22 September 2009

Pertanian Masuk Sektor Strategis

Sabtu, 19 September 2009

Jakarta, Kompas
- Pertanian merupakan salah satu sektor sangat strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi. Karena menjadi gantungan hidup lebih dari 100 juta penduduk Indonesia.

Menurut guru besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor, Hermanto Siregar, Jumat (18/9) di Bogor, Jawa Barat, selain menyerap lebih dari 44 persen total angkatan kerja, sektor pertanian juga penting dalam penyediaan pangan bangsa.

"Negara belum bisa dikatakan berdaulat kalau belum berdaulat atas pangan," kata Hermanto.

Karena sifatnya yang strategis, sektor pertanian hendaknya ditangani profesional dan jauh dari kepentingan jangka pendek. Selain sektor pertanian, dalam bidang ekonomi sektor strategis lainnya adalah Departemen Keuangan dan Departemen Perindustrian. Departemen Perindustrian sangat strategis meningkatkan nilai tambah produk.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya mengatakan, selaku kepala pemerintahan yang dipilih rakyat, ia tidak akan memilih tokoh dan orang di kalangan partai politik untuk menempati jabatan penting dan strategis dalam kabinet mendatang (Kompas, 18/9).

Harapan agar sektor pertanian ditangani serius juga datang dari Forum Pangan dan Pertanian Indonesia. Forum, antara lain, beranggotakan praktisi perunggasan, peternak sapi-kerbau, pengusaha hortikultura, petani kedelai, ataupun organisasi tani.

Menurut Ketua Perhimpunan Sapi Kerbau Indonesia Teguh Boediyana, kabinet mendatang harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kinerja kelembagaannya maupun perseorangan.

"Harus ada reevaluasi terkait berapa banyak uang yang sudah dikeluarkan pemerintah untuk pertanian dan apa capaiannya," katanya. Swasembada sapi, misalnya. Semula ditargetkan 2010, tetapi kini mundur tahun 2014.

Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola mengatakan, dalam era otonomi sekarang menteri pertanian tidak punya tangan yang bisa menjangkau ke daerah. "Kalau menterinya tidak profesional, akan lebih parah lagi," katanya.

Ketua Dewan Hortikultura Nasional yang juga Ketua Dewan Kedelai Nasional Benny A Kusbini menyatakan, Presiden tidak bisa lagi main-main menentukan Menteri Pertanian mendatang. "Menteri Pertanian harusnya memiliki kredibilitas tinggi, negarawan, dan mampu menjalankan apa yang sudah digariskan pemerintah," katanya. (MAS)

08 September 2009

PDIP Tak Mau Bertanggung Jawab atas Kegagalan Panen Petani

Kompas.com, Rabu, 10 September 2008

MEDAN, RABU - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan selaku pemberi
benih MSP kepada petani di Kabupaten Serdang Bedagai enggan
bertanggung jawab atas kegagalan panen petani yang menggunakan benih
tersebut. Menurut Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDIP Serdang Bedagai
Dolon JP Napitupulu, kegagalan panen petani yang menggunakan benih MSP
lebih disebabkan karena persoalan kelangkaan pupuk.

"Kami sudah dua kali berunjuk rasa ke kantor bupati dan DPRD Serdang
Bedagai, soal kelangkaan pupuk ini. Kalau tidak ada kelangkaan pupuk,
mestinya panen petani yang menggunakan benih MSP sesuai yang
diharapkan, " ujar Dolon saat dihubungi di Medan, Rabu (10/9).

Petani di Serdang Bedagai sempat tertarik menggunakan benih MSP,
karena selain dibagikan secara gratis oleh PDIP, petani juga
dijanjikan bakal menuai hasil panenan lebih banyak dibanding jika
mereka menanam benih yang biasa digunakan seperti Ciherang. Hasil
panen padi dengan benih MSP diklaim bisa mencapai lebih dari 10 ton
perhektar.

Namun kenyataannya, hasil maksimal yang didapat petani dengan benih
MSP hanya 5 ton perhektar. Di beberapa desa, malah hasil panennya
paling banyak 3 ton perhektar. Sedangkan, hasil panen petani yang
menggunakan benih Ciherang, rata-rata menc apai 7 ton perhektar.

Menurut Dolon, PDIP tak akan mengganti kerugian petani yang telah
menggunakan benih MSP. Selain lebih disebabkan karena persoalan
kelangkaan pupuk, Dolon mengungkapkan, benih MSP sebenarnya
diperuntukan bagi kader PDIP. Benih MSP ini sebenarnya untuk internal
kader partai. "Kalau orang lain tertarik ya silakan menggunakannya, "
katanya.

Saat Kompas menanyakan, mengapa PDIP berani memberikan benih yang
belum mendapat sertifikat dari Balai Sertifikasi Benih ke petani,
Dolon mengatakan, pemberian benih tersebut sebagai bagian dari upaya
agar MPS mendapatkan sertifikasi. "Ini kan masih dalam masa uji coba.
Uji coba ini tidak dilakukan hanya di Serdang Bedagai, tetapi berbagai
tempat di Indonesia, " katanya.

Wakil Bupati Serdang Bedagai Sukirman menolak anggapan, kegagalan
panen petani yang menggunakan benih MSP karena persoalan kelangkaan
pupuk. Menurut dia, petani Serdang Bedagai lainnya yang menggunakan
benih bersertifikat seperti Ciherang juga mengalami persoalan serupa.
Tetapi hasil panenan mereka tetap normal. Jadi ini (kegagalan panen
benih MSP) bukan karena kelangkaan pupuk. "Yang nanam pakai Ciherang
pun mengalami masalah kelangkaan pupuk," katanya.

Sukirman menilai wajar jika partai politik mencoba menarik simpati
pemilih dengan membagikan benih secara gratis. Namun menurut dia,
partai politik juga seharusnya tidak asal membagikan benih tanpa
sertifikat.

Padi adalah komoditas kultur teknis, bukan kultur politis. Tetapi jika
parpol-parpol mau menggunakan padi sebagai titik masuk ke masyarkat,
tentu sangat membantu pemerintah. Apalagi tenaga-tenaga penyuluh
pertanian dari pemerintah sangat kurang. Sebaiknya parpol
mengembangkan penyuluh swadaya dan mendampingi petani dengan varietas
yang sudah resmi dilepas atau benih bersertifikat, katanya.

Anggota DPRD Sumut dari Komisi B Abdul Hakim Siagian mengatakan,
kegagalan panen akibat pemberian benih tak bersertifikat merupakan
tindak pidana. Pemberi benih bisa dipidana karena dia memberikan benih
yang belum mendapatkan sertifikat resmi. "Apalagi kalau tanaman padi
ini langsung berhubungan dengan ketahanan pangan, " katanya.

Diterima Wakil Bupati, 1.000 Petani Membubarkan Diri

detik.com, Sunday, 05 July 2009

Sekitar 1.000 petani yang berdemo di Kantor Bupati Serdang Bedagai
(Sergai), Sumatera Utara (Sumut), Kamis (21/9/2006), akhirnya
membubarkan diri setelah Wakil Bupati Sergai Soekirman menyatakan
mendukung sikap petani yang menolak impor beras. Namun wakil bupati
menolak menandatangani berkas yang disodorkan petani.

Berkas yang disodorkan itu sebenarnya berisikan komitmen pemerintah
kabupaten dalam menolak impor beras masuk ke Indonesia, dan terutama
tidak sampai masuk ke Serdang Bedagai. Namun Wakil Bupati Soekirman
menyatakan, tidak dapat menandatangani berkas itu. Alasannnya, karena
dalam administrasi pemerintahan ada hal-hal yang harus diikuti. Ada
prosedur tetap.

"Tetapi kita mendukung sikap petani, menolak impor beras," kata
Soekirman yang disambut teriakan kegembiraan massa petani yang datang
dari berbagai kecamatan di kabupaten tersebut.

Soekirman juga menyatakan dalam perkembangan belakangan ini, pihaknya
terus berupaya melakukan perbaikan dalam bidang pertanian. Misalnya
dalam masalah pupuk. Semula kuota untuk Serdang Bedagai berjumlah 13
ribu ton, namun setelah diupayakan, akhirnya pemerintah pusat setuju
menaikkan menjadi 16 ribu ton. Perbaikan irigasi juga tengah dilakukan
di beberapa tempat.

"Dalam kasus tanah, saat ini juga ada tim yang tengah melakukan
pengkajian dan penelitian. Tetapi kebijakan mengenai ini merupakan
wewenang pemerintah pusat," kata Soekirman.

Sebelumnya saat berorasi, para petani yang dipimpin Ketua Serikat
Petani Serdang Bedagai (SPSB), yang juga bernama Sukirman, mendesak
agar 11 petani warga Desa Pergulaan, Kecamatan Sei Rampah, Sergai,
agar dibebaskan dari segala jenis tuntutan hukum.

Ke-11 petani itu saat ini berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri
Tebing Tinggi Deli karena dipersalahkan menggarap lahan PT PP London
Sumatera Indonesia Tbk. Petani mengklaim tanah tersebut merupakan
lahan mereka yang dirampas secara sepihak sejak tahun 1974.

Petani juga meminta segera dibebaskan tujuh orang petani warga Kampung
Bantan, Kecamatan Sei Rampah, yang saat ini sudah dipidanakan. Mereka
dipersalahkan dalam sengketa lahan dengan PT Soeloeng Laoet, sebuah
perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki konsesi di Sergai.
Dalam kasus ini, petani menyatakan mereka sebagai pemilik lahan yang
dirampas sejak tahun 1966.

Usai diterima wakil bupati, massa akhirnya membubarkan diri. Mereka
kembali ke Lapangan ke Lapangan Firdaus, Sei Rampah, sekitar 500 meter
dari Kantor Bupati Sergai. Termasuk dalam iring-iringan rombongan yang
meninggalkan kantor bupati itu, satu unit truk yang membawa lengkap
peralatan sound system.