31 Maret 2008

Kasus petani PERSIL IV deli serdang sumatera utara

bunga hitam <bungahitam@...> reports

Pada tahun 1940 rakyat telah mengusahai tanah dan mendirikan bangunan rumah sebagai tempat tinggal dan menanam berbagai tanaman seperti: pohon durian , jengkol, petai, pisang, jagung , padi, dan berbagai tanaman lainnya sebagai sumber ekonomi dan mata pencaharian petani.

Selanjutnya oleh Negara tanah tersebut dilegalisasi menjadi milik rakyat dengan alas hak sebagai TANAH SUGUHAN PERSIL IV , seluas lebih kurang 525 Ha terletak di wilayah Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli
Serdang, PROPINSI SUMATERA UTARA, dan ini adalah sah menurut hukum maupun dalam kebijakan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pada tahun 1972 masa pemerintahan rezim Orde Baru tanpa alasan yang sah secara hukum, tanah seluas +-525 ha di rampas oleh PTPN IX secara paksa (sekarang PTPN II) dengan cara mengusir paksa dan merubuhkan bangunan
rumah, menebang pohon dan tanaman-tanaman yang telah ditanam petani sebagai mata pencaharian atau sumber ekonomi di atas tanah tersebut, dan mengakibatkan petani dan keluarga mereka terlantar akibat kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Bahkan pihak PTPN II dengan seenaknya menanam pohon sawit dan karet di tanah masyarakat dan
hasilnya mereka nikmati tanpa memperdulikan alas hak dan kehidupan petani beserta keluarganya.

Karena pada masa itu (1972-1998) kondisi politik dalam negeri tidak memungkinkan untuk melakukan perlawanan atas tindakan semena-mena tersebut, akibatnya rakyat merasakan penderitaan yang sangat panjang.

Setelah menunggu cukup lama sampai pada akhirnya pecahnya reformasi (1998) peluang untuk mengambil kembali tanah yang di rampas tersebut terbuka, dengan terlaksananya pertemuan dengar pendapat Komisi A DPRD-TK II. Kab Deli Serdang yang pada saat itu dihadiri oleh Kepala Kantor Pertanahan Deli Serdang, ADM PTPN II (persero) Kebun Limau Mungkur, Camat Kecamatan STM Hilir, Kades Tadukan Raga, Kades Limau Mungkur, dan Kades Lau Barus Baru tentang permasalahan tanah rakyat pada tanggal 27 Oktober 1998, dimana telah menyebutkan beberapa poin diantaranya yaitu: tanah seluas +- 525 Ha tersebut tetap menjadi milik rakyat.

Oleh karena tanah terperkara seluas +- 525 Ha tersebut berada diluar areal tanah Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II, pada tahun 1999 tepatnya pada saat replanting, tanah tersebut telah di
usahai oleh petani sebagai alat produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi beberapa bulan berselang pada tahun yang sama PTPN II kembali mengambil paksa tanah dengan membabat habis tanaman palawija yang menghijau dan siap panen, bahkan para petani juga banyak yang menjadi korban kekerasan pihak TNI\POLRI hingga harus menjalani
operasi bedah rutin sampai saat ini, karena tidak adanya tanggung jawab dari para pelaku maka operasi bedah belum dapat dituntaskan sebab korban tidak lagi mampu membayarar biaya operasi rutin. Sejalan dengan itu, maka petani melakukan gugatan secara perdata kepada pihak
PTPN II untuk mengembalikantanah serta membayar ganti rugi peminjaman yang ditaksir sebesar 2,5 Milliar rupiah per tahun sejak tahun 1972 sampai ganti rugi tersebut dipenuhi.

Selain dari tuntutan tersebut diatas petani juga menuntut ganti rugi sebesar +- 74 Milyar Rupiah karena telah dianggap melanggar hak azasi manusia (HAM). Dengan tuntutan seperti itu maka PTPN II melakukan banding sampai akhirnya mereka mengajukan PK (peninjauan kembali) atas putusan Mahkamah Agung. Pada tahun 2005 petani kembaki melakukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan NO.69/PDT.G/2005/PN-LP. yang memutuskan bahwa tanah tersebut seluas 525 Ha adalah milik rakyat akan tetapi kembali lagi di ajukan banding oleh PTPN II dengan dalil bahwa pohon yang tumbuh diatas tanah tersebut adalah milik PTPN II, secara otomatis tanah tersebut belum dipastikan milik siapa. (tanah terperkara) sehingga kedua belah pihak tidak boleh menguasai lahan, namun tindakan sepihak telah dilakukan PTPN II melalui perjanjian dalam bentuk Kerja Sama Operasional (KSO)
dengan pihak ke III dengan isi perjanjian untuk memanen kelapa sawit diatas tanah terperkara tersebut.

Jelas ini adalah tindakan melanggar hukum, masyarakat yang merasa dirugikan segera memasuki lahan dan menguasai lahan yang mereka anggapadalah milik mereka dengan alas hak menurut hukum. Akan tetapi petani dilapangan mendapat halangan dari pihak TNI/POLRI yang belum jelas alasannya mereka berada dilokasi tersebut, sebab jika mereka di tanyai
tentang keberadaannya di lahan mereka hanya menyebutkan perintah atasan. Bahkan aparat TNI/POLRI yang ada melakukan penangkapan kepada beberapa petani yang coba memanen sawit, dengan senjata lengkap aparat akhirnya petani dipaksa mundur dari lahan. Dan pihak ke III tersebut secara bebas melakukan aktifitas memanen diatas tanah rakyat. Merasa tidak puas masyarakat kembali melakukan perlawanan dengan menghadang truk pengangkut buah sawit milik PTPN II dengan cara berbaris tanpa senjata. Karena supir truk takut menabrak petani yang sebagian besar adalah ibu-ibu maka kendali diambil alih oleh salah satu aparat kepolisian yang berinisial bripka K. Sihite dan serta merta menabrak petani yang melakukan perlawanan dan akhirnya 3 orang ibu-ibu menjadi korban keganasan pihak POLRI dan harus dirawat inap di rumah sakit.

Kejadian ini lantas membuat masyarakat petani menjadi trauma untuk datang kelahan, bahkan nyaris melupakan haknya atas tanah dan sampai saat ini petani di intimidasi dengan aksi-aksi militerisme oleh pihak TNI/POLRI.

Oleh karena itu berdasarkan keyakinan dan bukti-bukti sejarah yang kami miliki serta melanjutkan perjuangan orang tua kami yang menjadi korban kekejaman PTPN II, kami dari :

GERAKAN TANI PERSIL IV (GTP-IV) dan SOLIDARITAS MAHASISWA Untuk PERJUANGAN RAKYAT (SMAPUR)

Menuntut

1. Negara harus mengembalikan dan mengganti rugi lahan masyarakat ( Tanah Persil IV Seluas 525 Ha) yang di rampas oleh pihak PTPN II di Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

2. Panglima TNI/KAPOLRI untuk menarik dan menindak tegas anggotanya dari tanah rakyat karena melakukan intimidasi, kekerasan terhadap petani di Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Provinsi
Sumatera Utara.

3. Negara harus mengembalikan kepemilikan hak dan pengelolaan tanah untuk petani Indonesia.

( GTP – IV Deli Serdang, SMAPUR, FAM BSI, JAMMOER, FIS – UMB, JAO, Red Rebel )

HUKUM GERAKAN TANI ADALAH PENGUASAAN ATAS TANAH !!!

GERAKAN TANI PERSIL IV (GTP-IV) DAN

SOLIDARITAS MAHASISWA UNTUK PERJUANGAN RAKYAT (SMAPUR)

Posko Perjuangan; Pondok TB Dusun Lau Barus, Desa Lau Barus Baru,
Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang. Sumatera Utara.


Tuntutan

URAIAN PERMASALAHAN TANAH PERSIL IV SELUAS 525 HEKTAR YANG TERLETAK DI
DESA LIMAU MUNGKUR, DESA TADUKAN RAGA DAN DESA LAU BARUS BARU
KECAMATAN. STM HILIR KABUPATEN DELI SERDANG, PROVINSI SUMATERA UTARA

Dengan hormat.

Bersaman dengan ini kami yang mewakili kelompok tani Persil IV Desa
Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru Kecamatan STM
Hilir Kabupaten Deli Serdang menyampaikan permasalahan tanah kami
yang sampai saat ini masih dikuasain oleh PTPN II Tanjung Morawa Kebun
Limau Mungkur.

Bagi bahan pertimbangan Bapak/Ibu kami sampaikan Kronologis
permasalahan sebagai berikut :

1. Bahwa tanah kami tersebut diatas telah kami usahai sejak tahun
1940-an dan telah kami garap dan bercocok tanam dan tahun 1956 pada
kami telah diberikan surat izin garap berupa tanah suguhan dari
pemerintah kecamatan STM Hilir.
2. Tahun 1972 tanah tersebut diambil paksa oleh PTPN-II Limau
Mungkur, kami merasa keberatan dan oleh PTPN-II menjanjikan ganti rugi
tanah tersebut kepada kami, untuk memperoleh ganti rugi tersebut kami
harus menyerahkan kepada PTPN_II surat izin garap dan kalau tidak
diserahkan kami dibilang PKI.
3. Pada tahun 1996 kami mengadukan permasalahan ini kepada Bupati
Deli Serdang dan jawabannya dengan nomor. 593 / 15 RHS tertanggal 21
Februari 1997 agar kami menyelesaikan kasus ini secara hukum.
4. Berdasarkan Notulen Pertemuan dengar pendapat dengan komisi A
DPRD Deli Serdang hari selasa tanggal 27 Oktober 1998 yang dihadiri
oleh Kepala BPN Tk. II Deli Serdang, ADM PTPN-II Kebun Limau Mungkur,
Camat Kecamatan STM Hilir, Kepala Desa Lau Barus Baru, Kepala Desa
Tadukan Raga dan Kepala Desa Limau Mungkur tentang permasalahan tanah
masyarakat yang berlokasi di Persil IV, disimpulkan bahwa lahan yang
di garap masyarakat tersebut diatas seluas +- 600 Ha tidak termasuk
didalam HGU PTPN-II Kebun Limau Mungkur No. 0204.08.05.2.00001 dan
surat keputusan Mendagri tanggal 10 Maret 1975 No. SK.13/HGU/DA/1975
dan No. SK.13a/HGU/DA/1975 dan surat ukur tanggal 20 Agustus 1993 No.
1450/08/1993 yang luasnya 1.400 Ha.
5. Berdasarkan surat dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli
Serdang No. 410.874/P3/1999 tanggal 24 Maret 1999 perihal penjelasan
tanah Suguhan Persil IV yang terletak di Desa Tadukan Raga Kecamatan
STM Hilir Kabupaten Deli Serdang dinyatakan bahwa tanah yang dituntut
oleh masyarakat adalah diluar HGU PTPN-II Kebun Limau Mungkur.
6. Karena tidak ada penyelesaian dengan pihak PTPN-II Tanjung
Morawa maka kami menuntut melalui pengadilan yaitu :

1. Pada tahun 1999 kami menuntut pada tingkat Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam dan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan
No. 61/Pdt.G/1999 mengabulkan tuntutan masyarakat tanah seluas +- 922
ha dan ganti rugi material +- 74 Milyar Rupiah harus dibayar PTPN-II
kepada masyarakat dan PTPN-II banding.
2. Pada tahun 2000 Pengadilan Tinggi Medan dengan No.
230/Pdt/2000 memutuskan tanah seluas 922 Ha dan ganti rugi material +-
49 Milyar harus dibayar PTPN-II kepada masyarakat.
3. Pada tingkat Mahkamah Agung dengan No. 1611. K / Pdt /
2004 masyarakat kembali dimenangkan dengan putusan tanah seluas 922 Ha
dan ganti rugi material +- 49 Milyar Rupiah harus dibayar PTPN-II
kepada masyarakat.
4. Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 14/eks/2004/61/Pdt/99
PN-LP membuat penetapan eksekusi agar PTPN-II menyerahkan tanah seluas
922 Ha dan Material +- 49 Milyar Rupiah harus dibayar PTPN-II kepada
masyarakat paling lambat 8 hari lamanya sejak penegoran itu diberikan.
5. Upaya Peninjauan Kembali (PK) PTPN-II diterima oleh
Mahkamah Agung. Adapun Materi Peninjauan Kembali PTPN-II adalah :

1. Koperasi tidak berhak mewakili masyarakat untuk menuntut hak
karena bukan merupakan kepemilikan

2. Tidak dilakukannya sidang lapangan pada saat di Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam sehinggah perbatasan kabur

3. Adanya tanda tangan palsu dari anggota masyarakat kepada
pengurus koperasi

6. Karena PK PTPN-II diterima oleh Mahkamah Agung maka
masyarakat kembali menggugat PTPN-II Tanjung Morawa melalui Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam dan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Januari
2007 memutuskan tanah seluas 525 Ha dan ganti rugi +- Rp. 600. 000.
000,- diserahkan kepada masyarakat.
7. Saat ini PTPN-II sedang melakukan upaya banding ke
Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.

7. Saat ini Pihak PTPN-II Tanjung Morawa melakukan kegiatan dan
aktifitas setiap hari di lahan kami tersebut dengan Kerjasama
Operasional (KSO) dengan pihak :

a. CV. Bintang Meriah Sdr. M. Said Ginting atau dikenal dengan
Senjata Ginting

b. Koperasi Pengusaha Kecil Nuansa Baru ( Yusron Harahap )

8. Upaya KSO tersebut kami nilai adalah sebagai upaya provokatif
agar dilapangan menimbulkan suasana yang tidak kondusif dan akan
berpotensi terjadinya kerusuhan di lapangan karena pihak Senjata
Ginting melakukan upaya – upaya pemaksaan kepada anggota masyarakat
yang bertani dilahan tersebut. Upaya – upaya tersebut antara lain :

a. Oknum aparat yang ada di lapangan sering melakukan penembakan
– penembakan ke udara yang menimbulkan ketakutan kepada kami dan hal –
hal tersebut telah kami laporkan kepada pihak yang berwenang dalam hal
Pom Dam Medan.

b. Adanya Oknum Polres Deli Serdang (Bripka K. Sihite) yang
menabrak ibu – ibu dengan truk dan kami telah mengadukan hal ini ke
Propam Poldasu tapi sampai saat ini tidak ada tindakan nyata dari
atasannya.

c. Dengan cara menakut – nakuti masyarakat, Sdr Senjata Ginting
berupaya membeli Alas Hak yang dimiliki masyarakat, dengan ketidak
berdayaan masyarakat dan upaya yang sangat licik dari Sdr. Senjata
Ginting maka beberapa orang dari masyarakat telah mengganti rugikan
haknya secara terpaksa (politik Adu Domba).

d. Banyak anggota masyarakat dipanggil oleh pihak Polres Deli
Serdang yang membuat masyarakat menjadi trauma dan semakin takut
untuk menguasai lahannya.

e. Adanya pengrusakan yang dilakukan oleh orang – orang yang
tidak bertanggung jawab atas pagar dan prontal (penghalang) yang
dibuat oleh masyarakat untuk menghalau kegiatan yang dilakukan oleh
Senjata Ginting.

Perlu kami beritahukan kepada Bapak/Ibu meskipun putusan – putusan
pengadilan tersebut telah menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik
masyarakat tapi sampai saat ini masyarakat tidak bisa tenang untuk
bercocok tanam dilokasi tersebut karena adanya upaya – upaya
intimidasi yang dilakukan oknum – oknum aparat dari Polres Deli
Serdang, Polda Sumatera Utara maupun Kodim Deli Serdang.

Melihat uraian – uraian diatas maka kami dari :

GERAKAN TANI PERSIL IV (GTP-IV) dan

SOLIDARITAS MAHASISWA Untuk PERJUANGAN RAKYAT (SMAPUR)

Menuntut

1. Negara harus mengembalikan dan mengganti rugi lahan masyarakat
( Tanah Persil IV Seluas 525 Ha) yang di rampas oleh pihak PTPN II di
Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru
Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
2. Panglima TNI/KAPOLRI untuk menarik dan menindak tegas anggotanya
dari tanah rakyat karena melakukan intimidasi, kekerasan terhadap
petani di Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus
Baru Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara.
3. Negara harus mengembalikan kepemilikan hak dan pengelolaan tanah
untuk petani Indonesia.


cheker
ranteceleng

29 Maret 2008

Cari Kayu Bakar, Masuk Bui

RADAR JEMBER, 28 Mar 2008

LUMAJANG - Berawal dari niatan untuk mencari kayu untuk kebutuhan
bahan bakar sehari-hari. Namun tak disangka ulah itu malah menyeretnya
ke bui.

Pengalaman pahit itu menimpa Slamet, 22, dan Abdul Hamid, 27, warga
Dusun Dampar, Desa Bades, Kecamatan Pasirian. Dua orang itu digiring
polisi setelah tepergok merambah hutang lindung Tempursari, kemarin
sore.

Dari tangan mereka, polisi juga menyita rencek kayu yang dirambahnya
dari hutan lindung beberapa meter kubik dan dua unit sepeda yang
digunakan mengangkut.

Kanitreskrim Polsek Tempursari Aiptu Sumiran yang mendampingi Kapolsek
AKP M. Sidik, membenarkan hal ini. "Dari laporan yang saya terima,
kedua tersangka memang tepergok saat mengangkut kayu bakar yang
diambilnya dari hutan lindung setempat," katanya.

Penangkapan tersebut, bermula ketika kedua tersangka membutuhkan kayu
untuk bahan bakar dapur. Mereka merambah hutan dengan jalan mencari
kayu di hutang lindung itu. Selanjutnya, mereka merambah areal hutan
cagar alam di kawasan Tempursari.

Dipilihnya kayu bakar sesuai kebutuhan dan semampu mereka untuk
diangkut dengan menggunakan motor. Setelah kayu yang dicari cukup,
mereka akhirnya beranjak pulang. Namun, belum sempat kayu itu dibawa
pulang, mereka dikejutkan kedatangan aparat yang datang melakukan
operasi. Rupanya, mereka tidak sadar kalau perambahan hutan itu juga
merupakan bentuk pelanggaran. (vid)

26 Maret 2008

Kasus Alas Tlogo disidangkan

BBC Indonesia -- 26 Maret, 2008

Kasus penembakan di Alas Tlogo, Pasuruan, Jawa Timur yang menewaskan empat warga mulai disidangkan dengan terdakwa 13 anggota Marinir.

Dalam sidang pertama yang digelar di Pengadilan Militer Surabaya, para terdakwa melalui pengacara Ruhut Sitompul kembali minta maaf atas penembakan yang menewaskan empat warga pada tanggal 30 Mei 2007.

"Dalam sidang ini dengan segala kerendahan hati, kami turut berduka cita dalam peristiwa yang sama-sama tidak kami kehendaki," kata Ruhut.

Insiden penembakan ini terkait dengan sengketa kepemilikan lahan antara warga dan TNI AL.

Selain pembacaan dakwaan, sidang juga mendengar keterangan tiga saksi. Oditur menyampaikan telah memiliki 33 orang saksi korban, warga dan dokter.

Sidang pertama kasus ini berlangsung dengan pengawalan ketat.

Di samping anggota TNI AL, sejumlah warga Alas Tlogo juga dilaporkan hadir di ruang sidang.

Sidang 13 Marinir Kasus Alastolgo Dijaga Ketat

Rabu, 26 Maret 2008

TEMPO Interaktif, Surabaya
:Sidang perdana kasus penembakan di Desa Alastlgo, Pasuruan, Jawa Timur, yang melibatkan 13 anggota Pusat Latihan Tempur Marinir, di Pengadilan Militer III-12 Surabaya, Rabu (26/3), dijaga ketat. Sebanyak 1 peleton polisi ditambah puluhan TNI yang berpakaian loreng memeriksa setiap pengunjung mulai pintu masuk pengadilan. Selain menggeledah tas, aparat meminta pengunjung meninggalkan kartu identitas.

Sejak pagi, puluhan pengunjung berdatangan terutama ratusan prajurit dari Komando Latihan Marinir Gunungsari Surabaya. Selain itu, sebanyak 19 warga Alastlogo ikut mendengarkan sidang yang mengagendakan pembacaan dakwaan. Mereka didampingi Kepala Desa Alastlogo, Imam Subandi.

Sidang dimulai pukul 09.00 WIB dipimpin Letkol CHK Ya Akhmad Mulyono, sebagai hakim ketua. Ia dampingi dua hakim militer yakni Letkol Lau (Kh) Bambang Angkoso Wahyono dan Mayor CHK Joko Sasmito. Sedangkan yang menjadi oditur mliter masing-masing Mayor CHK Agung Iswanto, Kapten Sus Darwin Hutahean dan Kapten Laut (Kh) I Made Adiana.


Sementara 13 terdakwa didampingi oleh 35 pengacara dari kantor Ruhut Sitompul & Patners dan Dinas Hukum Korps Marinir Jakarta. Namun dari 35 pengacara yang hadir hanya 23 pengacara yang langsung dipimpin Ruhut Sitompul. "Sidang kali ini pembacaan dakwaan dan kalau tak ada eksepsi dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi," kata Humas Pengadilan Militer, Sukartono.

Adi Mawardi

13 Marinir Kasus Alastlogo Mulai Diadili

26/03/08

Surabaya (ANTARA News)
- Kasus penembakan warga Alastlogo, Kabupaten Pasuruan, Jatim, yang melibatkan 13 anggota Korps Marinir mulai diadili di Pengadilan Militer Surabaya, Rabu.

Sidang yang dipimpin Hakim Letkol (CKHK) Yan Ahmad Mulyana itu berisi agenda pembacaan dakwaan oleh Oditur Militer terdiri atas Mayor (CHK) Agung, Kapten (SUS) Darwin dan Kapten Laut (KH) Made.

Sidang juga dihadiri pengacara dari Lakumgham PKB Jatim yang mendampingi warga, sedangkan 13 Marinir didampingi pengacara antara lain Luhut Sitompul.

Sidang yang juga dihadiri 19 orang warga Alastlogo itu tampak mendapat pengamanan cukup ketat oleh Polisi, POM TNI AD dan Pomal. (*)

10.654 SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DISERAHKAN KEPADA MASYARAKAT BLITAR, PROVINSI JAWA TIMUR

BPN RI, PUSAT HUKUM DAN HUMAS

Masyarakat Blitar sudah merasa lega pasalnya apa? Karena Bapak Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang diwakili oleh Bapak Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan, Bapak Dr. Yuswanda A.T, CES,DEA telah menyerahkan sebanyak 10.654 sertipikat Hak Atas Tanah kepada masyarakat yang berasal dari 9 (sembilan) Desa, yaitu; Desa Ngaringan, Desa Gadungan, Desa Sumberagung, Desa Sumberurip, Desa Kalimanis, Desa Resapombo, Desa Bumirejo, Desa Sidomulyo dan Desa Balerejo.

Penyerahan sertipikat tersebut merupakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) Tahun 2007 (Reforma Agraria), yang diserahkan secara simbolik kepada 9 (sembilan) orang pada hari rabu, tanggal 27 Pebruari 2008 di Pendopo Bupati Kabupaten Blitar, disaksikan oleh pejabat dari jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Pusat dan Daerah, unsur muspida Kabupaten Blitar, anggota DPRD Kabupaten Blitar, dan Dinas/instansi di lingkungan Pemda Kabupaten Blitar serta dari pejabat Provinsi Jawa Timur.

Bapak Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan dalam sambutannya menyatakan bahwa Kabupaten Blitar dengan luas wilayah 158.790 KM, jumlah penduduk 1.297.000 jiwa sebagian wilayahnya merupakan tanah Negara, baik perkebunan, eks perkebunan, perhutani.

Untuk mengatasi persoalan dan mencegah meluasnya persoalan pertanahan dan tidak optimalnya produktifitas tanah di Kabupaten Blitar, pada tahun 2007 Kabupaten Blitar dipilih sebagai pilot project pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional yang ditandai dengan pensertipikatan tanah negara eks perkebunan yang telah ditegaskan menjadi objek landreform.

Pada acara yang sama Bapak Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan memberi piagam penghargaan kepada Bupati Blitar sebagai Kepala Daerah yang berjasa di bidang pertanahan.

Bapak Harry Noegroho sebagai Bupati Kabupaten Blitar mengharapkan bagi penerima objek landreform agar betul-betul memanfaatkan dan mengelola tanah secara baik. (BPN RI, PUSAT HUKUM DAN HUMAS)

Warga Stres, Tiga Bulan Tidak Memiliki Penghasilan


KOMPAS/M SYAIFULLAH /
Sebanyak 33 keluarga atau 113 jiwa warga Desa Tanah Abang, Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (25/3), mengungsi dan tidur di tenda. Permukiman mereka terendam banjir setinggi satu meter selama lebih dari 12 jam.
Rabu, 26 Maret 2008

Tuban, Kompas - Sejumlah warga Bojonegoro, Lamongan, dan Tuban, Jawa Timur, stres. Selama lebih dari tiga bulan, berulang kali lahan pertanian dan tambak mereka terendam luapan Sungai Bengawan Solo.

Wilayah yang berulang kali terendam banjir adalah Kecamatan Kanor, Bojonegoro; Kecamatan Widang, Tuban; dan Kecamatan Laren, Lamongan.

"Ada sawah yang terendam saat mau panen. Ada yang tanam ulang dua kali terendam terus," tutur Sukaryadi (51), warga Desa Kanor, Kecamatan Kanor, Bojonegoro, Selasa (25/3).

Akibatnya, warga tidak punya nafkah untuk hidup sehari-hari. Untuk makan, warga mengandalkan bantuan dan utang. Yang masih punya uang berusaha berdagang, sedangkan perempuan menjadi buruh cuci di kota.

Untuk pergi ke luar desa, warga harus menggunakan sampan dengan tarif Rp 5.000 sekali jalan.

Angga, warga Desa Centini, Kecamatan Laren, Lamongan, mengatakan, warga depresi karena berulang kali kebanjiran. Saat ini warga butuh bantuan obat-obatan, peralatan memasak, serta bantuan untuk perbaikan rumah jika banjir telah surut.

Dinilai Lamban

Warga Kabupaten Madiun dan Ngawi, Jawa Timur, yang kebanjiran tiap musim hujan mengeluhkan lambannya tindak pencegahan dari pemerintah. Mereka juga mengeluhkan tidak adanya sistem peringatan dini dan lambatnya bantuan saat banjir.

Ketua RT 35 RW 10 Desa Mojorayung Juhari dan warganya, Yahmi, Selasa, mengatakan, tiap musim hujan, wilayahnya terendam banjir kiriman dari Gunung Wilis. Pada musim hujan kali ini, mereka lima kali kebanjiran.

"Pemerintah bilang sungai akan ditanggul dan dikeruk, tetapi belum ada realisasinya. Begitu pula rencana penyudetan sungai yang berhilir di Bengawan Madiun," kata Juhari.

Di Ngawi, tanggul di sepanjang Sungai Bengawan Madiun dan Bengawan Solo yang diharapkan warga bisa mencegah banjir belum juga dibangun.

Saelan dari Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo mengakui, dari hampir 600 km panjang Sungai Bengawan Solo, belum sampai separuhnya yang ditanggul. Hal sama terjadi pada Bengawan Madiun yang panjangnya 90 km. "Pembangunan tanggul dilakukan bertahap karena dana terbatas," kata Saelan.

Menurut Kepala Dinas Tata Kota Solo Agus Djoko Witiarso, Selasa, pemkot menyediakan sejumlah pompa air terutama di daerah langganan banjir serta berencana merelokasi 3.700 rumah di bantaran sungai.

Sementara itu, banjir di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa, makin meluas. Sedikitnya 33 keluarga atau 113 jiwa warga desa di kawasan perkebunan karet PTPN XIII mengungsi sejak Senin sore. Musibah banjir sering terjadi dalam tiga tahun terakhir karena daerah hulu Sungai Riam Kiwa nyaris gundul. Selain pohon ditebang, hutan jadi tambang batubara.

Menurut Zulkifli, Kepala Dinas Kehutanan Riau, Selasa di Pekanbaru, Riau tidak mampu menanggulangi banjir yang melanda wilayahnya tanpa koordinasi dengan Provinsi Sumatera Barat dan bantuan dari pemerintah pusat. "Pemprov Riau tidak mampu mengatasi banjir tanpa perbaikan di daerah aliran sungai di Sumbar," ujarnya.(ACI/APA/SON/FUL/SAH/CHE/WSI)

Petani Mogok, Argentina Dilanda Krisis Pangan

Rabu, 26 Maret 2008

BUENOS AIRES--MI: Protes selama dua minggu para petani Argentina akibat pajak baru, mulai menimbulkan kekurangan makanan, menambah tekanan bagi Presiden Cristina Fernandez agar menuntaskan konflik terbesar yang ia hadapi sejak berkuasa Desember.

Perdagangan di pasar biji-bijian dan ternak terbesar negara itu telah terhenti sejak mulainya pemogokan pada 13 Maret dan mengurangi pasokan daging dan sejumlah produk susu di toko-toko makanan.

Para petani memblokir jalan-jalan dengan traktor dan pengiriman biji-bijian sama sekali lumpuh selama protes. Argentina adalah salah satu pemasok utama dunia untuk kedelai, jagung, gandum dan daging sapi.

Para pemimpin pemogokan mengatakan protes akan berlanjut sampai pemerintah membatalkan rezim pajak ekspor baru, yang telah memberlakukan skala penurunan bea dan kenaikan besar pungutan atas kedelai dan penjualan bunga matahari.

Menteri Kehakiman Anibal Fernandez mengatakan kepada radio setempat pemerintah mau berunding namun tak membiarkan para petani berceloteh bagaimana seharusnya semuanya dikerjakan.

Para menteri pernah mengatakan pemogokan itu harus dibatalkan sebelum pembicaraan dapat dimulai.

Itu merupakan konflik terbesar yang pernah dihadapi Fernandez sejak berkuasa Desember dan menandai pemburukan hubungan yang tegang dengan petani, yang mengecam langkah-langkah anti inflasi seperti dalam larangan ekspor dan kendali harga.

Para pemimpin diperkirakan akan bertemu Selasa untuk memutuskan apakah akan melanjutkan protes mereka, yang telah mempengaruhi pengiriman biji-bijian.

"Pada saat ini, mayoritas (para eksportir biji-bijian) tidak beroperasi. Karena kami sama sekali tidak memiliki ternak, biji-bijian, minyak dan makanan," kata Alberto Rodriguez, direktur Pusat Ekspor Sereal (CEC) dan kelompok produsen minyak sayur CIARA.

Sejumlah eksportir mendeklarasikan force majeure akhir pekan lalu dikarenakan pemogokan tersebut, mengalihkan pengiriman kedelai ke Amerika Serikat, kata para pedagang AS.

Frustasi

Kelompok konsumen dan peritel mengatakan laporan kekosongan persediaan di supermarket dan toko grosir semakin meningkat saat protes berlanjut.

"Pada umumnya, barang-barang yang berkurang adalah daging sapi dan sejumlah produk susu," kata FABA, sebuah federasi yang menaungi toko-toko grosir kecil di seluruh negeri.

Protes di Argentina juga telah melemahkan nilai mata uang peso dikarenakan berkurangnya arus masuk dolar dari para eksportir pertanian.

Tetapi pemblokiran jalan telah menjadi aspek yang paling nampak dari protes tersebut. Di sejumlah wilayah, para pengemudi truk yang frustrasi mulai membersihkan sendiri barikade jalan bebas hambatan.

Para demonstran telah membolehkan truk lewat sepanjang mereka tidak membawa hasil-hasil pertanian.

Para petani di rintangan jalan membagikan pamplet, mengatakan pajak ekspor pemerintah yang besar mengambil (uang) dari komunitas desa kita, dari para pemilik toko kita dan industri kita. Dengan uang ini bisa ada lebih banyak investasi lagi, lebih banyak lapangan kerja dan masa depan yang lebih baik untuk setiap orang.

Para pejabat pemerintah telah mengeluarkan sinyal mencoba mengakhiri krisis dengan mengumumkan kesepakatan batas-harga atas pupuk dan usulan untuk membentuk sebuah badan khusus guna mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh para petani kecil.

Namun sejauh ini, hal itu belumlah cukup bagi para petani, yang mengatakan kenaikan pajak ekspor hanyalah yang terakhir dalam serangkaian kebijakan pemerintah yang akan berakhir dengan mengurangi output pertanian.

Pemerintah menggunakan pungutan atas ekspor biji-bijian untuk memperbesar pendapatan negara pada saat harga komoditas tak biasanya tinggi, dan mengekang inflasi tinggi lokal, khususnya jenis makanan dasar. (Rtr/Ant/OL-06)

Lahan Pertanian Air Asin

aardappels-rooienPertanian Air Asin bermasa depan cerah. Ini bukanlah isapan jempol belaka tapi sudah menjadi kenyataan. Dengan semakin menipisnya lahan pertanian dunia, tidak ada pilihan lagi bagi para petani di sekitar pantai selain menanam tanaman yang bisa tumbuh dengan air asin. Vrije Universiteit di Amsterdam saat ini tengah mengembangkan sebuah proyek yang bertujuan mengembangbiakkan tomat dan kentang yang bisa tumbuh di daerah pantai.

Menurut Dr. Bert de Boer dari BioSaline Innovation Centre Amsterdam, bagian dari Vrije Universiteit, kita tidak boleh membuang-buang waktu. Tiga ratus juta hektar lahan pertanian di seluruh dunia saat ini memakai air yang sebenarnya terlalu asin. Ini semua akibat semakin langkanya air tawar. Dua puluh persen lahan pertanian dunia saat ini sudah terlalu tinggi kadar garamnya sehingga berbagai tanaman pangan tidak bisa tumbuh lagi.

Naiknya permukaan laut telah memperparah situasi. Di berbagai negara dunia ketiga, seringnya banjir air laut menyebabkan rusaknya lahan pertanian. Negara-negara kaya yang mempunyai dam-dam untuk membendung air laut juga semakin sering mendapat masalah dengan naiknya air asin.

Pemecahan Alami
Untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia, dibutuhkan tanaman yang bisa tumbuh di tanah yang mengandung kadar garam tinggi. Untungnya ada tanaman yang secara alami bisa tumbuh di tanah asin. Para peneliti dari Vrije Universiteit saat ini tengah menyelidiki bagaimana tanaman-tanaman itu bisa bertahan dengan air asin. Berdasarkan penelitian itu nantinya akan dikembangkan tanaman pangan yang bisa hidup dengan air asin. Dr. de Boer menjelaskan:

"Banyak tanaman yang tumbuh di pantai. Mereka setiap harinya dibanjiri air laut yang mengandung garam. Tanaman itu justru tumbuh dengan cara menimbun garam pada daun dan batangnya. Garam bisa menyerap air, oleh karena itulah tanaman itu tidak pernah kekeringan. Cuma, mereka harus bisa menemukan cara agar tidak mati karena kebanyakan garam. Untuk itu, mereka menyimpan air garam secara terpisah dalam kantong-kantong kecil di sel tanaman. Nah, mekanisme penyimpanan air garam dalam kantong terpisah itulah yang ingin kita kembangbiakkan dalam berbagai tanaman pertanian seperti tomat dan kentang".

tomato_rows.jpgPeningkatan Mutu
Di laboratorium penelitian tempat Dr. de Boer bekerja terdapat ratusan tanaman contoh yang tumbuh di bak-bak yang airnya secara perlahan-lahan dibuat asin. Tanaman itu bukanlah tanaman pangan tapi tanaman liar yang bertahan dengan air asin. Dari berbagai tanaman itu diteliti persamaan mereka.

Gen-gen apa saja yang sama-sama mereka miliki. Dalam gen-gen itu bisa ditemukan kenapa mereka bisa hidup dengan air asin. Berdasarkan penelitian itu nantinya akan dikembangkan tanaman pangan yang bisa hidup dengan air asin. Dr. de Boer menjelaskan proses tersebut.

"Biasanya tanaman memiliki gen yang hampir sama. Karena sekarang berbagai gen tanaman sudah dipetakan, kita bisa cari di mana letak gen yang bersangkutan misalnya pada tomat atau kentang. Selanjutnya, bisa dicari jenis tomat atau kentang yang memiliki gen yang mampu menyimpan kadar garam dengan tinggi. Gen itu selanjutnya bisa dikembangbiakkan".

Dengan cara itu diharapkan dalam waktu sepuluh tahun ke depan kentang bisa ditanam dengan air laut. Prinsip yang sama bisa juga dikembangkan untuk berbagai tanaman lainnya seperti beras dan kacang-kacangan.

Menurut Dr. De Boer, satu hal tetap tidak akan berubah. Kita masih akan tetap butuh garam. Ini karena garam yang diserap kentang atau tomat disimpan dalam batang dan daun dan tidak pada buah atau akarnya.

25 Maret 2008

Perhutani Sayangkan Pihak Ketiga; Soal Tukar Guling Lahan Pengganti Hutan Grintingan

RADAR JEMBER, 21 Mar 2008

JEMBER - Kemelut antarwarga Grintingan, Desa Lojejer, Wuluhan, terkait tanah pengganti lahan hutan Grintingan, mengundang keprihatinan Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Jember. Kemelut itu dinilai tak bakal terjadi jika warga tak melibatkan orang luar.

Administratur Perum Perhutani KPH Jember Taufik Setyadi mengemukakan, untuk menghindarkan masalah, mestinya warga melibatkan Perhutani dalam proses pencarian tanah pengganti. "Saya eman," ujar Taufik mengomentari kemelut antarwarga Grintingan.

Dia mengatakan, jika proses tukar guling tanah hutan Grintingan sukses, hal ini bisa dijadikan percontohan untuk daerah lain. Apalagi, proses yang berjalan dalam kasus Grintingan sudah 90 persen. Sebab, Menhut memberi sinyal hijau selama tukar guling hutan menggunakan pola satu banding satu.

Dengan melibatkan Perhutani, lanjut dia, pertentangan antarwarga ketika mencari tanah pengganti bisa dihindarkan. Dalam proses tersebut, Perhutani bisa dilibatkan untuk melakukan survei calon tanah pengganti. "Saya jamin tak ada pungutan biaya apa pun. Tim itu nanti juga dibekali surat tugas resmi dari admnistratur," tegasnya.

Saat Perhutani terlibat dalam pencarian tanah pengganti, kata dia, Perhutani bisa menilai apakah calon tanah pengganti tersebut memenuhi syarat atau tidak. Karena, untuk bisa dinyatakan layak, tanah pengganti harus memenuhi syarat.

Syarat-syarat itu, antara lain, calon tanah pengganti harus "menempel" dengan hutan yang ada. Sehingga, ketika tukar guling sah, tanah pengganti itu bisa sambung dengan tanah hutan yang lain. "Untuk bisa melihat tanah mana yang bisa dimungkinkan dibeli sebagai tanah pengganti, perlu melihat peta. Dan Perhutani punya peta-peta hutan yang berbatasan dengan tanah milik PTPN, warga, atau PDP," paparnya.

Syarat lainnya, misalnya, tiap petak minimal seluas lima hektare dan berada di dekat kawasan hutan. Jika calon tanah pengganti dinyatakan memenuhi syarat, penjajakan dan negosiasi bisa dilakukan warga.

Seperti diketahui, di internal warga Grintingan saat ini muncul polemik. Pemicunya, sebagian warga menghendaki uang pembelian tanah pengganti yang diserahkan ke Panitia Tukar Menukar Tanah Grintingan ditarik kembali.

Sebagian warga itu menilai, tanah pengganti yang dijanjikan panitia tak kunjung ada. Untuk mencari tanah pengganti itu, panitia membuat kerja sama dengan Wakil Ketua DPRD Jember Mahmud Sardjujono. Dalam kerja sama itu, Mahmud menjadi perantara pembelian tanah. Hingga kini, panitia telah menyerahkan dana warga Grintingan sebanayak Rp 250 juat kepada Mahmud untuk biaya pembelian tanah pengganti.

Sekretaris Panitia Ismanto menyatakan, sebagian proses pembelian tanah pengganti sudah dilakukan Mahmud Sardjujono, wakil Ketua DPRD Jember yang menjadi perantara pembelian tanah. "Yang sudah dilakukan pembelian sekitar 6 hektare. Yang lainnya masih dalam proses," katanya.

Proses pembelian tanah yang sudah berjalan ada di Desa Sucopangepok, Jelbuk. "Sebagian tanah dalam proses karena masih ada sejumlah masalah. Pengukuran sudah dilakukan," ungkapnya.

Karena itu, Ismanto menyatakan siap menghadapi proses hukum jika ada sebagian warga Grintingan yang membawa persoalan ini ke jalur hukum. Sebab, panitia yakin tidak melakukan penipuan terhadap warga. "Tanah pengganti itu sudah ada. Sebagian sudah kami lihat," ujarnya.

Dia mengaku tak gentar jika ada warga yang melaporkan panitia. Bahkan, panitia siap melaporkan balik warga yang telah mempolisikan panitia. Hal itu akan dilakukan dengan disertai adanya bukti-bukti pembelian tanah pengganti. "Kami kan dituduh melakukan penipuan," ungkapnya.

Soal terlibatnya Mahmud dalam proses pembelian tanah pengganti ini, Ketua Panitia Kuwadi mengatakan, panitia memercayai Mahmud karena dinilai sukses mengurus pembelian tanah pengganti hutan Paleran pada 1980-an. Apalagi, Mahmud menawarkan harga tanah murah Rp 22,5 juta per hektare. Harga tersebut sudah termasuk biaya pengurusan akta pelepasan tanah dan sertifikasi hak milik.

Sedangkan Mahmud sejak awal mengaku hanya berniat membantu warag Grintingan. Apalagi, selama 1,5 tahun, warga Grintingan kesulitan mencari tanah pengganti. (har)

23 Maret 2008

5.000 ha Lahan Sawah Berubah Setiap Tahun: Perketat Alih Fungsi Lahan Pertanian

BANDUNG, (PR), 23 Maret 2008.- Gubernur Jabar Danny Setiawan menginstruksikan bupati/wali kota di Jabar, untuk memperketat alih fungsi lahan pertanian. Setiap tahun, sekitar 5.000 ha lahan pertanian di Jabar beralih fungsi menjadi lahan yang tidak produktif. Padahal, Jabar berupaya meningkatkan produksi padi hingga di atas 7 ton/ha.

"Saya akan membuat surat kepada para bupati, mempertegas surat-surat sebelumnya, agar mereka ikut mengontrol, mengawasi, dan mengendalikan alih fungsi lahan itu. Kalau pun ada alih fungsi lahan, itu harus mempunyai nilai plus. Contohnya, alih fungsi jadi pabrik yang bisa menyerap tenaga kerja yang banyak. Tapi, jangan sampai alih fungsi lahan untuk hotel-hotel yang tidak produktif," ujar Danny, ketika ditemui "PR" di sela-sela acara "Panen Raya Padi" hasil bantuan benih padi program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), di Kp. Si Jepat, Desa Majasetra, Kec. Majalaya, Kab. Bandung, Sabtu (22/3).

Tampak hadir, Ketua DPRD Jabar H.A.M. Ruslan, Ketua DPD Golkar Jabar Uu Rukmana, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar Lucky Rulyaman Djunaedi, Bupati Bandung Obar Sobarna, dan Anggota DPRD Kab. Bandung Denni Rukada.

Menurut Danny, untuk mengamankan lahan pertanian di Jabar, para bupati dan wali kota diminta memperketat perizinan. Mereka pun harus lebih selektif saat memberi izin alih fungsi lahan pertanian. Hal itu perlu dilakukan karena setiap tahun, pengembangan sawah baru di Jabar tidak lebih dari 1.000 ha. Padahal, produksi padi di Jabar diharapkan bisa ditingkatkan hingga 7-10 ton/ ha. Sementara, saat ini, produksi padi di Jabar baru ada pada kisaran 6,9 ton/ha.

"Kalau perlu, ada piala gubernur untuk KTNA (kelompok tani nelayan andalan) atau petani yang bisa meningkatkan produksi padinya lebih dari 6 ton/ha. Mun perlu, hadiahna naik haji jeung umroh," ujarnya. Pemberian hadiah itu diharapkan bisa memotivasi petani untuk meningkatkan produksi padi di Jabar.

Danny mengakui, meski core bisnis Jabar menitikberatkan pada usaha agrobisnis, tetapi banyak hal yang menghambat pengembangan pertanian di Jabar. Salah satunya, banyak buruh tani atau penggarap daripada jumlah pemilik lahan pertanian. Sedangkan petani pemilik lahan, rata-rata hanya memiliki lahan kurang dari 2,5 ha. Mereka pun sering dihadapkan dengan masalah pengadaan bibit dan pupuk. Akibatnya, tidak sedikit petani yang menjual lahannya, sehingga lahan itu beralih fungsi.

Untuk itu, katanya, guna menguatkan petani sehingga tidak menjual lahan itu, pengadaan bibit diharapkan bisa terus terkendali. Pemerintah pun harus terus bekerja sama dengan petani untuk meningkatkan produksi padi nasional. Apalagi, Jabar tercatat sebagai pelaksana program P2BN terbaik di Indonesia.

Kendala

Sementara itu, Ketua KTNA Kab. Bandung Nono S. Syambas mengatakan, hasil produksi padi saat ini, mengalami kenaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan itu dirasakan setelah ada bantuan pemberian bibit padi pada program P2BN. Ia pun berharap, kebutuhan pasokan padi di Jabar bisa dipenuhi oleh Kab. Bandung.

Meski begitu, lanjut Nono, untuk meningkatkan produksi padi, para petani masih dihadapkan pada berbagai kendala, seperti ketersediaan benih dan pupuk serta ketercukupan pengairan.

Selain itu, Majalaya sebagai sentra padi di Kab. Bandung, merupakan daerah industri. Akibatnya, tidak sedikit petani yang tergoda menjual lahannya kepada pihak industri. Untuk itu, diperlukan dukungan dari pemerintah agar pertanian bisa menjadi andalan bagi petani, sehingga pemiliknya tidak menjual lahan yang dimilikinya.

Bupati Bandung Obar Sobarna menyebutkan, berkat fasilitasi dari Gubernur Jabar, Kab. Bandung bisa mendapatkan bantuan benih padi dari program P2BN sebanyak 420 ton. Oleh karena itu, atas nama para petani di Kab. Bandung, ia menyampaikan terima kasih kepada gubernur.

Setelah acara panen raya, Gubernur menyerahkan bantuan kepada korban bencana alam di Kab. Bandung. Bantuan itu disampaikan melalui bupati, yaitu 2.000 kg beras, 2.000 mie instan, dan 1.000 kaleng sarden.

Ketahanan pangan

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar, Lucky Rulyaman Djunaedi, mengatakan, upaya menekan alih fungsi lahan akan sangat berpengaruh kepada tingkat ketahanan pangan. Alih fungsi lahan juga akan berdampak pada target dan perolehan padi per tahunnya.

Menurut dia, meningkatnya alih fungsi lahan pertanian juga berisiko terhadap meningkatnya peredaran beras impor. Sebab, alasan utama yang dilontarkan mereka yang berkepentingan memasukkan beras impor adalah pasokan beras lokal yang tak mencukupi dibandingkan besarnya tingkat konsumsi dan jumlah warga.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar, Rudy Gunawan menilai, upaya menekan alih fungsi lahan akan sangat bergantung kepada komitmen kepala daerah. Upaya mempertahankan lahan pertanian dan menekan alih fungsi, merupakan kewajiban moral bagi setiap kepala daerah.

"Maraknya keinginan pemekaran wilayah di Jabar, sangat berisiko memunculkan alih fungsi lahan pertanian. Setiap pemekaran wilayah, biasa diikuti pembongkaran lahan pertanian, terutama oleh perusahaan bisnis rumah, yang sebaiknya diperketat izinnya," ujar Rudy.

Ia mencontohkan, alih fungsi lahan pertanian yang parah sedang terjadi seiring terbentuknya Kabupaten Bandung Barat. Sejumlah perusahaan pengembang terus menghabisi lahan sawah produktif di Kec. Ngamprah dan Kec. Padalarang, yang sebelumnya justru dikenal sebagai salah satu sentra padi di Kabupaten Bandung. (A-81/A-136) ***

22 Maret 2008

Produksi Gabah Anjlok, Petani Salahkan Produsen Pupuk

Sabtu, 22 Maret 2008

Palembang, Kompas - Petani di Desa Bumi Agung, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir, yang merupakan sentra produksi beras di Provinsi Sumatera Selatan, menyalahkan produsen pupuk karena produksi gabah mereka anjlok. Mereka menduga, produksi anjlok karena memakai pupuk SP 36 produk CV APJ.

"Biasanya kami mendapat hasil 20 karung gabah setiap hektar, sekarang hanya 17 karung. Kami curiga karena memakai pupuk hitam (sebutan untuk pupuk SP 36 produk CV APJ) pengganti produk Pupuk Gresik," ujar Mat Lunto (35), petani setempat.

Menurut Mat Lunto, pada saat menanam, pupuk SP 36 produksi Gresik tidak ada di pasaran sehingga petani disarankan membeli pupuk "hitam". Petani kemudian membeli pupuk tersebut karena tidak ada pilihan sebab tanaman butuh pupuk SP 36.

Namun, setelah panen, hasilnya berbeda dibandingkan dengan panen tahun-tahun sebelumnya sehingga petani sangat yakin pupuk tersebut penyebab hasil pertanian mereka anjlok.

Sementara itu, Ali (34), petani setempat, mengutarakan, sebagian tanaman belum dewasa, padahal sudah waktunya panen. "Jadi, di antara tanaman yang siap panen, terdapat beberapa tanaman yang belum siap panen. Hal ini mungkin karena pupuk atau karena bibit yang dibagikan pemerintah kurang baik," ujarnya.

Kholijah, pedagang pupuk di Kecamatan Lempuing, mengatakan, pupuk SP 36 produk PT Pupuk Gresik memang tidak masuk lagi ke daerahnya pada musim tanam lalu. Kalaupun ada yang masuk waktu itu, harganya Rp 136.000 per karung atau jauh di atas harga normal Rp 90.000 per karung isi 50 kilogram.

"Saya sudah larang petani membeli pupuk hitam. Tetapi, masalahnya, tidak ada produk SP 36 lainnya dijual karena produk PT Pupuk Gresik tidak masuk lagi," ujar Kholijah.

Konsumsi beras

Dari Purbalingga, Jawa Tengah, dilaporkan, Pusat Pengolahan Hasil Pertanian Utama (Puspahastama) Kabupaten Purbalingga akan mengoptimalkan konsumsi beras pegawai negeri sipil (PNS) pada 2008. Meski tidak diwajibkan, pembelian beras dari Puspahastama dianggap sebagai bentuk kepedulian PNS kepada para petani Purbalingga.

Pada tahun 2007, dari sekitar 758 ton penjualan beras Puspahastama, pembelian oleh PNS baru 25 ton. Jumlah tersebut diharapkan meningkat hingga 80 ton pada tahun 2008.

"Gabah yang kami produksi menjadi beras adalah gabah yang tidak terbeli oleh mitra kontraktor atau Bulog. Biasanya, kualitas gabah semacam itu tidak cukup baik. Namun, dengan pengolahan maksimal, beras yang dihasilkan tidak kalah dengan beras lainnya," ungkap Direktur Puspahastama Wachdijono Sarno di Purbalingga, Rabu (19/3).

Dari sekitar 9.500 PNS di lingkungan pemerintahan Kabupaten Purbalingga, baru sekitar 37 persen atau 3.500 orang yang mengonsumsi beras Puspahastama. Menurut Wachdijono, memang belum ada kewajiban bagi PNS Kabupaten Purbalingga membeli beras dari Puspahastama.

Meski demikian, Puspahastama berupaya berkoordinasi dengan berbagai instansi pemerintah supaya jatah beras bagi PNS menggunakan beras hasil olahan Puspahastama. (A05/BOY)

Garut (Daerah) Tertinggal di Jawa Barat

Oleh: Sukron Abdilah

22-Mar-2008 - KabarIndonesia - Saya lahir di Garut. Daerah ini menjadi awal bagi saya untuk menghirup udara kehidupan. Tapi, pemberitaan yang menyatakan bahwa Kabupaten Garut merupakan daerah tertinggal di Jawa Barat, membuat saya tertegun. Mengapa? Sebab, daerah yang pernah dikunjungi oleh artis Hollywood tahun 20-an, Charlie Chaplin dan Ratu Belanda ini, tak seperti sebutan banyak orang: "Swiss van Java". Tepat kalau disebut "Somalia van Java", karena pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal di Indonesia baru sebatas 3-5 persen. Termasuk daerah Garut, tempat lahir saya.

Berbeda dengan daerah kota yang maju, pertumbuhan ekonominya sekitar 6-8 persen pertahun. Bukankah ini merupakan bentuk dari kesenjangan? Dan, Kabupaten Garut untuk tahun ini termasuk ke dalam 40 daerah tertinggal yang akan mengalami percepatan dari pemerintah. Alhamdulillah, semoga saja sepeninggal kepemimpinan Agus Supriadi,Kabupaten Garut bisa menaikkan harkat dan martabatnya.

Setelah saya membaca berita di H.U.Pikiran Rakyat, yang menyebutkan bahwa dari 32.000 desa di Indonesia, sekitar 10.000 desa di antaranya 3-5 tahun ke depan belum bisa teraliri listrik. Di Garut Selatan, dengan kecerdasan masyarakat perkampungan, ada yang membuat turbin pembangkit tenaga listrik swadaya. Jadi, sebetulnya urang Garut adalah manusia Indonesia yang potensial sekali melahirkan generasi yang tercerahkan. Lantas, kenapa urutannya di daerah Jabar menginjak posisi terakhir sebagai daerah tertinggal?

Padahal, alam dan masyarakat Garut sangat mendukung untuk terciptanya daerah yang maju dan berkeadilan. Bukan menjadi daerah yang tertinggal seperti yang sedang disandang saat ini.

Tah, kumaha atuh ka urang Garut anu di kota. Dalam memajukan daerah kelahirannya. Jangan seperti gegeden-gegeden yang sekarang menjabat sebagai orang terpenting di pemerintahan, tapi melupakan kulitnya (Kabupaten Garut). Di dalam pemilihan kepala daerah nanti, urang Garut mesti pikir rangkepeun memilih calon Bupati. Biar kabupaten Garut tidak rusak dan bangkrut.

21 Maret 2008

Indonesia lacks agribusiness players, minister says

03/21/08 Jakarta (ANTARA News) - Agriculture Minister Anton Apriyantono said Indonesia lacked agribusiness players despite the fact that it is a big agrarian country.

"The number of people willing to do agribusiness in Indonesia is even smaller than that of Singapore which has a large number of agribusiness investors," the minister said when he opened the "Agrinex Expo 2008" here on Friday.

He said that the number of players in the agribusiness sector in Indonesia was small although the agribusiness sector in the country had bright prospect as it was predicted that the need for agricultural products, particularly food and energy, in the future would continue to increase.

"I guarantee that the agribusiness sector will become a promising business in the furue because demand for agricultural products in times to come would not decline," the minister said.

Unluckily, the number of businesspeople who wanted to do business in the agricultural sector in the country is small so that efforts to encourage businessmen to do business in that sector are needed, he said.

"Many people still consider that agricultural sector is a losing and outdated business," Anton said adding that the assumption was wrong because there was no other business sectors which could provide profit more than 100 percent in four months than the agricultural sector.

But he acknowledged that agricultural land in Indonesia was still too small, namely only 20 million hectares while the number of farmers reached 25 million.

He said that many farmers in Indonesia only owned 0.3 hectare of agricultural land so that it was difficult for them to increase national agricultural production.

"That is why we need to use a correct technology and to optimize the use of land to increase the country`s agricultural production," he added. (*)

COPYRIGHT © 2008

19 Maret 2008

Miracle plant heals wounds and economies

The Jakarta Post, feature by Trisha Sertori

Gianyar, Bali, Wed, 03/19/2008

Long polysaccharides in the North African aloe vera plant could help reduce illness in HIV/AIDS and cancer patients. At the same time the cactus plant may also help reduce poverty in some of Bali's dry areas.

Bali is currently producing around 15,000 liters of aloe vera weekly for the European market, according to Floris Schaaper, an engineer with aloe vera producer, PT Alove Bali. That volume, harvested on 80 hectares, is expected to grow to more than 30,000 liters weekly in the coming months.

"By 2012 the plan is to have 500 hectares of aloe vera producing 20 million liters per year. That can be processed at this existing factory," said Schaaper of the PT Alove Bali factory in Blahbatuh, Gianyar. The modern factory will be formally opened April 5.

Employing more than 200 people across its aloe vera farming and processing system, Alove Bali is having a positive economic impact on the families of Blahbatuh and other areas under aloe vera cultivation.

"We are planting in areas where rice is no longer a viable farm crop due to a dropping water table. The move to aloe vera means farmers can continue to work their lands," said PT Alove Bali coordinator, Made Karang. He points out aloe vera provides farmers an income three times higher than rice grown on marginal lands.

"PT ALove Bali was started by Hank and Peter Zwanenberg from Holland some years ago. They built a villa here in 1999 and saw the local people did not have jobs. They wanted to find a way to create employment. They saw the employment situation grow even worse after the Bali bomb in 2002," explains Karang of the beginnings of aloe vera in Bali.

With rice fields in their immediate areas lying fallow due to lack of water, the Zwanenberg's turned their attention to low water farming. A worldwide shortage of aloe vera and strong European markets suggested the hardy cactus could be the ideal product that would offer sustainable farming into the future for Bali's dry land farmers.

"That was three years ago. We now have 30 hectares under lease and a further 50 hectares being farmed cooperatively," said Karang.

The cooperative farming system offers farmers the opportunity to shift from marginal rice growing in areas of low water to aloe vera farming at no cost.

"We give farmers the initial aloe vera plants and they are also paid four million rupiah per hectare every six months to maintain the plants until they are old enough to harvest. From that time on they are paid per kilo," said Karang.

Schaaper adds that once aloe vera has been planted it reproduces so new plants are always available for farmers. Only the five to nine largest leaves of aloe vera are harvested and the plant continues to produce for 10 to 15 years. Farmers can plant out young aloe vera taken from mature plants so they have a continuous crop.

With increased production, PT Alove Bali hopes to export into the lucrative Asian market, as well as other countries such as the United States. Aloe vera is used worldwide in cosmetics, shampoos, health drinks and medical products. Its use in treating burns is also well documented.

According to Schaaper, it is the very long Alverose polysaccharides in aloe vera that are doing the miracle work. Polysaccharides are complex carbohydrates made up of many monosaccharides, however, only aloe vera has the Alverose polysaccharide that is believed to stimulate the reproduction of white blood cells. White blood cells are responsible for healthy immune systems and wound healing.

Recent scientific studies on rats established a 40 percent faster wound healing rate using aloe vera. Netherlands-based aloe vera company Bioclin is currently running aloe vera trials on HIV and oral wound patients in South Africa.

"Bioclin is setting up research projects in South Africa to research HIV/AIDS treatments using aloe vera," said Schaaper.

However, Schaaper warns that people claiming miracle cures with aloe vera raise concerns. "I am very skeptical -- some people claim they can heal people with serious diseases with aloe vera. But you must be very careful and use the proper research. But aloe vera is a very old treatment. People say Alexander the Great used aloe vera and even invaded a country to get aloe vera as a treatment for his soldiers,"

To aloe vera's farming families, the cactus is already proving to be a miracle, offering them a growing and sustainable economy.

16 Maret 2008

Warga Minta Hutan Dibuka, Setelah Perhutani Tutup Hutan Garahan (Jember)

RADAR JEMBER, 14 Mar 2008

JEMBER
- Sejumlah warga yang mengaku tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Rimba Jaya, Desa Garahan, Silo, minta Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Jember membuka kawasan hutan Garahan petak 16 c dan 16 f yang telah ditutup. Mereka beralasan membutuhkan mata pencarian untuk menafkahi keluarga.

Keinginan itu diungkapkan sekitar perwakilan warga di depan Komisi B DPRD Jember kemarin (13/3). Sebelumnya sebagian warga menyurati komisi B. "Mereka minta agar Perhutani membuka kembali hutan yang telah ditutup," ujar Ketua Komisi B DPRD Jember Sunardi kepada wartawan kemarin (13/3).

Dia menjelaskan, warga yang sebelumnya menanam palawija di hutan petak 16 c dan 16 f mengeluhkan kesulitan mendapatkan penghasilan setelah Perhutani menutup kawasan hutan produksi itu. Karena itu, mereka minta bantuan dewan agar Perhutani bersedia membuka kawasan hutan tersebut.

Data yang dihimpun, pada 29 Januari 2008, Perhutani BKPH Mayang yang membawahi kawasan itu telah mengirim edaran ke sejumlah pesanggem di Garahan. Surat nomor 15/052.2/My/Jbr/II berisi penutupan kawasan hutan petak 16 c dan 16 f sejak 30 Januari 2008.

Dalam surat yang ditandatangani Asper Mayang Dedi Sopiandi dan KRPH Silo Sukalis itu disebutkan, jika masih ada penggarapan lahan di kawasan itu, warga telah melanggar UU No 41/1999 pasal 50 dengan hukuman pasal 78 yang diancam hukuman kurungan lima tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.

Karena surat itu mencantumkan ancaman sanksi, warga pun ketakutan untuk menggarap kembali lahan tersebut secara ilegal. "Perhutani sebenarnya tak masalah ada warga yang menggarap kawasan hutan produksi selama warga bersedia memenuhi syarat yang telah ditentukan. Tinggal sekerang mau memenuhi syarat itu atau tidak," kata Sunardi.

Sebagai jalan tengah, komisi B minta agar LMDH Rimba Jaya mengirim surat permohonan secara resmi ke Perhutani KPH Jember agar kawasan hutan tersebut dibuka kembali. Alasan yang digunakan adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dikonfirmasi terpisah, Administratur Perhutani KPH Jember Taufik Setyadi justru mempertanyakan LMDH Rimba Jaya. "Itu hanya mengatasnamakan LMDH. Kalau memang LMDH, pasti langsung kontak dengan saya. Kok berani-beraninya mengaku LMDH," katanya.

Dia menjelaskan, kontrak penggarapan lahan hutan di petak 16 c dan 16 f itu dimulai pada 2001. Sesuai aturan, kontrak hanya berlaku selama tiga tahun. Selanjutnya, bisa diperpanjang setahun dan bisa diperpanjang kembali setahun. "Maksimal lima tahun. Kalau 2001, jelas kontrak yang sekarang sudah habis," tegasnya.

Taufik mengungkapkan, selama hutan di kedua petak itu digarap warga, tanaman kehutanan yang ada tidak pernah besar. Jika saat ini kembali digarap warga, maka penghijauan yang dilakukan sejumlah elemen di kawasan itu akan sia-sia karena tanaman tak bisa besar.

"Asal tak ditanami jagung, kami masih bisa pertimbangkan," tandasnya. Yang jelas, kontrak tanaman selama lima tahun itu terlalu lama. (har)

Tumpangsari Tebu - Kedelai; AP3I Kembangkan Varietas Argopuro

Kamis, 13 Mar 2008

JEMBER
- Terobosan baru dilakukan untuk mengatasi kelangkaan kedelai sebagai bahan baku berbagai makanan di masyarakat. Di antaranya adalah dengan adanya varietas baru dan memberikan suntikan semangat kepada para petani agar kembali menanam kedelai.

"Sekian lama pemerintah hanya menyalahkan petani yang tidak mau menanam kedelai. Namun mengapa petani tidak mau menanam, itu karena tidak ada perhatian dari pemerintah," kata Arum Sabil, Sekjen Asosiasi Petani Padi dan Palawija Indonesia (AP3I) di sela-sela panen dan tanam kedelai di Tanggul, kemarin.

Kelangkaan kedelai yang terjadi, kata dia, karena petani merasa hasil panenan mereka tidak dihargai dengan layak hingga petani terus merugi. Akibatnya petani semakin meninggalkan kedelai dan beralih menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Melihat kenyataan itu AP3I berusaha membantu menuntaskan masalah kelangkaan kedelai. Caranya dengan memberikan semangat para petani agar mereka kembali menanam kedelai. Dan jika ini terlaksana, pihaknya optimistis pada 2009 Indonesia akan menjadi negara swasembada kedelai.

Menurut Arum, kebutuhan kedelai dalam negeri sebanyak 1,2 juta ton sedangkan produksi yang bisa dihasilkan 700 ribu ton. Ada selisih ratusan ribu untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kekurangan itu akan bisa diatasi dengan menanam kedelai di atas lahan seluas 600 hektare.

Selain itu pihaknya juga akan menggandeng petani tebu. Di atas lahan tebu akan ditanami juga kedelai. Saat ini di Indonesia ada 400 ribu hektar lahan tebu. Dari lahan itu akan menghasilkan 400 ribu ton kedelai. "Dengan varietas kedelai Argopuro ini, hasilnya bisa mencapai 1 ton. Dan hasil ini akan digunakan sebagai benih terlebih dahulu. Dan tahun 2009 nanti Indonesia akan swasembada," katanya.

Namun dengan catatan, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang melindungi para petani. Hal itu menyangkut masalah pasar dan jaminan harga kemudian regulasi mengenai import kedelai.

Acara kemarin, hadiri beberapa pejabat dari berbagai instansi, mulai dari pemerintah pusat, propinsi dan Pemkab Jember. M Fadallah, Asisten II, menyatakan, saat ini di Jember memang terjadi penurunan jumlah lahan kedelai. Dari tahun 2006 mencapai 19 ribu, untuk tahun 2007 berkurang tinggal 10. ribu hektare.

Fadallah mengakui merosotnya jumlah luasan lahan kedelai ini karena petani beralih ke jagung. Dan ini terjadi karena harga jagung sangat bagus pada saat itu. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab petani sekarang sudah pintar. Mereka akan memilih tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi," katanya.

Sementara itu, Deputi BUMN, Agus Pakpapahan mengaku risi dengan kondisi langkanya kedelai saat ini. Sebab kedelai itu merupakan bahan pembuat tempe yang memiliki nilai gizi sangat tinggi dan ini diakui dunia. "Namun di negeri yang memiliki potensi ini, kedelai malah jarang ditemui," katanya.

Kemudian dia juga menyorot tentang kelangsungan kehidupan para petani itu sendiri. Sekian lama mereka terpuruk, karena memang terbelenggu oleh kondisi yang ada. "Dan sekarang sudah waktunya bangkit," ujarnya.

Menurut Agus, upaya bangkit itu dilakukan dengan cara berkelompok dan menggunakan sistem gotong-royong dan sifatnya modern. Seluruh petani bisa berkumpul membentuk sebuah BUMP (badan usaha milik petani). "Dari lembaga ini mereka akan bisa mengatasi seluruh permasalahan yang dihadapi," katanya. Mulai dari permodalan, teknologi, sampai pasar. Bahkan mereka juga bisa berkiprah dalam pasar modal. Sebab mereka sendiri memiliki perusahaan. Dan keuntungan akan lebih banyak diterima petani.

"Mereka memiliki penghasilan dari hasil jerih payah penjualan kedelai, kemudian mendapat keuntungan dari perusahaan, dan jaminan ketika pension. Namun kembali lagi jika itu dilakukan secara berkelompok membentuk usaha bersama. Sedangkan bentuknya bisa menggabungkan antara koperasi dan perusahan swasta," katanya.

Lebih jauh, Agus mengungkapkan, tampaknya AP3I sudah menerobos ke arah gotong-royong modern. Hal ini diwujudkan dalam gerakan penanaman kedelai. Mereka akan bisa mendapatkan modal dengan mudah. Kemudian bisa berbuat banyak dalam pasar dan tentunya bisa memiliki hari depan yang lebih cerah. (rid)

Probosutedjo Terjun di Usaha Padi Organik

15/03/08 16:21

Jakarta (ANTARA News)
- Pengusaha Probosutedjo terjun di bisnis padi organik yakni produksi padi tanpa menggunakan bahan kimia dengan menjalin kemitraan dengan para petani dan pola kemitraan yang saling menguntungkan.

"Saya baru enam bulan memulainya," kata Probo saat panen perdana padi organik yang dikelola oleh perusahaannya PT Tedja Kencana Tani Makmur, di Karawang, Jawa Barat, Sabtu.

Produksi padi organik tersebut bisa mencapai lebih dari 10 ton gabah kering panen (GKP), padahal rata-rata di Karawang hanya 6,2 ton pada 2007.

Saat ini budidaya yang diberi nama program Simponi (Sistem Penanaman Padi Organik) tersebut antara lain sudah dikembangkan di Majalengka, Cianjur, Sumedang, Karawang, Indramayu, Pekalongan, Klaten dan Yogyakarta.

Menurut penanggung jawab program tersebut Budihardjo, luas kerjasama dengan petani telah mencapai 5.000 ha.

Probo tidak menjelaskan jumlah investasi yang dikeluarkan serta targetnya dari program tersebut. Namun yang pasti, perusahaan masih terus menampung petani yang ingin melakukan kemitraan.

Dengan pola kemitraan, perusahaan mengeluarkan seluruh biaya yang diperlukan oleh petani. Petani akan memperoleh padi sebanyak 5 ton per ha. Namun sebelum panen, perusahaan membeli seluruh padi petani tersebut dengan harga Rp2.000 per kg atau Rp10 juta per ha.

Jika produksi padi lebih dari 5 ton maka kelebihannya dimiliki perusahaan. Produksi padi di Sumedang yang menggunakan pupuk dan pestisida organik tersebut sekitar 13,5 ton per ha.

Hasil yang diperoleh petani tersebut sangat lumayan karena biasanya mereka hanya menerima bersih hasil produksi 1,5 ton per ha setelah dikurangi berbagai biaya.

Di Karawang, program tersebut baru dilaksanakan di lahan seluas 58 ha. Namun akan berkembang menjadi 200 ha.

Probo yang juga adik mantan Presiden Soeharto itu mengatakan, dalam berusaha ia juga ingin memberikan kontribusi kepada petani.

Probo mengatakan selain produktivitas tinggi Simponi juga ramah lingkungan karena antara lain tidak merusak tanah.

Menurut Probo pengembangan ide tersebut muncul saat ia masih menghuni Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, karena tersangkut kasus korupsi dana reboisasi. Probo yang dipidana empat tahun, bebas bersyarat pada 12 Maret 2008 setelah menjalani dua pertiga masa hukumannya. Probo sendiri mengaku tidak pernah melakukan tindak pidana tersebut, dan dana tersebut juga sudah dikembalikan.

Walau demikian, ia tetap ingin masyarakat Indonesia maju.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Karawang Didi Sarbina mengatakan dari luas panen 197,33 ribu ha di Karawang, baru sekitar 10 persen yang melakukan sistem organik, namun jika sistem campuran (organik dan kimia) sekitar 20 persen.

Ia mengatakan pupuk non organik (kimia) seperti urea, SP 36, NPK, tidak dihalangi penggunaannya. Namun katanya, pengembangkan pupuk organik juga sejalan dengan program pemerintah.

Didi mengatakan salah satu permasalahan petani adalah permodalan. Untuk itu ia berterimakasih dan mengundang perusahaan swasta atau BUMN yang mau membantu permodalan petani termasuk dengan pola kemitraan.(*)


COPYRIGHT © 2008

15 Maret 2008

Gula Impor 90 Ribu Ton Siap Masuk Pasar

Jum'at, 14 Maret 2008

TEMPO Interaktif, Jakarta:
Impor gula sebesar 90 ribu ton oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) akan segera masuk pasar. Impor ini adalah bagian dari 110 ribu ton impor gula yang telah diizinkan Departemen Perdagangan.

Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, mengatakan izin impor gula juga diberikan kepada Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) sebanyak 20 ribu ton, namun realiasinya baru 4 ribu ton.

Impor gula itu untuk persediaan stok dalam negeri saat pabrik gula tak giling atau periode awal tahun hingga Mei 2008. Departemen Perdagangan tak memberi perpanjangan waktu impor, apabila PPI atau Bulog belum menyelesaikan proses impor sesuai kuota.

"Kesempatan mereka hanya sampai 15 April," ujar Mari di Jakarta Jum'at (14/3).

Yuliawati

14 Maret 2008

Indonesian environmental refugees protest

Greenleft, 14 March 2008

A massive environmental disaster in Sidoarjo, Indonesia, has forced 15,000 people to leave their homes in the past two years. An enormous eruption of hot mud that began in May 2006 continues to flow at a rate of 148,000 cubic metres a day. Activists hold Indonesian oil and gas company PT Lapindo Brantas responsible. They charge that the eruption was caused by a gas drilling operation on unstable volcanic land.

On February 19, thousands of environmental refugees protested against a parliamentary report that labelled the eruption a natural disaster. “We will ease the blockade if [parliament] calls it a human error, but we will stay here if parliament calls the mudflow a natural disaster”, a local villager, Orasi Djoko, told Reuters on February 19.

Petani Belum Menikmati Hasil; Lereng Bukit Jadi Lahan Pertanian

Jumat, 14 Maret 2008

Indramayu, Kompas - Petani kecil dan petani penggarap sampai saat ini belum bisa menikmati hasil panen padi mereka. Keterbatasan kepemilikan sawah dengan luas kurang dari 0,37 hektar per rumah tangga petani serta mahalnya sewa lahan membuat keuntungan yang didapat petani makin sedikit.

"Panen saya kali ini bagus, sekitar 5 ton gabah kering giling (GKG). Tetapi, seperlima dari keuntungan saya harus saya bagi dengan pemilik lahan," ungkap Tangin (52), petani penggarap warga Widasari, Indramayu, Jawa Barat. Tahun ini, Tangin menyewa lahan milik pemodal besar di Widasari sekitar 0,7 hektar.

Dengan asumsi harga GKG di Indramayu saat ini Rp 2.500 per kilogram, pendapatan kotor bapak empat anak itu sebanyak Rp 12,5 juta. Dipotong sewa lahan seperlima dari panen atau sekitar 1 ton GKG, pendapatan kotor Tangin tinggal Rp 10 juta.

Pendapatan kotor itu masih dipotong biaya produksi meliputi mengolah lahan, bayar buruh cangkul dan tanam, benih, obat-obatan, pupuk, serta biaya transportasi yang mencapai Rp 3,5 juta-Rp 4 juta per bahu. Keuntungan bersih Tangin hanya Rp 6 juta dalam sekali musim panen.

Sepintas keuntungan itu tampak besar, tetapi pada kenyataannya tidak. Pasalnya, lahan sawah yang disewa Tangin hanya bisa ditanami padi dua kali dalam setahun karena air irigasi tidak mampu menjangkau sawahnya.

Karena itu, dia harus menanam palawija seperti jagung atau kedelai pada musim kemarau. Mengingat pasokan air pada musim tanam kedua mulai berkurang, produktivitas juga turun.

Nasib lebih buruk dialami Mulyono, petani warga Laren, Lamongan, Jawa Timur. Meskipun panen pertama pada musim hujan gagal akibat tanaman padi hancur diterjang banjir Sungai Bengawan Solo, pemilik lahan tetap meminta bagi hasil.

Beban yang dihadapi Mulyono makin bertumpuk. Di satu sisi, dia harus mencari modal untuk tanam ulang, di sisi lain dia tetap harus memenuhi kewajiban membayar sewa lahan.

Di Indonesia, ada sekitar 13,7 juta rumah tangga petani yang masuk kategori petani gurem dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,37 hektar.

Itu berdasarkan survei sosial ekonomi nasional tahun 2003. Lima tahun survei berlalu, jumlah petani gurem diperkirakan bertambah banyak. Begitu pula jumlah petani penggarap.

Menurut pengamatan Kompas, dalam sepekan ini, terungkap bahwa saat ini berkembang fenomena "perburuan" lahan penyewaan oleh petani penggarap.

Para petani penggarap tak segan menyewa lahan sawah dengan jarak puluhan kilometer dari rumah mereka.

Selain saling berburu lahan, juga terjadi persaingan alih kepemilikan lahan secara ketat. Para petani tak jarang berspekulasi menjual lahan demi membiayai anaknya bekerja ke luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia.

Sebaliknya, anak petani yang bekerja di luar negeri juga berebut membeli sawah atau membangun rumah baru.

Dorong transmigrasi

Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo mengatakan, karena keterbatasan lahan, lereng gunung hingga puncak-puncak perbukitan pun terdesak oleh lahan pertanian.

"Padahal, aturannya, kemiringan lahan di atas 15 derajat tidak boleh ditanami karena dapat menyebabkan erosi lahan. Tetapi, karena lahan terbatas, petani terpaksa mengambil risiko tinggi," ujarnya.

Keberadaan ladang pertanian di lereng bukit terdapat di kawasan Batu (Malang), lereng Gunung Lawu (Karanganyar), dan di kawasan Selo (Boyolali).

Menurut Siswono, kini tidak ada jalan lain kecuali mendorong transmigrasi ke luar Jawa. Kalimantan dan Papua adalah dua pulau utama di luar Jawa sebagai pulau yang potensial untuk dibuka sebagai lahan pertanian.

"Pulau Kalimantan tidak seluruhnya gambut, ada juga yang dapat dijadikan lahan pertanian. Sedangkan di Papua, kita dapat membantu masyarakat setempat untuk bercocok tanam dengan cara modern," ungkap Siswono. (MAS/RYO)

Peternak Sapi Perah di Jember Kebanjiran Pesanan

Rabu, 12 Maret 2008
TEMPO Interaktif, Jakarta
:Dalam dua pekan terakhir, penjualan susu segar di Jember melesat hingga
50 persen. Mencuatnya isyu susu formula yang mengandung Enterobacter Sakaazaki membuat peternak dan perusahaan susu sapi segar di Jember kebanjiran pesanan.

Biasanya permintaan hanya sekitar 700 sampai 900 liter per hari. Tapi sejak awal bulan ini, meningkat sampai 1500 liter per hari. Kami sampai kewalahan,"kata
pemilik peternakan susu sapi segar di Dusun Rayap Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa, Mohammad Arief (38) kepada TEMPO, rabu (12/03) siang. Karenanya, dalam 2 pekan terakhir, konsumsi makanan dan minuman 54 ekor sapi perah miliknya terus diperbanyak demi memenuhi pesanan yang terus membanjir.

Hal senada diungkapkan manajer perusahaan "susu sapi segar sehat' di Kecamatan Mangli-Jember, I Nyoman Aribowo (40). Mencuatnya isyu susu formula yang mengadung
bakteri berbahaya bagi manusia itu, memberikan "berkah" tersendiri baginya.

"Permintaan tambah banyak. Kami sampai sering kerja lembur,"katanya seraya tertawa.

Kini, harga susu segar di Jember yang biasa dijual Rp 5000 per liter, dinaikkan menjadi Rp.6000 per liter. Kalau sebelumnya, Nyoman mengandalkan 190 ekor sapi
perah, dan 2 unit mesin pengolah ssusu segar, kini dia berencana menambah sekitar 10 ekor sapi perah dan 2 unit mesin lagi. Mahbub Djunaidy

Penyelundupan Minyak Sawit Kian Marak

Kamis, 13 Maret 2008

TEMPO Interaktif, Jakarta
:Direktorat Bea dan Cukai, Departemen Keuangan mensinyalir aksi penyelundupan minyak sawit mentah (crude palm oil) semakin meningkat. Aksi itu diduga melibatkan sejumlah perkebunan besar.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan Anwar Suprijadi mengungkapkan, anak buahnya banyak menangkap kapal pengangkut CPO antar pulau yang menyelundupkan muatannya ke Malaysia.

"Modusnya perdagangan antar pulau, namun di tengah laut mereka menyeberang (ke Malaysia)," kata Anwar usai rapat pimpinan Departemen Keuangan di Kantor Pusat Bea dan Cukai, kemarin.

Dia mencontohkan, beberapa waktu lalu aparatnya menangkap kapal yang mengangkut 3.000 ton CPO. Penyelundupan tersebut diduga merugikan negara hingga Rp 1 miliar, yang berasal dari potensi bea keluar yang tidak dibayar.

Kapal itu, kata Anwar, yang mengangkut minyak sawit dari salah satu pelabuhan di Sumatera Utara, mencoba menyelundupkan ke Malaysia. Kasus ini, Anwar menuturkan, hanya satu dari sekian kasus yang kini sedang diselidiki lembaganya.

Indikasi penyelundupan CPO ke Malaysia semakin menguat setelah penangkapan kapal-kapal itu. Sebelumnya, Anwar mengaku sempat heran melihat data ekspor minyak sawit Malaysia yang naik fantastis.

Rata-rata produksi kebun sawit di negeri jiran itu cuma 12 juta ton. Namun jumlah ekspor minyak sawit hampir 20 juta ton. "Ini tidak logis," kata dia. Yang lebih mencurigakan, Malaysia mengaku mengimpor minyak sawit dari India. Padahal India tidak punya kebun kelapa sawit.

Untuk tahap awal, pihaknya akan mengintensifkan penyelidikan terhadap empat perkebunan sawit terbesar. Anak buahnya akan disiagakan di kantor pelayanan CPO yang berada di Dumai, Jambi, Palembang, dan Belawan. Keempat wilayah itu adalah titik strategis untuk menyelundupkan ke Singapura dan Malaysia.

Bea Cukai akan bekerjasama dengan aparat pajak dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit diperlukan untuk membuktikan apakah pengiriman oleh perusahaan sawit itu benar-benar dikirim ke tujuan atau diselundupkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, hukum kepabeanaan akan lebih ditegakan untuk mempersempit ruang penyelundupan. "Bila ada tanda-tanda pelanggaran kami akan lakukan koreksi," kata Sri Mulyani kemarin.

AGUS SUPRIYANTO

Petani Keluhkan Rendahnya Harga Gabah

Aktivitas petani, Pamalang, Jateng.
Aktivitas petani, Pamalang, Jateng.

13/03/2008
Liputan6.com, Pemalang: Panen raya di wilayah Pemalang, Jawa Tengah tak memberi kebahagiaan bagi petani setempat. Pasalnya gabah yang mereka jual dihargai sangat murah oleh para pengusaha beras atau tengkulak. Harga gabah kering panen rata-rata hanya berkisar Rp 1.200 hingga Rp 1.500 per kilogram. Sementara harga pokok yang ditetapkan pemerintah Rp 2.000 per kilogram.

Petani asal Desa Bojongbata bernama Wartiningsih mengaku gabah dari hasil panen seperempat hektare sawahnya hanya ditawar RP 1,2 juta. Padahal pada musim panen sebelumnya dia mendapatkan Rp 2,2 juta rupiah. Wartiningsih berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi hal ini.

Keluhan sama juga disamapaikan petani di Sukabumi, Jawa Barat. Selain harga gabah anjlok mereka juga mengeluhkan kualitas dan kuantitas gabah pascapanen raya yang kurang bagus. Situasi ini terjadi karena cuaca yang kurang baik. Untuk mengurangi kerugian, petani panen dini. Karena kualitas kurang baik harga jualnya hanya Rp 1.600 per kilo.(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)


13 Maret 2008

Indonesia: Campaign for mining nationalisation continues

Greenleft, 13 March 2008

Below is a compilation of reports from the National Liberation Party of Unity (Papernas) and the National Student League for Democracy (LMND) about the campaign to recover Indonesia’s national sovereignty, the main focus of which has been a series of protests across Indonesia to demand the nationalisation of the mining industry.

In the third demonstration this year outside the Jakarta offices of ExxonMobil (the world’s largest publicly-traded corporation), workers and their families queued up on March 12 queued up with empty bottles and jerry cans demanding the nationalisation of the foreign-owned mining and oil industry.

The protest was organised by the militation trade union federation, the National Front for Indonesian Workers’ Struggle (FNPBI), which is an affiliate of Papernas.

In the East Indonesian island-town of Ternat, hundreds of students united on March 10 as the Coalition for Women’s Concerns clashed with police in front of the North Mollucas Regional Assembly, during a protest to demand the nationalisation of mining companies operating in the area.

The coalition, initiated by the LMND, also demanded the government reduce the price of basic goods.

Five students were wounded, two of whom were badly injured and had to be taken to the hospital.

On the same day in the city of Makassar in Sulawesi, dozens of students from the LMND protested in front of mining company PT Inco’s office to demand nationalisation of oil, gas, and mining companies in Indonesia.

PT Inco’s operational plant in Sorowako, South Sulawesi, is notorious for creating land and water pollution, ecosystem damage and carrying out forced land evictions — causing impoverishment and creating health problems among local communities.

In their statement, the students demanded that the government have the courage to nationalise the company, or at least to renegotiate the contract of work to bring more benefit to the people of South Sulawesi that in turn can be used to fund development, particularly education.

Other actions include a Papernas-organised demonstration of 300 students and poor farmers to nationalise mining in Maumere. A Papernas-organised protest also occurred in Palu City in South Sulawasi around the same demand, which also focused on the problem of power blackouts and fuel shortages in the area.

Students from the LMND also held a protest in North Sumatra on March 3. The LMND is also demanding the repeal of the government’s neoliberal education laws and arguing that, if the mining industry was nationalised, the funds could provide quality, free education for everyone.

Gabah Petani Jauh Dibawah Harga

Liputan6.com, Pemalang: Harga gabah kering per kilogram di tingkat petani di Pekalongan, Jawa Tengah, saat ini hanya berkisar antara Rp 1.200 hingga Rp 1.500. Harga ini jauh dibawah harga pokok yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 2.000 per kilogram.

Saat ditemui SCTV, belum lama ini, para petani berharap agar Badan Usaha Logistik (Bulog) secepatnya turun tangan dengan membeli langsung gabah dari para petani. Sebab, selama ini Bulog hanya membeli gabah dari tangan para tengkulak.(IAN/Budi Harto dan Agus Bambang)

12 Maret 2008

Warga 9 Desa di Blitar Terima Sertifikat Tanah

Selasa, 11 Maret 2008

TEMPO Interaktif, Jakarta
:Ribuan warga 9 desa di Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang tanahnya bernilai di bawah Rp 20 juta sudah menerima sertifikat program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) 2007 (Reforma Agraria) yang dikeluarkan Badan pertanahan nasional (BPN).

Sembilan desa yang mendapatkan sertifikat PPAN berada di 5 kecamatan. Masing-masing adalah Desa Ngaringan, Gadungan dan Desa Sumberagung (di Kecamatan Gandusari), Desa Sumberurip, Kalimanis dan Resapombo (Kecamatan Doko), Desa Bumirejo (Kecamatan Kesamben), Desa Sidomulyo (Kecamatan Selorejo) dan Desa Balerejo (Kecamatan Panggungrejo).

"Kami sudah menerima sertifikat dari BPN. Tiga sertifikat yang kami terima tidak dikenai pajak karena nilai jualnya di bawah Rp 20 juta," kata Kamid Dwi Subagyo, 40, salah seorang warga Dusun Rejokaton, Desa Sumberagung, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Selasa (11/3).

Kamid yang ditunjuk mewakili desanya bersama warga dari 9 desa saat penyerahan simbolis sertifikat PPAN dari pejabat BPN Pusat di pendopo Kabupaten Blitar, akhir bulan lalu mengaku mendapatkan 3 buah sertifikat PPAN.

Sertifikat yang dia terima di pendopo bernomor 231 dengan luas tanah 1.054 meter persegi atas nama dirinya sendiri. Sedangkan dua sertifikat lainnya diterima di kantor desa atas nama istrinya, Chotimah, 39, masing-masing bernomor 217 (dengan luas 2.300 meter persegi) dan nomor 290 (754 meter persegi).

Sertifikat atas nama istrinya bernomor 217 itulah yang berwujud tanah dimana rumah keluarga Kamid berdiri. Di rumah itu pulalah Kamid dan istrinya tinggal bersama kedua anaknya, Nur Ratnawati Musdalifah, 12, dan Krina Mukti Wibowo.

"Kami tidak cemas lagi atas kepemilikan tanah kami setelah memegang sertifikat ini. Meskipun nilainya tidak lebih dari Rp 20 juta tapi kami bersyukur dan tidak akan menjual tanah-tanah tinggalan nenek moyang ini," kata Kamid yang sehari-hari bekerja sebagai petani.

Dua lahannya yang berwujud ladang dan persawahan berada di lereng pegunungan yang sulit dijangkau. Dari penelusuran Tempo, untuk menjangkau ladang dan persawahan itu harus mendaki bukit terjal karena posisinya berada di lereng Gunung Kelud. Tanah-tanah itu berasal dari bekas perkebunan Belanda dan telah ditinggali turun-temurun sejak kakek nenek mereka yang dulu bekerja sebagai kuli kebun.

"Menurut cerita kakek saya, jauh sebelum agresi Belanda mereka sudah tinggal disini. Jadi kalau berapa lamanya kami tinggal disini sudah sangat lama sekali. Sejak saya belum lahir tanah ini sudah didiami kakek nenek kami," kata Chotimah.

Dengan terbitnya sertifikat PPAN, warga menganggap sebagai penghargaan bagi para leluhur yang membabad tanah-tanah tersebut. "Kami akan merawat tanah-tanah ini sebaik-baiknya dan akan mempertahankannya sampai mati," kata Chotimah.

Sekretaris Desa Sumberagung, Sugiono menjelaskan, bagi warga yang tanahnya memiliki NJOP (nili jual obyek pajak) dia tas Rp 20 juta dikenai kewajiban membayar pajak untuk menebus sertifikat. Tentang penghitungan pajak, Sugiono menyitir keterangan petugas BPN Kabupaten Blitar.

Bagi warga yang menerima sertifikat PPAN wajib membayar pajak senilai 25 persen dari 5 persen NJOP tanah. Dari 713 sertifikat yang dibagikan bagi warga di Desa Sumberagung, yang kena pajak sebanyak 181 sertifikat. Sisanya tidak kena pajak karena NJOP-nya di bawah Rp 20 juta.

"Itu ketentuan yang ditetapkan BPN dan kami diminta memberi penyadaran bagi warga yang terkena pajak untuk segera membayar agar mereka segera bisa menerima sertifikat. Tapi kami harus bijaksana karena kondisi keuangan warga desa kami minus," kata Sugiono.

BPN Blitar tidak bersedia menjelaskan soal pajak yang harus dibayar warga untuk mendapat sertifikat PPAN. Haris Kurniawan, Kepala Subseksi Sengketa BPN Blitar hanya menjelaskan, jumlah total sertifikat PPAN yang diserahkan kepada warga 9 desa itu sebanyak 12.001.

Warga yang menerima semuanya adalah petani penggarap tanah bekas perkebunan dan berprofesi sebagai buruh tani. Tentang adanya pajak yang harus dibayar warga untuk bisa mendapatkan sertifikat, Haris enggan menjelaskan.

"Tiap hari kami membagikan semua sertifikat itu secara bergilir ke seluruh desa sesuai prosedur," kata Haris.DWIDJO U. MAKSUM

11 Maret 2008

Padi Diserang Wereng, Petani Lebak Panen Paksa

Petani di Banten memanen lebih dini padi mereka.
Petani di Banten memanen lebih dini padi mereka.

10/03/2008Liputan6.com, Lebak: Ratusan hektare tanaman padi di Kecamatan Warunggunung dan Cibadak, Kabupaten Lebak, Banten, diserang hama wereng coklat. Akibatnya, para petani terpaksa memanen lebih dini padi mereka untuk menghindari kerugian lebih besar. Hama wereng coklat mulai menyerang sejak dua pekan silam.

Menurut petani, serangan hama kali ini tergolong cepat dan ganas karena faktor cuaca yang tak menentu. Terkadang hujan dan kemudian panas dan kondisi padi pun rentan serangan hama. Sejumlah upaya pemberantasan hama sudah dilakukan petani seperti menyemprotkan insektisida. Namun usaha itu sia-sia.

Petani yang tak ingin rugi terlalu besar memilih memanen lebih awal. Padahal masa panen satu hingga dua pekan lagi. Akibat serangan hama, hasil panen menyusut hingga 75 persen. Satu petak sawah yang biasanya menghasilkan gabah empat karung, kini hanya satu karung gabah.(JUM/Agus Faisal Karim)

Land to be cleared for toll road to Tanjung Priok

March 11, 2008 3:47 AM

Agnes Winarti , The Jakarta Post , Jakarta

North Jakarta is to acquire 26.8 hectares of land for the construction
of a toll road to Tanjung Priok Port, an official said Wednesday.

The procurement of the land is expected to be completed by June this
year at the latest, assistant for territory of the jurisdiction
planning division in North Jakarta, Ciptono, told The Jakarta Post.

The 12.4-kilometer toll road will stretch from Rorotan in
Cakung-Cilincing industrial area to Tanjung Priok Port, and then
connect to the Ancol-Pluit tollway lane.

"Currently, the access road to Tanjung Priok Port, Jl. Cilincing Raya,
is blocked with massive traffic congestion due to road damages," said
Hendra Budi, public relations officer of the Indonesian state-owned
port operator PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II.

The toll road heading to the port currently ends in Cakung, forcing
container trucks transporting exported and imported goods to use the
public road Jl. Cilincing Raya, causing long delays to the goods'
arrival at the port.

He estimated that each day there were 5,000 to 6,000 container trucks
passing through the two-lane and 10-meter-wide road.

"In good road conditions, a container truck can make up to three trips
a day. But now it can only make a trip a day.

"It can take a truck 24 hours on busy days -- Thursday, Friday and
Saturday -- just to get to the port from the industrial area (15
kilometers away) in Cakung," Hendra told the Post.

A government report stated up to 60 percent of Indonesia's imports and
exports were made via Tanjung Priok Port.

The Land Transportation Organization (Organda) said the damaged
Cakung-Cilincing road could cause losses as high as Rp 2.2 billion a
day in trailer rental costs.

The construction of the toll road will be divided into two phases:
first the eight-km segment from Rorotan to Tanjung Priok port, then
four kilometers more from the port to the Ancol-Pluit tollway.

"Starting Wednesday and Thursday, we will announce the land
acquisition plan in Cilincing and Koja, the two districts nearest the
toll road's first entrance," Ciptono said.

Land acquisition for the second phase of construction will also be
conducted later in two other districts, Tanjung Priok and Pademangan.
Some 80 percent of the land to be acquired belongs to PT Pelindo.

Ciptono said the city administration allocated some Rp 350 billion
(about US$38.5 million) to acquire a total of 26.8 hectares of land.

The toll road is a joint project between the city and the central
government, with the city providing money for land procurement and the
central government covering the cost of construction.

The Public Works Ministry will begin construction in October. The road
linking with the Jakarta Outer Ring Road (JORR) will open in April
2010.

The some Rp 4.2 trillion project is funded by the state budget and a
loan from the Japan Bank for International Cooperation.

10 Maret 2008

Involusi Petani Padi di "Tanah Sebrang"

Pembangunan

KOMPAS/ANDREAS MARYOTO / Kompas Images
Sutrisno dan istri, warga Desa Medangara, Karangbaru, Aceh Tamiang, memanen padi. Hasil panen padi kali ini lebih rendah dibanding sebelumnya karena kekurangan air.
Kamis, 6 Maret 2008 | 02:38 WIB

ANDREAS MARYOTO

Tesis antropolog Clifford Geertz yang menyatakan terjadinya kemerosotan petani sepertinya tidak hanya terjadi di Pulau Jawa. Perubahan-perubahan sosial ekonomi dan juga lingkungan telah mengakibatkan petani padi di "Tanah Sebrang", istilah luar Jawa yang dipakai peneliti sosial Patrice Levang, pun sepertinya memiliki kondisi yang sama. Involusi petani padi tengah terjadi di sawah-sawah di luar Jawa.

Sutrisno warga Desa Medangara, Kecamatan Karangbaru, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pelan-pelan menarik karung berisi padi yang baru saja dipanen. Ia mengumpulkan ikatan-ikatan padi yang baru saja dipanen. Ia tampak lesu. Wajahnya tak bersemangat ketika diajak berbincang.

"Panen kali ini tak banyak. Air kurang," katanya, didampingi istrinya. Ia yang biasanya bisa memanen hingga 35 kaleng (satu kaleng sekitar 12 kilogram) dari dua petak tanah kini hanya mendapat sekitar 25 kaleng. Hujan sudah tidak turun lagi sejak awal Januari lalu. Akibatnya, padi tumbuh tidak normal hingga panen jauh dari harapan. Batang padi tidak menguning, tetapi berwarna coklat.

Sutrisno, anak seorang petani asal Kabupaten Nganjuk yang ikut program kolonisasi tahun 1926, mengaku semula bisa menghidupi keluarga dari bertani. Namun, sejak sembilan tahun lalu ia harus membanting tulang mencari pekerjaan lain sebagai pengemudi becak motor. Hasil panen tidak lagi bisa digunakan untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya.

"Dari becak sehari mendapat Rp 30.000. Uang ini tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk biaya kendaraan anak-anak ke sekolah Rp 10.000. Belum lagi untuk beli minyak (maksudnya bensin). Sisanya untuk jajan anak-anak. Habis," katanya.

Untuk kebutuhan beras, ia memilih hasil panen disimpan dan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Beberapa tahun lalu ia bisa mencukupi kebutuhan pangan ini hingga panen berikutnya. Kali ini ia sudah menghitung panen tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga musim berikutnya. Ia tertegun saat ditanya bagaimana jika kelak beras simpanan habis.

Ia mengaku beban hidup makin bertambah karena dua anaknya makin besar dan kini sekolah di SMP. Satu anaknya tak melanjutkan sekolah setelah lulus SMP. Anaknya nomor satu ini memilih kerja di bengkel. Ia kembali bingung mengenai nasib kedua anaknya kelak setelah lulus SMP.

Jauh dari harapan

Nurhayati, petani lainnya di Desa Leubok Punti, Kecamatan Aceh Tamiang, juga menuturkan hal yang sama. Panen dari lahan sekitar tujuh rante (satu rante sekitar 400 meter persegi) kali ini jauh dari harapan. Satu rante yang biasanya menghasilkan 14 kaleng kali ini paling banyak menghasilkan 10 kaleng. Air menjadi penyebab. Belakangan panen yang tidak bagus sering terjadi.

Ia juga memilih menyimpan padi hasil panen untuk mencukupi kebutuhan beras sehari-hari. Ia tidak menjual hasil panen. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, selain beras, ia menanam sayur dan juga tanaman lain. Nurhayati juga pasrah bila kelak beras hasil panen habis.

Tahar, petani Desa Kolam Gebang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, tidak jauh beda. Ia yang memiliki sawah 12 rante mengatakan, panen kali ini tidak bagus. Ia yakin hasil panen kali ini hanya bisa digunakan paling lama enam bulan.

"Ya, belilah, tak ada lagi," kata Tahar mengungkapkan tak ada jalan lain selain membeli beras bila kelak simpanan beras habis. Ia mengaku menanam pisang dan tanaman lain untuk mencukupi kebutuhan setelah simpanan beras habis.

Persoalan petani di luar Jawa makin menampakkan masalah yang sangat rumit yang tidak beda dengan petani di Jawa. Kebijakan pemerintah yang tidak memberi insentif kepada usaha tani juga menjadi penyebab. Subsidi yang tidak sampai ke tangan petani dan juga kebijakan impor beras.

Sedikit saja harga beras naik, pemerintah selalu mengendalikan hingga petani selalu tertekan pada harga yang tidak pernah menguntungkan mereka. Tidak mengherankan jika petani lari dari sawah. Anak Sutrisno memilih bekerja di bengkel, bukan meneruskan usaha tani bapaknya karena usaha tani padi memang tidak menarik.

Akibatnya, lahan petani yang dulu luas pun kini menjadi sempit. Peralihan fungsi lahan mudah didapat di jalan-jalaan di Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Langkat yang termasuk sentra beras di wilayah itu. Areal sawah sudah berdampingan dengan permukiman warga. Mudah dibayangkan, setelah Sutrisno dan petani lain tanah akan terbagi ke anak cucu mereka hingga habis.

Masalah makin bertambah. Iklim makin tidak bersahabat. Di Desa Leubok Punti terdapat saluran irigasi yang kering kerontang. Musim hujan yang tidak menentu sebagai akibat perubahan ikim global telah dirasakan petani sehingga tanaman mereka tak bisa tumbuh normal, seperti yang dialami saat ini.

Fenomena

Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Prof Bustanul Arifin mengatakan, fenomena seperti itu terjadi juga di Lampung. Pertanian kecil yang dikelola rakyat di luar Jawa makin subsisten. "Proses pemiskinan tengah terjadi. Kalau dibiarkan, memang cenderung involutif," katanya. Kecenderungan yang mengarah ke kemerosotan usaha tani padi.

Citra petani padi dengan berbagai kesengsaraan, yang semula hanya diramalkan terjadi di Pulau Jawa, kini mendekati kenyataan di luar Jawa.

Nasib usaha tani padi setelah Sutrisno, Nurhayati, dan Tahar makin tidak jelas. Sepertinya anak cucu mereka akan lari dari sawah. Sawah hanya akan menjadi kenangan anak-anak cucu mereka seperti yang mulai dialami petani di Jawa.

Petani Semakin Khawatir

Senin, 10 Maret 2008

Bandung, Kompas
- Petani sayur dan padi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, semakin khawatir dengan naiknya harga pupuk. Kondisi itu kemungkinan besar memengaruhi kualitas dan harga jual hasil panen.

Ayen, petani sawi hijau di Desa Kiangkore, Kecamatan Banjaran, Sabtu (8/3), mengatakan, harga pupuk urea memberatkan. Saat ini harga urea naik dari Rp 60.000 per karung isi 50 kilogram (kg) menjadi Rp 68.000. Harga pupuk kandang juga naik dari Rp 6.000 per karung menjadi Rp 7.500.

"Untuk 5.000 tumbak lahan sayur milik saya, butuh urea sekitar satu kuintal, sedangkan pupuk kandang sebanyak 30 karung untuk 100 tumbak," tutur Ayen. Satu tumbak sama dengan 14 meter persegi.

Ayen terpaksa membeli pupuk yang semakin mahal tersebut karena, jika mengurangi pemakaian, akan memengaruhi kualitas sayuran. "Sebelum kenaikan ini, saya bisa memanen 135 ton sawi hijau. Namun, di tengah cuaca buruk saat ini, kenaikan bahan lain, seperti biaya pengiriman atau pestisida, pasti butuh perjuangan berat," katanya.

Kondisi sama dialami petani padi. Menurut Dasep, petani di Desa Kopo, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, harga pupuk sangat memberatkan. Apalagi saat ini pupuk urea juga dibutuhkan secara bersamaan oleh petani sayur. Ia khawatir, jika banyak petani yang memulai musim tanam baru, pupuk semakin sulit didapat.

Menanggapi kondisi ini, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Rudi Gunawan menyebutkan, kenaikan harga pupuk sangat memberatkan petani. Padahal, saat ini banyak petani membutuhkan urea untuk memulai tanam.

Pupuk yang disediakan Pupuk Kujang untuk Jabar tahun ini sebanyak 1,1 juta ton. Jumlah itu lebih banyak dari kebutuhan Jabar 800.000 ton. Karena itu, HKTI akan mengecek ke lapangan. Ia khawatir ada pihak yang menyalahgunakan distribusi. (CHE)