25 April 2010

Mengapa Sukapura Menjadi Tasikmalaya ?


Nama Tasikmalaya diduga muncul setelah peristiwa meletusnya Gunung Galunggung pada Oktober 1822. Berdasarkan catatan Belanda, "Topographien Dienst", Tasikmalaya berasal dari "keusik ngalayah" yang dalam bahasa Sunda berarti pasir di mana-mana. Seabad kemudian, daerah itu tumbuh sebagai pusat perekonomian di Priangan Timur.
Tasikmalaya merupakan bagian dari Kabupaten Sukapura. Kabupaten itu merupakan bentukan Mataram ketika menguasai Priangan (1620-1677). Sultan Agung memberikan daerah ini kepada Tumenggung Wiraadegdaha atas jasanya menumpas pemberontakan Dipati Ukur pada 1629-1632. Wiraadegdaha kemudian menjadi bupati pertama Sukapura dengan gelar Wiradadaha I (1633-1673).
Tahun 1832, pemerintah kolonial meminta Bupati Wiradadaha VIII (1807-1837) memindahkan pusat pemerintahan Sukapura ke Manonjaya. Perpindahan ini terkait dengan kepentingan perkebunan Hindia Belanda. Dibandingkan dengan Sukaraja, topografi Manonjaya lebih datar sehingga memudahkan pengangkutan nilam, tanaman wajib perkebunan pada masa itu.
Namun, ibu kota Manonjaya bertahan 68 tahun. Tanggal 1 Oktober 1901, pemerintah kolonial memerintahkan pemindahan ibu kota ke Afdeling Tasikmalaya, sebuah daerah di kaki Gunung Galunggung. Daerah yang bernama Tasikmalaya itu dinilai lebih luas, subur, dan indah sehingga cocok dijadikan ibu kota sekaligus untuk pengembangan perkebunan nilam.
Perpindahan ini terjadi pada masa RT Wiraadiningrat (1901-1908). Bupati yang bergelar Dalem Aria ini adalah bupati pertama yang berkedu-dukan di Tasikmalaya. Seiring dengan perkembangan Tasikmalaya, nama Sukapura diganti menjadi Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 1913. Kabupaten ini tercatat sebagai pusat Karesidenan Priangan Timur pada tahun 1925. 

11 April 2010

Ciamis Hanya Dapat Rp 2,4 M untuk Rehab Sekolah Korban Gempa

SABTU, 10 APRIL 2010 CIAMIS, TRIBUN - Dari 273 ruang kelas SD korban gempa 7,3 SR yang belum direhab, hanya 62 ruang kelas yang mendapat bantuan APBN untuk direhab pada tahun anggaran (TA) 2010 ini. 

"Besar bantuannya Rp 2,4 miliar untuk merehab 62 ruang kelas korban gempa," ujar Kepala Dinas Pendidikan Ciamis Drs H Akasah MBA seusai pembukaan pemilihan siswa, guru, dan komite sekolah berprestasi se-Ciamis di kampus SMAN III Ciamis, Sabtu (10/4). 

Pemilihan siswa, guru dan komite sekolah berprestasi ini diikuti oleh 579 orang siswa mulai dari tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK, guru, dan komite sekolah.

Jumlah bantuan yang diterima Ciamis ini, kata Akasah jauh, di bawah jumlah yang diterima Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Bandung. Padahal Ciamis merupakan daerah terparah dilanda gempa 2 September 2009 itu.

Menurut Akasah, gempa tersebut telah memorakporandakan 482 ruang kelas di 119 SD yang ada di Ciamis. Sejumlah SD malah luluh lantak semua ruang kelasnya, seperti SD Pusakanegara II Baregbeg, SD Purwodadi I dan SD Purwodadi II, serta SD Kertaharja II Cijeungjing.

Sebanyak 169 ruang kelas dari 482 ruang yang porak poranda akibat goncangan gempa itu sudah direhab dari dana DAK Tahun Anggaran (TA) 2009 karena kebetulan ke-169 ruang kelas itu sudah masuk daftar penerima DAK dan porak poranda diguncang gempa sebelum direhab. Dan 40 ruang kelas lainnya sudah dan sedang direhab oleh pihak ketiga.(sta)

Dana untuk Korban Gempa Dipotong Hingga 85 Persen

Tribunjabar.co.id, SELASA, 5 JANUARI 2010

"Tidak jelas siapa saja yang menerima bantuan pada tahap pertama ini. Akibatnya timbul gejolak di masyarakat..."

TASIKMALAYA, TRIBUN- Dana bantuan untuk korban gempa yang rumahnya mengalami kerusakan tingkat sedang diduga disunat pengurus kelompok masyarakat (Pokmas) di lapangan. Alasan penyunatan bantuan, dana digunakan uang lelah pengurus dan dibagikan kepada korban lain yang belum masuk daftar penerima bantuan.

Seharusnya korban gempa menerima dana rehab rumah sedang sebesar Rp 10 juta per rumah. Namun yang terjadi, mereka hanya menerima Rp 1,5 juta hingga Rp 1,8 juta.

Padahal Bupati Tasikmalaya, H Tatang Farhanul Hakim, saat seremoni pencairan dana gempa, beberapa waktu lalu, sudah mewanti-wanti kepada petugas di lapangan agar dana bantuan rehab rumah itu tidak dipotong dan dibagi rata. Sebab aturan dari pusat mensyaratkan demikian. Selain itu, bantuan kali ini merupakan bantuan tahap pertama dan warga yang belum masuk daftar akan memperoleh bantuan pada tahun depan.

"Rumah saya mengalami rusak sedang dan sudah menerima dana bantuan sebesar Rp 1,5 juta. Selain menerima uang itu, saya pun menyerahkan uang Rp 150 ribu sebagai uang lelah Pokmas yang sudah ke sana kemari mengurusi pencairan dana bantuan ini," kata Undang (45), korban gempa di Kampung Munjulm, Desa Sukasukur, Kecamatan Cisayon, Senin (4/1).

Ditanya apakah ia tahu bahwa jatah yang harus diterimanya Rp 10 juta, Undang sempat termenung namun lantas mengatakan,  pihak Pokmas untuk sementara memberikan dana sebesar itu. Sisanya Rp 8,5 juta untuk korban lain yang belum kebagian. "Saya ikhlas saja, apalagi dibagi rata untuk warga lain. Termasuk memberi uang lelah, saya juga ikhlas," ujarnya.

Sadar (48), salah seorang tokoh warga Kampung Munjul, mengungkapkan, selain adanya pembagian rata dana bantuan serta munculnya "uang lelah" bagi Pokmas, tahapan penyaluran bantuan pun tidak transparan dan tidak ada koordinasi dengan seluruh Ketua RT. "Tidak jelas siapa saja yang menerima bantuan pada tahap pertama ini. Akibatnya timbul gejolak di masyarakat," ujarnya.

Hal itu diakui Ketua RT 01 RW 05 Kampung Munjul, Ny Ari Ariasih. "Saya didatangi para korban gempa yang belum kebagian. Mereka marah?marah dan menuding saya sengaja tidak membagikan dana tersebut. Padahal boro-boro memegang uang, dikasih tahu pun tidak oleh Pokmas. Tapi saya lah yang kena getahnya. Harusnya mereka protes ke Pokmas," katanya.

Pemerintah pusat dan provinsi telah mengucurkan dana bantuan untuk korban gempa, akhir Desember tahun lalu. Pemerintah Provinsi Jabar mengucurkan bantuan Rp 36,8 miliar, sementara pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana membantu sebesar Rp 31,3 miliar. Di Kabupaten Tasikmalaya terdapat 28.484 KK yang rumahnya tergolong rusak ringan, 3.024 KK termasuk rusa berat, dan 16.018 KK masuk kategori rusak sedang.(stf)


"Mau Lihat Dulu Aturannya"

TERKAIT dugaan pemotongan dana bantuan bagi korban gempa untuk kategori rusak sedang, Ketua Satkorlak Penanggulangan Bencana Kabupaten Tasikmalaya, HE Hidayat, mengatakan, jika kebijakan membagi rata dana bantuan dikeluarkan Satkorlak maupun Satlak di tingkat kecamatan, jelas menyalahi aturan. Tetapi jika hal itu dilakukan atas dasar kearifan masyarakat, pihaknya akan mengkaji aturan yang ada apakah itu menyalahi atau tidak.

"Kita akan lihat, apakah kebijakan itu dikeluarkan oleh Satkorlak, Satlak atau atas kearifan masyarakat saja. Jika memang itu hasil musyawarah di tingkat masyarakat, kita tidak lantas menindak. Tapi mau dilihat dulu aturannya apakah hal seperti itu melanggar atau tidak," ujar Hidayat, Senin (4/1).

Selain persoalan pemotongan dana bantuan, di lapangan pun banyak korban gempa yang tidak tercatat sebagai penerima bantuan. Ny Euis (50), misalnya, terpaksa hanya bisa gigit jari karena tidak akan menerima dana bantuan. Rumahnya yang retak?retak mengangga dibiarkan. Sedang yang retak kecil berupaya ditambah. "Tidak punya biaya untuk memperbaikinya, jadi dibiarkan saja begitu," katanya.(stf)

Hari Ini 442 SD Mulai Direhab

Tribunjabar.co.id, SENIN, 28 SEPTEMBER 2009

Sebanyak 1.042 ruang kelas rusak di 442 SD yang menyebar di 36 kecamatan di Ciamis hari ini, Senin (28/9), mulai diperbaiki kembali. Perbaikan ke 1.042 ruang kelas INI dibiayai oleh DAK dari APBN dengan nilai anggaran Rp 70 juta per ruang kelas, termasuk untuk pengadaan mebelernya.

"Rehabilitasi ke 1.042 ruang kelas tersebut akan dimulai secara serentak  Senin (28/9)," ujar Kadisdik Ciamis Drs H Akasah MBA kepada Tribun, Jumat (25/9).

Akasah mengingatkan proses pengerjaan fisik ruang kelas ini jangan sampai mengganggu kegiatan belajar mengajar. "Kegiatan belajar mengajar harus tetap berlangsung meski lokasi belajar diungsikan atau dipindahkan ke tempat lain yang aman," Imbuhnya.

Menurut Akasah, meski rehabilitasi tersebut dijadwalkan dimulai secara serentak  hari ini,  proses rehab ruang kelas di 179 SD di antaranya terpaksa ditunda dulu. "Kebetulan dari 442 SD penerima DAK tersebut ada 179 SD yang mengalami kerusakan akibat guncangan gempa 7,3 SR Rabu (2/9) lalu," ujar Akasah.

Penundaan itu sampai dilakukannya pemeriksaan teknis oleh tim khusus untuk memperhitungkan kelayakan teknis bangunan. "Apakah bisa dilanjutkan dengan proses rehab dengan biaya DAK saja atau perlu ada tambahan biaya lain atas pertimbangan teknis  kondisi bangunan pasca gempa," jelasnya.

Dari sejumlah sekolah yang luluhlantak akibat gempa itu, ungkap Akasah, sudah ada pihak yang berminat untuk membangun kembali seperti Lions Club dan Buda Suci. "Kita juga sudah menjajaki dengan Total Indonesie. Ada sejumlah sekolah yang ambruk dan rusak parah akibat gempa seperti SD Purwadadi II dan SD Pusaka Negara I yang kegiatan belajarnya terpaksa dialihkan ke tenda darurat," pungkasnya. (sta)

Kasus SD Sejahtera di Tangan Jaksa

Sabtu, 3 Oktober 2009 BANDUNG, TRIBUN - Berkas para tersangka kasus ambruknya bangunan dua ruang kelas SDN Sejahtera IV, Jalan Sejahtera Nomor 12, Bandung, telah diajukan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bandung. Apabila telah selesai sidang akan digelar.

Kasus ambruknya ruangan kelas ini menjerat tiga orang tersangka, yaitu Agus Suganda seorang pengawas proyek, seorang pengusaha Asep Ruhimat, dan Kepala Sekolah SDN Sejahtera IV Fatimah yang juga istri dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji.

"Kelanjutan proses tersangka ambruknya SDN Sejahtera sudah diajukan pihaknya ke JPU. Kini, polisi tinggal menunggu pemberitahuan," kata Kapolresta Bandung Barat AKBP Baskoro Tri Prabowo dalam pesan singkatnya kepada Tribun, Sabtu (3/10).

Dua tersangka, yakni Agus Suganda dan Asep Ruhimat yang telah ditahan juga sudah ditangguhkan penahanannya.

Fatimah hingga kasus ini berjalan belum ditahan. Agus terancam dijerat Pasal 387 Ayat (1) dan (2) jo pasal 201 huruf e KUHPidana, sedangkan Asep dan Fatimah dijerat UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, terutama Pasal 2, 3 dan 7.

Robohnya dua ruangan yang nyaris menimbulkan korban jiwa tersebut baru seminggu digunakan untuk belajar setelah direnovasi.
Menurut Suprio Kepala SDN I dananya sebesar Rp 320 juta dari program role sharing Provinsi Jabar. Dana tersebut untuk 8 ruang kelas, tapi digunakan untuk merehab 13 ruangan. "Rehab ditangani swakelola sekolah agar bisa menghemat," ujar Suprio, beberapa waktu lalu.

Suprio mengatakan ruangan tersebut sebenarnya milik SDN Sejahtera IV, sedangkan SDN I hanya menggunakannya saja. Menurutnya penanggung jawab renovasi gedung adalah Fatimah, Kepada Sekolah SDN Sejahtera IV.

Bangunan SD Sejahtera dibangun pada 1978 melalui Istruksi Presiden (Inpres). Sejak itu, bangunan tersebut baru direnovasi lantai dan atapnya saja dengan mengganti asbes dengan genting. Adapun tembok yang terbuat dari batako belum pernah direnovasi. (sob)

SDN Sejahtera I Kembali Roboh

TRIBUN JABAR/FERRY AMIRIL M SELASA, 31 MARET 2009
BANDUNG, TRIBUN-Sejumlah bangunan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sejahtera di Jalan Sejahtera 12,  Kelurahan Pasteur, Kecamatan Sukajadi, Bandung kembali roboh sedikit demi sedikit sepanjang malam hingga menjelang siang ini.

Ratusan siswa dari enam kelas terpaksa mengungsi di beberapa ruangan yang dinilai aman, termasuk ruang guru dan mesjid. Di mesjid yang dipakai mengungsi, beberapa saat lalu, para siswa belajar di atas lantai tanpa kursi dan meja.

SDN Sejahtera mulai roboh sejak Senin (30/3). Saat itu tak ada korban jiwa atau terluka. Namun jika evakuasi siswa saat itu dilakukan terlambat sebentar saja, bisa dipastikan korban siswa akan berjatuhan.

Menurt Sri Winarsih guru kelas IV yang kelasnya berhadapan dengan ruangan yang ambruk, sempat mendengar suara dan melihat atap sanggar  pramuka dan kelas perlahan-lahan kayunya turun. Tanpa membuang waktu, Sri berlari ke ruangan dan meminta 30 anak dan seorang guru untuk keluar kelas. Saat itu, mereka tengah belajar matematika. "Saya kira roboh karena gempa," ujar Sri.

Dua ruangan yang nyaris menimbulkan korban nyawa tersebut baru seminggu digunakan untuk belajar setelah direnovasi. Menurut Suprio Kepala SDN I dananya sebesar Rp 320 juta dari program role sharing Provinsi Jabar. Dana tersebut untuk 8 ruang kelas, tapi digunakan untuk merehab 13 ruangan. "Rehab ditangani swakelola sekolah agar bisa menghemat," ujar Suprio.

Suprio mengatakan ruangan tersebut sebenarnya milik SDN Sejahtera IV, sedangkan SDN I hanya menggunakannya saja. Menurutnya penanggung jawab renovasi gedung adalah Fatimah, Kepada Sekolah SDN Sejahtera IV.

Bangunan SD Sejahtera dibangun pada 1978 melalui Istruksi Presiden (Inpres). Sejak itu, bangunan tersebut baru direnovasi lantai dan atapnya saja dengan mengganti asbes dengan genting. Adapun tembok yang terbuat dari batako belum pernah direnovasi.

Agus, pemborong,  mengatakan sebagai pemborong dia hanya bertugas merehab bagian atas dan lantai. "Saya hanya mengganti asbes dengan genting dan mengganti lantai, sedangkan tembok tidak dianggarkan," ujar Agus. (tsm)

Agus tadinya yakin tembok ruangan tersebut tidak akan ambruk. "Temboknya terlihat kokoh tapi ternyata tidak kuat menahan beban genting baru," ujar Agus.

Saat ini, sudah tujuh orang diperiksa oleh Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandung Barat terkait peristiwa tersebut. Rencananya, siang ini, Kepsek SDN Sejahtera I Suprio akan diperiksa polisi.(tsm)

SD Sukaraja Tasik Ambruk

Selasa, 25 Agustus 2009 TASIKMALAYA, TRIBUNJabar.co.id – Satu lokal kelas SD Sukaraja III di Kampung Sukamulya, Desa Sukanagalih, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, ambruk, Senin (24/8) petang. Tidak ada murid yang terluka karena musibah terjadi saat murid sudah pulang. Dua lokal bangunan lain kondisinya sangat mengkhawatirkan dan sewaktu-waktu bisa ambruk.

           Kelas yang ambruk sudah sejak dua bulan lalu tidak digunakan lagi, karena pihak sekolah khawatir melihat kondisi bangunan kelas itu. Sedangkan dua lokal lainnya yang masih satu atap, masih digunakan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) kelas III dan IV. Namun jika hujan lebat turun atau ada angin kencang, seluruh murid kelas III dan IV terpaksa dibubarkan.

           "Sekitar pukul 09.00 sudah ada tanda-tanda kelas akan ambruk. Yakni dengan munculnya bunyi derak kayu-kayu atap. Kepala Sekolah memerintahkan seluruh murid kelas III dan IV segera keluar," ungkap Engkus, Penjaga Sekolah, yang ditemui Selasa (25/8). Benar saja, sekitar pukul 14.30, satu lokal ruangan yang sudah dikosongkan itu ambruk.

           Tidak hanya kuda-kuda, usuk serta genting yang jatuh berhamburan berhamburan menghempas lantai, tapi dinding tembok terutama yang ditempati kusen juga turut ambruk. Kaca jendela pun berhamburan ke mana-mana. "Saat itu di sekolah sudah tidak ada siapa-siapa. Saya sendiri sedang di rumah jaga. Tiba-tiba dikejutkan oleh bunyi ambruknya bangunan itu," tutur Engkus.

           Untuk sementara, murid kelas III dan IV masing-masing berjumlah 18 dan 24 orang melaksanakan KBM di Mandrasah Nurul Hidayah yang lokasinya sekitar 200 meter dari sekolah. "Kebetulan madrasah itu memiliki dua ruangan, dan untuk sementara murid kelas III dan IV ditampung di sana, karena sekolah sendiri sudah tidak memiliki ruangan lagi," jelas Engkos.

           Kepala SD Sukaraja III, Drs Memed, saat akan dimintai konfirmasinya sudah pulang. Di tempat terpisah, Sekretaris PGRI Kecamatan Rajapolah, Dadang Sudrajat SPd, mengungkapkan, bangunan tiga lokal kelas tersebut dibangun tahun 1979 lalu dan hingga kini tidak pernah direhab.

           "Sebetulanya pada hari kemarin, beberapa saat sebelum ambruk, pihak sekolah tengah membuat ajuan permohonan rehab ketiga lokal bangunan itu. Mereka berkumpul di depan bangunan, menunggu datang tukang foto untuk mengabadikan bangunan yang akan diusulkan itu. Eh, belum juga diambil gambarnya sudah ambruk duluan," kata Dadang.

           Ia menambahkan, tiga lokal bangunan SD Sukaraja III yang memprihatinkan itu, tergolong bangunan SD yang paling parah di Kecamatan Rajapolah. "Karenanya kami mendukung penuh upaya pihak sekolah mengajukan rehab di Dinas Pendidikan Kabupaten. Mudah-mudahan mendapat tanggapan," harap Dadang. (stf)

Bantuan Untuk Sekolah Rusak

Website Kabupaten Pesisir Selatan, Rabu, 14 Oktober 2009

PAINAN, Okt.

           Limapuluh tujuh (57) ruang kelas sekolah yang rusak di Kabupaten Pesisir Selatan pasca gempa 30 September lalu mendapat bantuan dari Gubernur Sumatera Barat H.Gamawan Fauzi sebesar Rp.456 juta.

           Bantuan itu berasal dari berbagai donatur yang memberikan sumbangan melalui Pemerintah Proponsi Sumatera Barat yang oleh gubernur disalurkan untuk biaya pembangunan ruang kelas yang rusak akibat gempa.

           "Kita sudah terima bantuan itu. Dan telah pula disalurkan ke sekolah-sekolah yang rusak. Dalam waktu seminggu kelas yang rusak itu harus siap dengan anggaran  sebesar Rp.8 juta untuk satu kelas", kata Kabid Sarana dan Prasarana Diknas Pesisir Selatan Isman Ismael, BAE.

           Menurut Isman, kelas yang rusak di Pesisir Selatan pasca gempa sejumlah 117 kelas, namun yang benar-benar tidak bisa dipakai lagi sejumlah 57 kelas. Alhamdulillah, kita sudah terima dana itu dari gubernur dan sekarang pelaksanaan pembangunan kelas darurat itu tengah dikerjakan.

           Kelas darurat itu akan mampu bertahan selama 2 tahun menjelang dibangunnya kelas permanen seperti biasa.

           Berbicara soal pendidikan Pesisir Selatan pasca gempa, Isman Ismael menjelaskan sudah normal kembali. Anak-anak sudah pada belajar. Kelas yang rusak akibat gempa, siswa belajar dua shift disekolah itu menjelag kelas darurat selesai.*(sabay).

DPRD Meminta Ada Standardisasi Biaya Minimal Sekolah

Kompas.com, Senin, 7 April 2008

GRESIK, SENIN - Ketua DPRD Gresik Ahmad Nadir meminta ada standardisasi minimal biaya sekolah khususnya menyangkut biaya masuk untuk pendaftaran siswa baru di Gresik. Jika orang tua masih dibebani biaya pendidikan yang tinggi alokasi anggaran pendidikan yang tinggi hingga 20 persen akan percuma. Nadir meminta Komisi D DPRD Gresik berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Dewan pendidikan Gresik untuk menetapkan standar minimal biaya masuk sekolah sesuai dengan kelas sekolah.

Dia tidak melarang sekolah menarik biaya pendaftaraan hingga jutaan rupiah asalkan harus diikuti konsekuensi anggaran untuk pembangunan, pemeliharaan dan operasional sekolah. Selama ini anggaran pemerintah hanya untuk membayar gaji guru. "Percuma saja, APBD untuk pendidikan dialokasikan tinggi, jika dalam kenyataan pihak sekolah masih membebeni orang tua siswa," kata Nadir usai Laporan Keterangan Pertanggungjawawaban Bupati Gresik Robbach Ma'sum.

Selain membuat standarisasi biaya minimal pendidikan, Nadir juga meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Gresik mendata ulang biaya pendaftaran agar bisa dilakukan pengawasan. Tujuannya dinas pendidikan dapat mengontrol sekolah, supaya tidak merugikan orang tua murid.

"Setelah biaya minimal sekolah bisa dirumuskan barulah ditetapkan dalam regulasi untuk diaplikasikan ke masing-masing sekolah. Langkah sekolah menarik biaya tinggi saat ini tidak ada aturannya," kata Nadir.

Ketua Komisi D DPRD Gresik, Syafiqi Mahfudz Zein menyatakan akan memanggil pihak-pihak terkait. Jika memang penarikan biaya penerimaan siswa baru (PSB) di Sekolah Dasar Negeri dikeluhkan akan digelar dengar pendapat. Pihaknya akan meminta penjelasan seputar uang gedung sebesar Rp 2,5 juta dan proses PSB.  

"Ada hal yang kami nilai keliru dan perlu diluruskan yakni saat ini seleksi SD dilakukan ketika siswa TK belum lulus. Seharusnya PSB digelar ketika murid TK sudah lulus, sebagaimana PSB di SMP dan SMA," jelas Syafiqi.

Sementara Anggota Dewan Pendidikan Gresik, Nur Faqih menyatakan pihaknya tengah melakukan survei untuk mencari fotmat standardisasi biaya minimal pendidikan di Gresik mulai dari tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah menangah atas dan yang sederajat.

Dia meminta sekolah tidak membebani orang tua siswa dengan biaya sekolah yang mahal. Penarikan biaya harus disepakati Komite sekolah tetapi besarannya tidak bisa dipatok lebih dulu. Tugas pemerintah menyediakan sarana prasarana sekolah bila dinilai kurang bisa diambil dari sumbangan orang tua tetapi besarnya tidak ditetapkan sepihak oleh sekolah.

Menurut dia selama ini Gresik belum memiliki kepastian anggaran pendidikan sehingga menimbulkan variasi biaya pendidikan di setiap sekolah yang memberatkan orang tua. Oleh karena itu harus dicari standardisasi biaya minimal sekolah agar tidak merugikan orang tua. Parameter yang dipakai Dewan Pendidikan Gresik untuk menentukan standar tersebut diantaranya biaya-biaya pokok yang dikeluarkan orang tua sekolah untuk biaya alat-alat sekolah, seragam, hingga prasana sekolah.

Dari berbagai indikator yang ada akan diperoleh biaya minimal yang harus ditanggung orang tua, dan dipilah mana biaya pendidikan yang ditanggung sekolah, pemerintah dan orang tua serta masyarakat. Semua ada standarnya sebab sebenarnya biaya pendidikan itu tanpa batas. "Berapa pun biayanya selalu kurang. Buktinya meskipun ada bantuan operasional sekolah (BOS) dan sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) dihapuskan selalu masih ada tarikan untuk siswa," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik, Chusaini Mustaz mengemukakan penarikan uang gedung mestinya dilakukan pada saat mulai tahun ajaran baru. Hal itu diawali komite sekolah mengajak orang tua untuk menyampaikan kebutuhan pembangunan sekolah. "Kebutuhan masing-masing biaya harus dimusyawarahkan dulu. Sekolah tidak dibenarkan memutuskan sumbangan secara sepihak," jelasnya.

Terkait besarnya tarikan untuk orang tua siswa baru di SD Negeri Sidokumpul II Gresik Anggota Komite Sekolah Abdul Harus Irianto menjelaskan sumbangan uang gedung sebelumnya sudah dimusyawarahkan dengan pihak sekolah. Biaya pembangunan sekolah jika dikalk ulasi mencapai Rp 275 juta diantaranya untuk fasilitas perpustakaan Rp 181 juta, pembuatan taman adiwiyata Rp 25 juta, pengadaan lima unit komputer Rp 5 juta, pemasangan keramik di enam kelas Rp 38 juta. "Setelah dimusyawarahkan tiap satu siswa dikenai sumbangan bervariasi Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta," jelasnya.

Sementara itu pada penerimaan siswa baru SD Negeri Sidokumpul II tahun ajaran 2008/2009 tercatat ada 215 calon siswa dan diterima 105 siswa. Biaya uang pendaftaran Rp 40.000, biaya daftar ulang Rp 1,335 juta, dan sumbangan sarana prasarana minimal Rp 2 juta hingga Rp 3,5 juta. (ACI)            

Dibangun, 160 Kelas dari Bambu

Jum'at, 02 Oktober 2009 SOREANG, (PR).- 

Lihat juga di website kabupaten Bandung ini.

Untuk mengatasi kekurangan tenda, Pemkab Bandung akan mendirikan 160 bangunan kelas darurat dari bilik bambu untuk kegiatan belajar-mengajar (KBM) para murid yang sekolah mereka ambruk diguncang gempa.

"Bantuan tenda peleton untuk sekolah-sekolah darurat memang sudah mulai datang. Nanti sore (kemarin-red.) akan datang 40 tenda peleton dari 60 tenda bantuan dari Unicef," kata Bupati Bandung H. Obar Sobarna di sela-sela kunjungan ke korban gempa di Haurgombong, Desa Jagabaya, Kec. Cimaung, Kab. Bandung, Kamis (1/10).

Ikut dalam kunjungan tersebut, Ketua DPRD Kab. Bandung H. Toto Suharto, Kapolres Bandung Ajun Komisaris Besar Imran Yunus, Dandim 0609 Kab. Bandung Letnan Kolonel Kav. Yanuar Adil, dan sejumlah kepala dinas terkait. Peninjauan tersebut sekaligus survei untuk pelaksanaan praktik kuliah dari mahasiswa akademi militer AD, AU, AL, dan akademi kepolisian mulai 9 Oktober mendatang.

Selain itu, sebanyak 25 tenda peleton yang sudah tidak dipakai oleh pengungsi, akan digunakan untuk sekolah darurat. Meski begitu, kata Obar, kebutuhan tenda untuk sekolah darurat masih belum terpenuhi. Untuk pelaksanaan sekolah darurat di Kab. Bandung, setidaknya dibutuhkan 367 tenda peleton.

Untuk alas duduk, para murid akan menggunakan tenda-tenda bantuan Departemen Sosial (Depsos) yang sudah tidak digunakan lagi oleh pengungsi. "Jumlah tenda yang bisa digunakan untuk alas duduk sebanyak 260 buah, sesuai permintaan Dinas Pendidikan. Namun, kalau ada kekurangan, kita akan kirim lagi," kata Kepala Dinas Sosial Kab. Bandung H. Yoyon Setiawahyono.

Sekolah bilik

Saat meninjau ke SDN Pangalengan 1 dan SDN Pangalengan 2, Obar melihat pelaksanaan KBM di tenda kurang efektif karena jarak antartenda terlampau dekat. Para murid pun harus berdesak-desakkan di dalam tenda. Belum lagi kurangnya cahaya yang masuk meski pada siang hari. "Meski namanya darurat, lebih baik cari lahan yang lebih luas agar jarak antartenda tidak berimpitan," ujar Obar.

Sekolah di tenda juga membuat murid kurang nyaman. "Semakin siang, udara di dalam tenda makin panas sehingga membuat murid tidak bisa konsentrasi belajar," ucapnya.

Untuk itu, ungkap Obar, Pemkab Bandung telah mempertimbangkan untuk memperbanyak sekolah darurat dari bilik bambu. Ia menilai, sekolah dari bilik bambu jauh lebih layak meski ukuran ruangannya sekitar 5 x 5 meter. Di dalamnya bisa dilengkapi dengan meja dan kursi untuk para murid.

"Bahan-bahan bekas reruntuhan, seperti genting, kusen, atau triplek juga masih bisa dipakai sehingga biaya membangun satu sekolah bambu cukup Rp 12,5 juta," tutur Obar saat meninjau sekolah darurat dari bambu di SD Sukalaksana 2, Desa Kertamanah, Pangalengan.

Plt. Kepala Disdikbud Kab. Bandung Juhana mengatakan, ke-160 ruang kelas dari bilik bambu akan dibangun di tiga kecamatan. "Sebanyak 115 kelas di Pangalengan, 33 kelas di Kertasari, dan 15 kelas di Rancabali," katanya. (A-71)***

10 April 2010

PP 11/2010 Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa berdasarkan Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hak atas tanah hapus antara lain karena diterlantarkan;
b. bahwa saat ini penelantaran tanah makin menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat serta menurunkan kualitas lingkungan, sehingga perlu pengaturan kembali penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar;
c. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, tidak dapat lagi dijadikan acuan penyelesaian penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar sehingga perlu dilakukan penggantian;

SBY dan Wisata Lumpur

Kompas, Jumat, 9 April 2010

Oleh Subagyo

Beberapa hari lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi lokasi lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. SBY mengusulkan agar danau lumpur itu dijadikan lokasi wisata geologi.

Namun, SBY hanya bisa mengimbau agar pihak yang berkewajiban (Lapindo Brantas Inc) segera menyelesaikan pembayaran kepada korban tepat waktu.

Sebagian aktivis dan relawan pendamping korban lumpur Lapindo menilai, wisata lumpur adalah gagasan tidak bermutu. Warga korban lebih berharap Lapindo Brantas Inc dan pemerintah segera menyelesaikan masalah sosial yang mereka derita.

Meski sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), pelunasan ganti rugi tanah dan rumah yang terendam lumpur pada sebagian besar korban Lapindo belum beres.

Dalam debat calon presiden 2009 yang ditayangkan di televisi, SBY berjanji mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam penanganan lumpur Lapindo. Ternyata, setelah jadi presiden, SBY hanya mengamandemen Perpres No 14 Tahun 2007 jo Perpres No 48 Tahun 2008 dengan Perpres No 40 Tahun 2009 yang justru memperingan kewajiban Lapindo dan lebih membebani APBN.

Saya tidak tahu apakah SBY pernah membaca hasil penelitian Tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Hasil penelitian itu menunjukkan, wilayah sebelah barat danau lumpur Lapindo sangat tidak layak huni sebab kandungan gas hidrokarbonnya (HS) 55.000 ppm. Ambang batas untuk kesehatan maksimum 0,24 ppm.

Sudah ada korban Lapindo asal Kelurahan Siring yang meninggal pada 2008 akibat gas beracun itu, yaitu Soetrisno, Yakup, dan Luluk.

Setahu saya, belum ada satu pun pihak atau lembaga yang meneliti dampak gas beracun lumpur Lapindo, misalnya, berapa jumlah korban yang sakit dan meninggal, sehingga belum ada data untuk acuan. Ini menunjukkan, pemerintah terlalu cuek, tidak bertanggung jawab.

PBB—dalam hal ini United Nations Disaster Assessment and Coordination (UNDAC)—pada Juni-Juli 2006 pernah memantau lumpur Lapindo. Dalam laporannya, UNDAC menulis, meski tak ada informasi lebih lanjut tentang ukurannya, konsentrasi 700 ppm bisa berdampak langsung dan akut pada kesehatan manusia dan berakibat kematian. Gagasan wisata lumpur yang diusulkan SBY

belum didasari data yang benar dan akurat. Memang, jika kita datang ke tanggul lumpur Lapindo, ada ”kreativitas” para korban Lapindo yang jadi pemandu ”wisata lumpur”. Mereka ini sudah lama kehilangan pekerjaan begitu lumpur menghabisi nasib mereka.

Gagasan wisata lumpur harus diteliti dan dikaji lebih jauh, menyangkut keselamatan (kesehatan) rakyat. Gas HS dan lain-lainnya yang merupakan senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) sangat berbahaya bagi kesehatan, dan dalam kadar tertentu akan berdampak jangka panjang, berupa kanker.


Negara kalah?

Saat ini yang dibutuhkan para korban Lapindo adalah ketegasan Presiden SBY yang sudah mengambil alih penyelesaian masalah lumpur Lapindo. Namun, bukan dengan gagasan-gagasan muluk yang tidak karuan, apalagi jika malah membahayakan.

Nasib rakyat korban tidak boleh lagi digantung dengan alasan-alasan privat korporasi, seperti kesulitan finansial Lapindo akibat krisis ekonomi global dan susur tembakau itu. Lapindo Brantas Inc adalah anak korporasi Grup Bakrie yang terkenal kebesarannya dan merambah berbagai sektor energi negara ini. Jika nasib korban Lapindo terus digantung dengan alasan-alasan privat seperti itu, ini tanda negara telah kalah dan dikalahkan kehendak korporasi.

Mengapa Presiden tampak lemah, tidak mampu menegakkan Perpres No 14 Tahun 2007 yang dibuatnya sendiri, dengan membiarkan Lapindo mencicil dan mempersulit pembayaran kepada warga korban? Mengapa Presiden tidak menggunakan otoritas

yang dibenarkan secara hukum? Misalnya, dengan mencabut izin Lapindo Brantas Inc serta mengambil alih sumur-sumur gas produktif di Blok Brantas.

Jika Grup Bakrie melawan, Presiden harus bertindak selaku pemerintahan, misal dengan memailitkan demi kepentingan umum. Bersamaan dengan itu, pembayaran kepada korban Lapindo diselesaikan dengan uang negara lebih dulu, mengacu pada saran Badan Pemeriksa Keuangan dalam laporan audit 29 Mei 2007.

Akhirnya, apakah kita akan menjadi turis wisata ketidakberdayaan negara melawan korporasi dan derita rakyat korban? Negara ini sudah dilahap kompeni asing, masa juga disantap kompeni domestik. Capek deh!


Subagyo Advokat dan Pekerja Sosial; Mantan Anggota Tim Investigasi Komnas HAM dalam Kasus Lumpur Lapindo

Gaharu Buatan Balitbang Kehutanan

REKAYASA HASIL HUTAN

Kompas, Jumat, 9 April 2010

Oleh Nawa Tunggal

Bagi awam, kerap kali gaharu dikenal sebagai pohon berkayu wangi layaknya kayu cendana. Padahal, berbeda sama sekali. Gaharu pun sekarang bukan melulu berkah alam tanpa campur tangan manusia karena ditemukan metode produksi gaharu buatan yang tak kalah dengan yang alami.

Di Bogor, Jawa Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kehutanan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan mengembangkan rekayasa produksi gaharu buatan.

Risetnya dimulai sejak tahun 2000. Riset itu menunjukkan keberhasilan dalam waktu satu sampai dua tahun terakhir ini.

Gaharu itu sendiri sebagai hasil persenyawaan enzim jamur tertentu yang menginfeksi kayu jenis tertentu pula. Persenyawaan itu menghasilkan damar wangi yang kemudian dikenal sebagai gaharu.

Kayu yang mengandung damar wangi atau gaharu kategori paling bagus atau kelas super mencapai harga Rp 50 juta per kilogram. Melalui metode penyulingan, gaharu umumnya dimanfaatkan sebagai pewangi.

Kepala Bidang Puslitbang Hutan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Sulityo A Siran mengatakan, gaharu mulai diendus pula untuk obat herbal berbagai jenis penyakit berat, seperti tumor, kanker, lever, tuberkulosis, dan ginjal.

Soal pepatah, ”Sudah gaharu, cendana pula!”, menurut Sulistyo, itu hanyalah pepatah untuk menguatkan suatu hal. Gaharu beraroma wangi. Tentu akan wangi berlipat-lipat jika gaharu terdapat di kayu cendana yang memang sudah wangi. ”Pada kenyataanya, gaharu tidak pernah berada di kayu cendana,” ujarnya.

Teknik budidaya

Beberapa jenis tumbuhan berpotensi untuk memproduksi gaharu sudah dieksplorasi. Jenis tumbuhan itu meliputi Aquilaria spp, Aetoxylon sympetallum, Gyrinops, dan Gonsystylus.

Berbagai jenis tumbuhan itu tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Tetapi, keberadaannya sekarang mulai langka.

Masyarakat juga sulit mengenali jenis tumbuhan tersebut. Salah satu jenis Aquilaria di Kalimantan dikenal dengan nama lokal karas. Keberadaannya mulai jarang dijumpai pula.

Teknik budi daya gaharu dengan cara penginfeksian jamur pembentuk gaharu ke dalam batang pohon potensial. Isolat jamur penginfeksi atau pembentuk gaharu sudah dieksplorasi Balitbang Kehutanan dengan hasil diperoleh dari genus Fusarium dan Cylindrocarpon.

Saat ini diperoleh dari genus Fusarium sebanyak 23 isolat jamur. Empat isolat jamur Fusarium paling cepat menginfeksi kayu berpotensi menjadi gaharu.

”Dalam satu bulan kayu yang diinfeksi dengan keempat isolat jamur tersebut sudah mampu menunjukkan tanda-tanda keberhasilannya,” kata Sulistyo.

Kemudian gaharu buatan itu bisa dipetik pada usia satu hingga tiga tahun. Pohon potensial yang dipilih untuk membentuk gaharu, yang sudah berdiameter lebih dari 15 sentimeter dan usianya di atas 5-6 tahun.

Untuk menyuntikkan isolat jamur penginfeksi, sebelumnya pohon potensial dilukai. Pada bagian pelukaan tersebut, isolat jamur disuntikkan. ”Dalam satu pohon disuntikkan isolat jamur pada 200 sampai 300 titik pelukaan batang,” kata Sulistyo. Dalam pelukaan kemudian terjadi infeksi jamur yang membentuk warna kehitam-hitaman.

Selama tiga tahun, semburat warna kehitaman itu akan menyebar ke atas dalam jarak hanya 3-4 sentimeter saja. Semburat warna kehitam-hitaman pada serat kayu itulah yang disebut gaharu.

Selama ini gaharu alam yang paling bagus disebut gaharu super yang berwarna hitam pekat, padat, keras, mengilap, dan beraroma kuat khas gaharu.

Gaharu super tidak menampakkan serat kayunya. Bentuknya seperti bongkahan yang di dalamnya tidak berlubang.

”Klasifikasi mutu gaharu ditetapkan ada enam. Berturut-turut dari yang paling bagus, yaitu kelas super, tanggung, kacangan, teri, kemedangan, dan cincangan,” kata Sulistyo.

Kelas cincangan merupakan potongan kecil-kecil dari kayu yang terinfeksi menjadi gaharu. Meskipun tidak berwarna kehitaman atau tidak mengandung getah gaharu, kelas cincangan masih menunjukkan aroma khasnya. Biasanya, gaharu ini digunakan untuk pembuatan dupa atau hio.

Dalam proses produksi gaharu buatan, yang sangat penting dikuasai adalah proses pembenihan, persemaian, penanaman, dan pemeliharaan pohon-pohon berpotensi gaharu.

Tidak kalah pentingnya, yaitu tahapan pembentukan isolat jamur yang akan diinfeksikan. Metodenya, meliputi isolasi jamur pembentuk yang diambil dari jenis pohon penghasil gaharu.

Setelah jamur berhasil diidentifikasi kesesuaiannya, kemudian diperbanyak ke dalam media cair atau padat. Isolat jamur hasil perbanyakan pun siap disuntikkan ke pohon berpotensi gaharu.

Gabah Turun Jadi Rp 2.000 Per Kg

Gabah Turun Jadi Rp 2.000 Per Kg

Bulog Diminta Percepat Pembelian
Jumat, 9 April 2010

Semarang, Kompas - Panen raya padi kali ini tidak membuat petani gembira. Harga gabah kering panen dengan kualitas standar di tingkat petani hanya Rp 2.000 per kilogram. Harga itu lebih rendah Rp 640 per kilogram dari harga pembelian pemerintah untuk gabah kering panen.

Oleh karena itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, Kamis (8/4) di Jakarta, meminta agar Perum Bulog segera menurunkan satuan tugasnya ke lapangan untuk membeli gabah petani. ”Bila tidak, kerugian yang diderita petani akan semakin besar,” kata dia.

Di Jawa Timur, rendahnya harga GKP di tingkat petani karena gabah petani tidak terserap pengusaha penggilingan. Alasannya, dana pengusaha penggilingan macet di pasar.

Pada panen kali ini, rata-rata kadar patahan (broken) beras di sejumlah wilayah di Jatim 25-30 persen. Padahal, Bulog hanya boleh menyerap beras dengan kadar patahan 20 persen.

”Karena tidak bisa dijual ke Bulog, beras dijual ke pasar. Sayangnya, pembayaran di pasar kurang lancar sehingga pengusaha penggilingan tidak punya modal lagi,” kata Winarno.

Akibat tidak ada penyerapan, gabah petani tidak terbeli. ”Saya sudah minta Bank BRI dan Bukopin menambah alokasi kredit pada pengusaha penggilingan agar mereka bisa membeli gabah lagi,” ujarnya.

Ketua KTNA Lumajang Hartono menyatakan, kualitas GKP petani sebenarnya masuk kategori standar karena kadar air 20-25 persen. Namun, GKP dengan kualitas itu dihargai rendah oleh pedagang penggilingan. ”Kerugian petani pada musim panen kali ini besar bila pemerintah tidak segera turun tangan menaikkan harga beras,” katanya.

Dengan menghitung selisih harga jual dengan HPP rata-rata Rp 300 per kg, untuk 1 juta GKP yang tidak terserap akan mengakibatkan kerugian petani hingga Rp 300 miliar.

Pantauan per 7 April 2010 menunjukkan, harga GKP petani di Kabupaten Lumajang, Jatim, Rp 2.300 per kg. Harga GKP di Bojonegoro lebih rendah, Rp 2.000-Rp 2.150 per kg. Di Banten, juga dilaporkan rendah.

Hartono meminta Bulog segera turun tangan. Kalau perlu, mengecek ke perusahaan penggilingan untuk melihat kualitas gabah yang digiling atau turun langsung ke petani.

Melihat rendahnya harga gabah, petani minta pemerintah memperlunak kebijakan penyerapan beras. Kadar broken dikurangi dari maksimal 20 persen jadi 25 persen dan butir hampa dari 3 persen jadi 5 persen.

Menurut Sekretaris Jenderal Dewan Tani Indonesia Anggawira, pemerintah daerah seharusnya tidak tinggal diam melihat harga gabah petani jatuh. Pemda seharusnya memiliki mekanisme untuk menyelamatkan petani.

"Bulog tidak bisa dipaksa membeli beras kualitas rendah, apalagi beras Bulog akan diberikan kepada rakyat miskin dalam bentuk raskin," katanya.

Menanggapi jatuhnya harga gabah di tingkat petani, Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi berpendapat, itu hanya di sejumlah wilayah. Secara umum, rata-rata harga GKP per Maret 2010 masih di atas Rp 2.800 per kg.

"Karena itu harus dicari solusi, apalagi kalau sifatnya lokal,” ujarnya. (MAS/HAN)

Perhutani Memperluas Hutan Pinus

Perhutani Memperluas Hutan Pinus


Selasa, 2 Maret 2010

BANDUNG, KOMPAS - Perum Perhutani berencana memperluas hutan pinus di wilayah Jawa Barat pada 2010 hingga 100.000 hektar dari sebelumnya 60.000 hektar. Perluasan ini guna mendukung peningkatan produksi minyak gondorukem yang ditargetkan meningkat 60 persen, melalui pembangunan pabrik baru di Sukabumi.

Kepala Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten Bambang Setiabudi, Senin (1/3) di Bandung, mengatakan, produksi gondorukem pada 2009 sekitar 10.000 ton per tahun. "Pembangunan pabrik gondorukem yang rencananya berlokasi di Sukabumi meningkatkan kapasitas produksi hingga 16.000 ton per tahun," katanya.

Fasilitas pabrik gondorukem di Sukabumi akan ditingkatkan untuk menghasilkan produk turunan gondorukem, seperti bahan cat, campuran bahan kosmetik, dan tinta pena. Saat ini permintaan pasar gondorukem yang berbahan baku getah pinus di dunia sangat besar, seperti ke Eropa, Amerika Serikat, India, dan China.

Pada 2009, dari total produksi getah pinus, sekitar 70 persen diolah menjadi minyak gondorukem, dan 15 persen menjadi terpentin. Permintaan minyak gondorukem dunia tinggi, yakni mencapai 900.000 ton. Namun, karena keterbatasan lahan pinus, Perhutani Jabar-Banten baru mampu memenuhi sekitar 5 persen di antaranya.

Wilayah Jabar, ujar Bambang, berpotensi menjadi salah satu produsen getah pinus karena iklim yang cocok dengan tanaman tersebut. "China juga menjadi salah satu produsen gondorukem, tetapi di sana produksi bisa terhenti apabila musim salju. Dari sisi kualitas, minyak gondorukem Indonesia juga lebih bagus," katanya.

Harga minyak gondorukem di pasar dunia fluktuatif. Pada 2008 harganya hanya 900 dollar AS per ton, tetapi pada 2009 melonjak hingga 1.500 dollar AS per ton. Ini yang membuat Perhutani menilai pengembangan produksi minyak gondorukem cukup prospektif.

Desain ulang hutan

Kepala Humas Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten Ronald Suitela menambahkan, pihaknya akan menanam pinus pada lahan kosong dalam program reboisasi, dan mendesain ulang hutan yang kurang produktif. Penghasilan dari getah pohon bisa menjadi solusi jangka panjang pelestarian hutan, sekaligus meningkatkan proyeksi peningkatan pendapatan Perhutani. Hingga kini produksi getah pinus terbesar di Sukabumi, Kuningan, Garut, dan Sumedang.

Keberadaan pohon pinus dengan sejumlah produk turunannya berbeda dengan hutan jati yang selama ini menjadi andalan Perhutani. Pendapatan kayu jati, murni hanya dari kayu. Adapun dari pinus, keuntungan bisa diraih hanya dengan mengambil getahnya, sementara kayunya dipertahankan. Komoditas lain yang potensial diambil getahnya adalah pohon damar untuk produksi minyak kopal (bahan dasar cairan pelapis kertas atau campuran parfum). (GRE)




USUT KORUPSI PERTANAHAN


Jakarta, Rabu, 31/03/10

Kejaksaan Terus Selidiki Dugaan Korupsi Prona 2008

Kamis, 8 Oktober 2009 Indramayu (ANTARA News) - Kejaksaan Negri Indramayu, Jawa Barat terus melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi Prona 2008 yang melibatkan pejabat BPN Indramayu.

Kepala Kejaksaan Negri Indramayu Kusnin SH di Indramayu Kamis mengatakan, semua kasus korupsi akan kami tindak lanjuti seperti Prona 2008, dalam kasus pembuatan sertifikat gratis mestinya masyarakat tidak dipungut biaya kembali karena sudah tersedia anggaran dari pemerintah.

"Anggaran telah disediakan bantulah masyarakat kecil, kasihan mereka harus mengeluarkan uang kurang dari Rp1,5 juta hanya untuk mendapatkan sertifikat, padahal sertifkat tersebut gratis," ujarnya.

Dia menambahkan,korban dalam dugaan kasus korupsi prona 2008, rakyat kecil yang sehari-hari hanya sebagai petani dimana pengasilan mereka terbatas, mestinya pejabat BPN punya hati nurani menginjak daerah miskin bukan menekan bahkan memungut mereka dengan nilai uang hingga milyaran.

Menurut dia, kapan kota penghasil minyak ini akan berubah, kalau korupsi terus merajalela di setiap sektor, kita harus segera hentikan perbuatan jahat mereka, karena merusak dan menghancurkan kemajuan di Indramayu,

Sementara itu Kepala seksi Pidana Khusus Drs Mahfudiyanto SH mengaku, kasus prona sudah masuk ketahap penyelidikan dimana semua pihat yang terlibat dimintai keterangan.

"Kami akan terus berusaha untuk membukitkan dugaan kasus korupsi, yang dilakukan oleh pejabat BPN Indramayu dalam proyek pembuatan sertifikat gratis (PRONA) 2008, semua pelaku akan ditindak tanpa membedakan statusnya," tandasnya.

Ia menambahkan,kejahatan korupsi membahayakan pembangunan di Indramayu, untuk itu kami harus segera mengambil tindakan tegas, supaya mereka jera dan tidak mengulangi perbuatan jahat tersebut, harapan kami semua kasus korupsi dapat diselesaikan di pengadilan dengan hukuman yang setimpal.

H.Dartem seorang warga yang dipungut biaya dalam pembuatan sertifikat gratis mengaku, kecewa setelah mengetahui bahwa tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan sertifikat tersebut.

"Uang yang harus kami keluarkan kurang dari Rp1,5 juta, uang tersebut terpaksa disediakan karena keinginan tanahnya bersertifikat," ujar Dartem.(*)

Pengunjuk Rasa Tuntut KPK Tuntaskan Korupsi di BPN Sidoarjo

Senin, 04 Mei 2009 JAKARTA--MI: Massa yang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Senin (4/5), mendesak dituntaskannya dugaan korupsi Rp24 milliar di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo, Jawa Timur.

Pengunjuk rasa yang mengatasnamakan Lingkar Aksi Berantas Korupsi Indonesia (Labirin) itu terdiri dari berbagai elemen masyarakat, di antaranya mahasiswa, pemuda dan masyarakat antikorupsi asal Jawa Timur (Jatim).

"Kami mendesak KPK segera turun tangan untuk mengusut dugaaan korupsi yang dilakukan Kepala BPN Sidoarjo,"ungkap Kordinator Lapangan (Korlap) Labirin Fauzan ditemui di sela-sela aksi unjuk rasa.

Selain membagi-bagikan selebaran kepada pengguna jalan, unjuk rasa yang dijaga belasan polisi dari Polres Jakarta Selatan tersebut juga dilakukan dengan berorasi di pintu masuk kantor KPK.

"Dugaan korupsi yang dilakukan Kepala BPN Sidorajo itu bermula dari sengketa tanah di Desa Peranti, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, seluas 24 hektare antara Puskopkar (Pusat Koperasi Karyawan) Jatim dengan pihak PT Fortuna Harisindo Diantama,"ujar Fauzan.

BPN Sidoarjo kata Korlap Labirin itu, terindikasi berpihak kepada PT Fortuna Harisindo Diantama, karena mengeluarkan kebijakan dengan memberi peta bidang tanah yang disengketakan, tanpa mempertimbangkan riwayat kepemilikan tanah yang disengketakan itu.

"Riwayat tanah itu menunjukkan secara sah dimiliki oleh Puskopkar Jatim. Namun, pihak BPN Sidoarjo terindikasi berpihak pada salah satu pihak bersengketa sehingga tindakan tersebut kami nilai tidak memenuhi rasa keadilan hukum," ujarnya.

Pengunjuk rasa akhirnya membubarkan diri setelah perwakilan mereka diterima anggota KPK. Namun, mereka berjanji akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dengan massa yang lebih besar jika KPK tidak merespon laporan mereka.

"Kami akan datang dengan massa yang lebih besar jika KPK tidak merespon laporan tersebut. Kami telah menyampaikan data-data dugaan korupsi tersebut dan jika lima hari tidak ada respon dari KPK, kami akan kembali berunjukrasa," ungkap Korlap Labirin itu. (Ant/OL-01)

Giliran Mantan Kepala BPN Dan Sekda Banyuwangi Ditahan

detikSurabaya, Jumat, 29/08/2008
(Dugaan Korupsi Tanah Lapter)

Zaini


Banyuwangi - Satu persatu tersangka kasus dugaan korupsi lapangan terbang (Lapter) Banyuwangi ditahan. Setelah kemarin Efendi yang berperan sebagai calo dalam pembebasan tanah untuk lapter ditahan, hari ini giliran dua orang yang di tahan pihak kejaksaan.

Mereka adalah Nawolo Prasetyo, mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi dan Sudjiharto, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Banyuwangi.

Nawolo yang kini masih aktif sebagai kepala BPN Sangata, Kalimantan timur di resmi di tahan pihak kejaksaan, Jumat Pagi (29/8/2008). Setelah itu giliran Sudjiharto yang ditahan. Dengan menggunakan mobil tahanan Kejaksaan Negeri, Nawolo dan Sudjiharto kemudian di bawa menuju Lembaga Pemasyarakatan Banyuwangi di Jalan Letkol Istiklah.

Ketua Satgas Pengusutan Kasus Korupsi Pengadaan Tanah Lapter Mohamad Anwar mengatakan Nawolo berperan sebagai pihak yang melegalisir sertifikat tanah yang diajukan oleh Efendi sebagai calo pembebasan tanah Lapter. Ini berlangsung antara tahun 2003 hingga 2005. "Seharusnya dia bisa memfilter, kan ada aturannya," beber Nawolo.

Sementara Sudjiharto dianggap bertanggung jawab atas pencairan dana yang di gunakan untuk pembebasan tanah untuk lapangan terbang yang berlokasi di Desa Blimbingsari kecamatan Rogojampi. "Dia yang melegalisir, dia juga di panitia anggaran. Kalau dia bisa memfilter maka uang tidak akan cair," jelas Anwar pada sejumlah wartawan di kejaksaan negeri Banyuwangi Jalan Jaksa Agung Suprapto.

Sementara itu penahanan Sudjiharto mendapat reaksi dari kuasa hukumnya, Yun Suryotomo. Menurut pengacara asal Surabaya ini, ada yang tidak sesuai prosedur dala proses penyidikan dan penahanan. Namun sayangnya Yun menolak untuk menjelaskan lebih lanjut.

"Yang pasti kami akan melakukan pra Peradilan dan melaporkan hal ini pada komnas HAM," tegasnya beberapa saat seteah kliennya di bawa menuju Lembaga pemasyarakatan.

Setelah penahanan Nawolo dan Sudjiharto, dari tujuh tersangka yang sudah di tetapkan Kejaksaan Agung hanya tiga tersangka yang belum ditahan yakni, Sugiharto, mantan Kabag Perlengkapan Pemkab Banyuwangi, Suharno Mantan PLT Kepala BPN Banyuwangi serta Sugeng Siswanto Mantan Camat Kabat.

Sementara mantan Bupati Banyuwangi Samsul Hadi, kini sedang menjalani hukuman penjara dalam kasus korupsi pengadaan dok apung. (bdh/bdh)

09 April 2010

Ada Potensi Korupsi di Badan Pertanahan Nasional

Kompas/antikorupsi,org, Jumat, 28 Oktober 2005

Layanan jasa bagi masyarakat di Badan Pertanahan Nasional atau BPN berpotensi menimbulkan peluang pungutan liar (pungli) dan munculnya korupsi. Jumlah pungli dan korupsi bervariasi, bergantung layanan yang diberikan di loket Kantor BPN. Semakin rumit layanan, semakin besar pula jumlah pungli dan korupsi. Demikian temuan yang dipaparkan oleh Direktur Monitor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Roni Irham Maulana di aula Kantor BPN, Jakarta, Kamis (27/10).

Dalam acara tersebut hadir Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki dan Kepala BPN Joyo Winoto. Temuan itu merupakan hasil pantauan KPK selama Juli-Agustus 2005 di Kantor BPN Wilayah Jakarta Selatan. Pemantauan dilakukan atas sepengetahuan BPN sehingga, kata Roni, selama pemantauan berlangsung, pegawai BPN menjadi "baik-baik".

Pemantauan dilakukan menggunakan kamera video, observasi langsung, atau wawancara. Temuan KPK antara lain menyebutkan, terjadi kontak langsung antara masyarakat sebagai pengguna jasa dan pejabat "back office", atau di luar loket resmi. Akibatnya, itu berpotensi menimbulkan transaksi di luar layanan sesungguhnya. Dalam jumpa pers,

Taufiequrrahman Ruki menyampaikan, KPK sudah menyelesaikan kajian pelayanan publik di bidang pertanahan. Berikutnya, menyusul bidang imigrasi dan bidang lainnya. Kajian ini dalam upaya meningkatkan pelayanan publik, sebagai bentuk reformasi birokrasi di Indonesia. "Saat ini indeks persepsi korupsi di Indonesia 2,2. Turun dan naiknya indeks ini ditentukan oleh pelayanan publik, seperti kepolisian, pajak, dan sebagainya," kata Ruki. (idr) Sumber: Kompas, 28 Oktober 2005

Diduga Terlibat Korupsi Dana PPAN dan IP4T Rp23 M, Mantan Kakanwil BPN Sumut Diadili

Diduga Terlibat Korupsi Dana PPAN dan IP4T Rp23 M, Mantan Kakanwil BPN
Sumut Diadili

Medan, (Analisa), 26/1/2010

Diduga terlibat korupsi dana Program Pembaharuan Agraria Nasional
(PPAN) dan Inventarisasi Penggunaan Pemanfaatan Pengawasan Pemilikan
Tanah (IP4T) tahun 2008, total senilai Rp23 miliar, mantan Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Negara (Kakanwil BPN) Sumut, Horasman
Sitanggang diadili di PN Medan, Selasa (26/1) .

Sidang perdana dengan majelis hakim diketuai Asmui, tim Jaksa Penuntut
Umum (JPU) di antaranya Juni Hariaman dan Ida Bagus mendakwa terdakwa
dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UURI No.31 tahun 1999 tentang
tindak pidana korupsi (tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

JPU menuturkan, terdakwa bersama saksi R Jojor Sitorus selaku Kasubbag
Perencanaan dan Keuangan Kanwil BPN Sumut dan Samuel M Simatupang
selaku Kasi Survei Potensi Tanah pada BPN Sumut, diduga melakukan
tindakan korupsi proyek tersebut yang terjadi di 10 kabupaten/kota di
Sumatera Utara.

Dana tersebut ditargetkan mampu mengerjakan 57.674 bidang, namun dalam
pelaksanaannya hanya mampu mengerjakan 46.100 bidang dengan realisasi
anggaran sebesar Rp18.778.028. 038.

Namun pada pelaksanaan pengerjaan proyek di 10 kabupaten/kota
dikenakan biaya pemotongan sebesar tujuh persen dari jumlah dana yang
dikucurkan ke masing-masing kabupaten/kota, termasuk di dalamnya dana
taktis. Sehingga terkumpul dana dari hasil pemotongan sebanyak
Rp562.068.360,.

Dari perbuatan pemotongan dana PPAN 2008, indikasi mark-up biaya
pengukuran dan membuat pertanggungjawaban fiktif pengukuran keliling
desa dan pengolahan data berhasil mengumpulkan dana taktis senilai
Rp2. 319.770.360, di antaranya sekitar Rp1.300.000.000 berada pada
Bendahara pengeluaran Kanwil BPN Sumut, Ruslan SE. Adanya pemotongan
tersebut negara dirugikan sebesar Rp2 miliar. Usai pembacaan dakwaan,
majelis hakim menunda persidangan hingga Selasa depan dengan agenda
pembacaan eksepsi terdakwa. (dn)

Banyaknya Saksi Kasus Korupsi BPN Tangerang Membuat Sidang Molor

Senin, 10 Maret 2003 TEMPO Interaktif, Jakarta: Molornya proses pengadilan kasus korupsi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tangerang, Banten, menurut Ketua Majelis Hakim yang memimpin sidang, Zainal Arifin SH, disebabkan banyaknya saksi yang harus diperiksa jaksa. Hal tersebut dikatakan Zainal kepada wartawan di ruang kerjanya, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Senin (10/3).
Namun Zainal tidak menyebutkan berapa jumlah saksi yang diperiksa. "Banyak sekali yang diperiksa, saya tidak tahu pasti jumlahnya" ujarnya. Zainal yang juga Wakil Ketua PN Tangerang menepis anggapan bahwa lambatnya proses pengadilan tersebut merupakan kesengajaan majelis hakim.

Kasus korupsi BPN dengan terdakwa Satmojo, Kepala BPN pada 1998, berawal ketika badan tersebut melakukan gerakan Proyek Nasional Agraria Swadaya (Pronas) terhadap 2.000 bidang tanah di Kota Tangerang. Saat itu, tiap pemilik tanah dikenakan biaya Rp 600 – 700 ribu. Namun uang yang disetor ke kas BPN hanya Rp 130 ribu per orang. Dengan demikian negara mengalami kerugian lebih dari Rp 1 miliar.

Satmojo kemudian diadili dengan tuduhan tindak pidana korupsi yang merupakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang korupsi. Sidang itu sendiri telah dimulai sejak awal tahun lalu. Lazimnya, kata Zainal, sidang berlangsung tidak lebih dari enam bulan.

Zainal juga menambahkan, kasus tersebut akan kembali disidangkan di PN Tangerang, paling lambat Selasa (18/3) pekan depan dengan acara pembacaan duplik dari penasehat hukum terdakwa.

Mengenai Satmojo yang saat ini masih bebas, Zainal mengatakan bahwa pihaknya tidak melihat adanya urgensi untuk menahan yang bersangkutan. Proses pemeriksaan yang dilakukan oleh jaksa juga telah selesai. "Dia selalu hadir dalam sidang," kata Zainal. (Adek – Tempo News Room)

Kejari Palu Tahan Kepala BPN

indosiar.com, 18/7/2008, Palu - Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu, Andik Suparmin akhirnya ditahan tim penyidik Kejaksaan Negeri Palu dalam kasus dugaan pungutan liar pembuatan sertifikat tanah melalui program nasional di wilayah kota Palu. Dugaan pungutan mencapai milyaran rupiah.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu, Andik Suparmin menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Palu selama sekitar 7 jam secara tertutup. Menjelang malam, tim kejaksaan akhirnya mengeluarkan surat penahanan terhadap Andik Suparmin kemudian membawa Andik ke Rutan Maesa Palu menggunakan mobil tahanan Kejaksaan Negeri Palu.

Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Palu, Aman Sumantri penahanan dilakukan untuk memperlancar pemeriksaan dan untuk mengurangi tekanan sejumlah saksi dari kantor BPN Palu. Saat menuju mobil tahanan Andik Suparmin menangis dan tertunduk, bahkan sempat mengulur waktu sebelum keluar dari ruang pemeriksaan.

Sebelumnya tim penyidik kejaksaan juga telah memeriksa sekitar 31 kepala kelurahan di kota Palu karena pungutan terhadap para pemohon sertifikat tanah dilakukan ditingkat kelurahan atas permintaan BPN. (Pataruddin/Sup)

Kejaksaan Periksa Tersangka Korupsi BPN Indramayu

Sabtu, 16 Januari 2010 Kapanlagi.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Indramayu memeriksa tersangka kasus dugaan korupsi oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Indramayu Sur,terkait program Redistribusi 2008.
Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus Kejari Kabupaten Indramayu, Mahfudiyanto, kepada wartawan di Indramayu, Sabtu, mengatakan. pemeriksaan yang dilakukan kembali Tim Pidsus terhadap Sur untuk melengkapi data dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi redistribusi tahun 2008.

Dia mengatakan, setelah berkasnya selesai segera dilimpahkan ke Pengadilan Negri untuk disidangkan secepat mungkin,karena masih banyak dugaan kasus korupsi yang harus dituntaskan guna menegakkan keadilan di "kota mangga," itu.

"Selain dugaan korupsi Redis,Prona 2008 akan terus ditindak lanjuti supaya semua selesai pada awal bulan Februari 2010,kita belum mengarahkan apakah ada peningkatan status terhadap para pelaku Prona tersebut,"katanya.

Dia menjelaskan, pemeriksaan yang dilakukan terhadap saksi-saksi Prona masih berlangsung terutama Kepala Desa (Kuwu) sebagai rekanan kerja BPN di lapangan,bila mereka berani memberi keterangan yang tidak membantu pihaknya,maka tidak akan segan dijadikan tersangka karena menghambat dalam proses penyelesaian hukum tersebut.

Selama proses pemeriksaan sebagian Kuwu memberikan keterangan seadanya sehingga memudahkan penyelesaian lebih cepat kasus Prona,namun ada salah seorang Kuwu berani memberikan keterangan palsu,katanya.

"Pihaknya tidak segan akan menangkapnya dijadikan tersangka,karena telah berani memberikan keterangan tidak sesuai fakta,dalam waktu singkat Kuwu tersebut segera di periksa kembali,"katanya. (ant/cax)

FAKTA Minta KPK Usut Korupsi di BPN

FAKTA Minta KPK Usut Korupsi di BPN
Selasa, 30 Maret 2010

Jakarta - Puluhan massa yang tergabung  dalam Forum Antikorupsi dan Advokasi Pertanahan (Fakta) menggelar demonstrasi menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan korupsi yang ada di tubuh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Selain melakukan orasi, massa juga membakar sebuah miniatur mobil mini bus yang terbuat dari karton dan bambu bertuliskan 'Larasita'. Hal itu dilakukan sebagai bentuk kekecewaan massa, atas pengadaan mobil Layanan Masyarakat untuk Sertifikat tanah (larasita) yang dinilai merugikan APBN. Aksi juga sempat dihiasi dengan pagelaran seni budaya Reog Ponorogo.

Dalam orasinya Fakta meminta KPK memeriksa Kepala BPN Joyo Winoto, karena dianggap telah menyalahgunakan dana APBN dalam program pengadaan mobil Larasita tahun 2009 lalu, dan menyebabkan kerugian negara hingga Rp58 miliar. Menurut Fakta, PT Gexacom Intranusa dianggap tidak layak memenangi tender pengadaan mobil. Bahkan dalam pengadaan kapal, PT Merpati Marine.

Service sebagai pemenang tender bukan saja dianggap tidak layak, namun juga fatal. Pasalnya, perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkayuan, dan tidak ada sangkut pautnya dengan pengadaan kapal.

Selain itu, para demonstran juga meminta Presiden untuk mengambil langkah tegas terhadap Kepala BPN, yang telah memberikan informasi yang membingungkan bahkan cenderung menyesatkan rakyat mengenai larasati. "Kepala BPN Joyo Winoto harus dipanggil danh diminta pertanggung jawaban", teriak demonstran.(Dyt)

Kasus Korupsi BPN Segera Disidang

Sumut Pos, Thursday, 19 November 2009

MEDAN- Kasus dugaan korupsi di Badan Pertanahan Negara (BPN) Sumut yang melibatkan Kepala BPN Sumut, Horasman Sitanggang akan segera disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Pasalnya, saat ini tim pidsus Kejatisu sudah melakukan tahap pemberkasan (BAP) terhadap kasus dugaan korupsi Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) dan Inventaris Pengunaan Pemanfaatan Pengawasan Pemilik Tanah (IP4T) sebesar Rp26 miliar itu.

''BAP para pejabat BPN Sumut sudah sampai tahap pemberkasan yang dilakukan tim penyidik Pidsus," tegas Hal tersebut dikatakan Kasi Penkum/Humas Kejatisu Edi Irsan Tarigan SH pada wartawan Rabu (18/11).

Tarigan bilang, pemberkasan sudah hampir rampung dikarekan sudah cukupnya keterangan saksi dan barang bukti yang dimiliki pihak Kejatisu.''Ya semua yang menyangkut dugaan korupsi BPN Sumut sudah lengkap, hingga saat ini kita masih menyelesaikan pemberkasan dakwaan,''tegas Tarigan.

Tarigan juga mengaku dalam waktu dekat ini apabila pemberkesan dakwaan sudah rampung maka pihaknya akan segera melimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan untuk segera dilakukan persidangan.''Kalau berkas dakwaan itu telah selesai, maka secepatnya akan dilimpahkan ke persidangan, untuk memenuhi proses hukum lebih lanjut,''tukasnya.

Ditambahkan Tarigan lagi bahwa tidak semua tersangka disatukan dalam satu berkas perkara. Hal ini dikarenakan disesuaikan dengan peran tersangka masing-masing, dalam dugaan korupsi tersebut.  

Hingga saat ini para pejabat BPN Sumut yang sudah mendekam di dalam Rumah Tahanan (Rutan) titipan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas I A Tanjunggusta Medan, di antaranya mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, Horasman Sitanggang. Selain itu, Pejabat Pembuat Kesepakatan (PPK) BPN Sumut Samuel S, dan Kepala Sub Bagian Perencanaan Keuangan Kantor Wilayah BPN Sumut, R Jojor Br Sitorus ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) dan Inventaris Penggunaan Pemanfaatan Pengawasan Pemilikan Tanah (IP4T), sebesar Rp26 milar.

Mereka disangka telah melanggar perbuatan tindak pidana korupsi proyek tersebut  dengan cara memotong dan membuat kebijakan-kebijakan dalam penyaluran anggaran proyek pusat tersebut.

Dalam hasil pemeriksaan tercacat angka kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan mereka senilai Rp2,4 miliar. Mereka terjerat berdasarkan keterangan 15 orang saksi yang diperiksa penyidik. Dalam kasus ini para tersangka dijerat pasal 2 dan 3 UU No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.

Sementara itu tiga saksi itu yang sudah mengembalikan uang dalam masa penyelidikan, dan mereka bertindak kooperatif dalam penyidikan selama ini. Maka itu, mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka, ketiga saksi yang mengembalikan uang tersebut sebesar Rp125 juta.
Sebelumnya, tim penyidik Kejatisu juga telah menahan Kepala Sub Bagian Perencanaan Keuangan Kantor Wilayah BPN Sumut R Jojor Br Sitorus sebagai tersangka. Disebutkan, proyek nasional yang anggarannya Rp26 miliar ini meliputi Prona, retribusi, PPAN dan IP4T. Untuk PPAN dan IP4T di Sumut meliputi 57.674 bidang di 10 kabupaten/kota.

Terkuak setelah tim penyidik mencium adanya indikasi korupsi mark up pemberian honor dan pelaksanaan kerja yang fiktif, dalam proyek PPAN dan IP4T. Kendali proyek dipegang Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Sumut dan pekerjaannya dilaksanakan di 10 kantor pertanahan kabupaten/kota.(rud)


06 April 2010

Pacu Produksi dengan Intensifikasi - Antisipasi Banjir Harus Serius

Selasa, 6 April 2010 - Karawang, Kompas - Banjir yang tiga kali melanda Karawang dalam tiga bulan terakhir berpotensi mengancam produksi padi tahun ini. Intensifikasi perlu digencarkan untuk memacu produktivitas lahan.

Banjir semakin mengacaukan jadwal tanam yang sebelumnya mundur 1-2 bulan akibat pergeseran musim. Petani korban banjir kehilangan modal hingga jutaan rupiah dan rugi waktu karena harus menunggu air surut dan menanam ulang.

Menurut catatan Kompas, luapan Sungai Citarum di Karawang, hingga Senin (5/4), menggenangi 961 hektar sawah di sekitar Daerah Aliran Sungai Citarum di tujuh kecamatan. Sebanyak 794 ha di antaranya gagal panen, terdiri dari 774 ha padi usia 1-100 hari dan persemaian untuk lahan 20 ha.

Banjir itu mengulang peristiwa serupa di pesisir utara Karawang dua bulan sebelumnya. Pada pertengahan Januari banjir melanda 12.461 ha padi di 12 kecamatan dan menyebabkan 6.346 ha di antaranya puso. Pada pertengahan Februari banjir akibat luapan saluran pembuang menggenangi 2.340 ha di beberapa kecamatan. Petani di pesisir utara, melalui beberapa perwakilan di Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Tempuran, dan Pakisjaya, meminta pemerintah segera memperbaiki tanggul, mengeruk endapan, serta melebarkan saluran pembuang agar banjir tidak berulang. Sedikitnya lima petani menyampaikan hal itu saat Menteri Pertanian Suswono berkunjung, akhir Januari.

Adapun petani di kanan-kiri Sungai Citarum meminta pihak terkait mengantisipasi meluapnya sungai melalui perbaikan tata kelola waduk dan distribusi air. Harapan serupa disampaikan Arifin Kertasaputra, Sekretaris Daerah yang juga Ketua Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Karawang, akhir Maret.

Harus serius

Ketua Kelompok Dewi Sri di Desa Cariumulya, Kecamatan Telagasari, Akom Kartim (45); Ketua Kelompok Tani Sri Rejeki di Desa Lemahabang, Kecamatan Lemahabang, Subhan Efendi (40); dan pengurus Gabungan Kelompok Tani Bagja di Kecamatan Cilamaya Wetan, Toni Afandi (33), meminta pemerintah serius mengantisipasi banjir dan memacu produksi dengan intensifikasi. Salah satunya melalui pola budidaya system of rice intensification (SRI).

Pola SRI dinilai cocok untuk persawahan rawan kekeringan di pesisir utara menghadapi musim gadu ini. Penerapan SRI terbukti dapat menghemat air hingga separuh dari 8.000 meter kubik kebutuhan air per hektar per musim tanam.

Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Karawang Nahrowi Muhamad Nur menyatakan, anomali cuaca dan banjir menyebabkan mundurnya jadwal tanam di sebagian wilayah pertanian Karawang awal tahun ini. Namun, pihaknya optimistis mencapai target 1,37 juta ton gabah kering panen (GKP) tahun 2010.

Selain intensifikasi, pihaknya berharap bantuan pupuk dan benih dapat memotivasi petani untuk memacu produksi. Setelah membagikan 158.650 kilogram benih, 50 ton urea, 25 ton NPK, dan 25 ton pupuk organik untuk petani korban banjir, Januari lalu, pemerintah berencana menyalurkan 19.850 kg benih padi untuk petani korban banjir Sungai Citarum. Bantuan didistribusikan pekan ini agar petani dapat segera menanam lagi.

"Benih bantuan akan didistribusikan oleh PT Sang Hyang Sri ke 23 kelompok tani di enam kecamatan (minus Klari karena tidak ada puso) paling lambat Kamis pekan ini di bawah pengawasan Dinas Pertanian Karawang," kata Nahrowi.

Hingga akhir Maret Dinas Pertanian Karawang mencatat luas panen 19.000 ha dari luas tanam musim rendeng 94.311 ha. Produksi diperkirakan mencapai 136.800 ton GKP atau sekitar 9,9 persen dari target produksi tahun ini. (mkn)