (20/5), seusai beraudiensi dengan DPRD Jabar di Bandung. Mereka juga melaporkan Kepala Dinas Kehutanan Jabar Anang Sudarna kepada polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik SPP.

Pertemuan dengan anggota DPRD Jabar itu dipicu kekecewaan anggota SPP atas pernyataan Kepala Dinas Kehutanan Jabar sebagaimana diberitakan Kompas, 11 Mei 2010. Dalam berita itu dituliskan, Anang mengaku sukar mengatasi perambahan hutan karena harus berhadapan dengan organisasi kemasyarakatan yang menghimpun warga, seperti SPP yang ditemui di Tasikmalaya dan Ciamis.

"Pak Anang seperti menuduh SPP sebagai perambah hutan. Pernyataan itu jelas memicu keresahan dan kemarahan warga karena selama ini petani yang tergabung dalam SPP telah menggarap lahan dengan memerhatikan prinsip-prinsip ekologis," kata Agustiana, Sekretaris Jenderal SPP.

Di hadapan anggota DPRD Jabar yang dalam pertemuan itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Komarudin Thaher, Agustiana mengatakan, pembatasan akses rakyat terhadap lahan dan hutan adalah pelanggaran hak. Itu karena lahan-lahan tersebut pada awalnya adalah milik warga yang di masa kolonial dirampas penjajah Belanda.

Lahan-lahan itu dikuasai jawatan kehutanan di bawah pemerintahan kolonial, dan pengelolaannya sekarang diteruskan Perum Perhutani. "Jika merunut dari sejarah tersebut, siapa yang layak disebut sebagai perambah hutan?" katanya.

Korupsi hutan

Agustiana menyebutkan dugaan korupsi dilakukan Perhutani atas hasil penebangan hutan di Kabupaten Ciamis, yakni seluas 913 hektar di Cibulu dan 300 hektar di Cigugur. Ia juga mempersoalkan penjualan aset tanah milik Perhutani untuk pembangunan kawasan industri Jababeka dan Tol Cipularang.

Pada 2008 Dinas Kehutanan Jabar juga disebut Agustiana memberikan izin penebangan kayu di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis sebanyak 40.000 meter kubik. Padahal, saat itu wilayah hutan tersebut belum memasuki masa tebang.

Laporan dugaan korupsi dan pencemaran nama baik itu diterima langsung oleh perwakilan Polda dan Kejati Jabar yang hadir mendampingi anggota DPRD Jabar.

Kepala Seksi Hukum Perum Perhutani Unit III Yuniar Permadi mengatakan, pihaknya tidak akan menghalangi proses hukum. "Kami selaku BUMN diberi kewenangan mengelola hutan oleh negara. Jika kemudian ada dugaan penyelewengan, kami serahkan ke proses hukum," ujarnya.

Selain puluhan perwakilan yang menemui anggota DPRD Jabar, ada massa SPP yang berorasi di halaman Gedung Sate. Mereka menuntut reformasi agraria, pembubaran Perhutani dan pemberhentian Anang Sudarna.

Dihubungi terpisah, Anang menolak disebut telah mencemarkan nama baik SPP. "Itu fakta bahwa mereka merambah hutan. Saya memiliki data-datanya. Jika saya memiliki data, apakah saya bisa disebut mencemarkan nama baik mereka?" katanya. Menyikapi hal ini, Anang berencana menuntut balik SPP karena tuduhan tidak berdasar dan pencemaran nama baik atas dirinya. (REK/*)

20 Mei 2010

Serikat Petani Laporkan Dugaan Korupsi

BANDUNG, KOMPAS - Serikat Petani Pasundan (SPP) melaporkan dugaan korupsi hasil hutan yang diduga dilakukan Dinas Kehutanan Jawa Barat dan Perum Perhutani Unit III Jabar Banten kepada Kejaksaan Tinggi dan Kepolisian Daerah Jabar, Kamis (20/5), seusai beraudiensi dengan DPRD Jabar di Bandung. Mereka juga melaporkan Kepala Dinas Kehutanan Jabar Anang Sudarna kepada polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik SPP.

Pertemuan dengan anggota DPRD Jabar itu dipicu kekecewaan anggota SPP atas pernyataan Kepala Dinas Kehutanan Jabar sebagaimana diberitakan Kompas, 11 Mei 2010. Dalam berita itu dituliskan, Anang mengaku sukar mengatasi perambahan hutan karena harus berhadapan dengan organisasi kemasyarakatan yang menghimpun warga, seperti SPP yang ditemui di Tasikmalaya dan Ciamis.

"Pak Anang seperti menuduh SPP sebagai perambah hutan. Pernyataan itu jelas memicu keresahan dan kemarahan warga karena selama ini petani yang tergabung dalam SPP telah menggarap lahan dengan memerhatikan prinsip-prinsip ekologis," kata Agustiana, Sekretaris Jenderal SPP.

Di hadapan anggota DPRD Jabar yang dalam pertemuan itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Komarudin Thaher, Agustiana mengatakan, pembatasan akses rakyat terhadap lahan dan hutan adalah pelanggaran hak. Itu karena lahan-lahan tersebut pada awalnya adalah milik warga yang di masa kolonial dirampas penjajah Belanda.

Lahan-lahan itu dikuasai jawatan kehutanan di bawah pemerintahan kolonial, dan pengelolaannya sekarang diteruskan Perum Perhutani. "Jika merunut dari sejarah tersebut, siapa yang layak disebut sebagai perambah hutan?" katanya.

Korupsi hutan

Agustiana menyebutkan dugaan korupsi dilakukan Perhutani atas hasil penebangan hutan di Kabupaten Ciamis, yakni seluas 913 hektar di Cibulu dan 300 hektar di Cigugur. Ia juga mempersoalkan penjualan aset tanah milik Perhutani untuk pembangunan kawasan industri Jababeka dan Tol Cipularang.

Pada 2008 Dinas Kehutanan Jabar juga disebut Agustiana memberikan izin penebangan kayu di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis sebanyak 40.000 meter kubik. Padahal, saat itu wilayah hutan tersebut belum memasuki masa tebang.

Laporan dugaan korupsi dan pencemaran nama baik itu diterima langsung oleh perwakilan Polda dan Kejati Jabar yang hadir mendampingi anggota DPRD Jabar.

Kepala Seksi Hukum Perum Perhutani Unit III Yuniar Permadi mengatakan, pihaknya tidak akan menghalangi proses hukum. "Kami selaku BUMN diberi kewenangan mengelola hutan oleh negara. Jika kemudian ada dugaan penyelewengan, kami serahkan ke proses hukum," ujarnya.

Selain puluhan perwakilan yang menemui anggota DPRD Jabar, ada massa SPP yang berorasi di halaman Gedung Sate. Mereka menuntut reformasi agraria, pembubaran Perhutani dan pemberhentian Anang Sudarna.

Dihubungi terpisah, Anang menolak disebut telah mencemarkan nama baik SPP. "Itu fakta bahwa mereka merambah hutan. Saya memiliki data-datanya. Jika saya memiliki data, apakah saya bisa disebut mencemarkan nama baik mereka?" katanya. Menyikapi hal ini, Anang berencana menuntut balik SPP karena tuduhan tidak berdasar dan pencemaran nama baik atas dirinya. (REK/*)

11 Mei 2010

52.654 Hektar Hutan di Jawa Barat Dirambah

Alih Fungsi Lahan

Selasa, 11 Mei 2010

BANDUNG, KOMPAS
- Dinas Kehutanan Jawa Barat mencatat 52.654 hektar hutan di wilayah provinsi ini dirambah pihak swasta atau warga. Seluas 21.971 ha di antaranya digunakan untuk permukiman, jalan, sekolah, dan fasilitas umum lain. Sementara 9.681 ha dimanfaatkan untuk tambak, 86 ha untuk pertambangan, dan 20.916 ha untuk perkebunan swasta.

"Perambahan hutan ini sukar diatasi karena harus berhadapan dengan organisasi kemasyarakatan yang menghimpun warga, seperti Serikat Petani Pasundan yang ditemui di Tasikmalaya dan Ciamis," kata Kepala Dinas Kehutanan Jabar Anang Sudarna, Senin (10/5) di Bandung.

Daerah yang dirambah warga itu disebut Anang sebagai wilayah konflik, sedangkan di luar wilayah konflik ada 14.000 ha hutan rusak. "Khusus untuk wilayah hutan di luar konflik pada tahun ini akan ditanami sekitar 10.000 ha, sisanya tahun depan," ujarnya.

Pesimistis

Namun, ia pesimistis hutan di wilayah konflik bisa dihutankan kembali hingga tahun depan. Upaya persuasif dan represif terus dilakukan terhadap perambah yang mengatasnamakan diri sebagai petani. Menurut hitung-hitungan normal, kawasan hutan di Jabar seluas sekitar 847.000 ha seharusnya bisa dihutankan kembali pada 2010 dengan program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis dari Pemerintah Provinsi Jabar dan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dari pemerintah pusat.

Anang beralasan target itu belum tercapai karena Dinas Kehutanan Jabar harus menghadapi warga yang nekat mempertahankan usaha pertanian sayur di kawasan hutan. "Okupasi lahan oleh warga itu dilakukan sedikit demi sedikit, ada yang 2 ha, bahkan 1 ha. Sukar menyadarkan mereka, khususnya warga kampung yang berbatasan dengan hutan," katanya.

Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, reboisasi termasuk dalam konsep Jabar menuju provinsi hijau (green province) pada 2025. (REK)