30 Mei 2008

Serikat Petani Indonesia Tolak Kenaikan Harga BBM

Selasa, 27 Mei 2008

TEMPO Interaktif, Jakarta
:Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak tegas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan menuntut pemerintah mencabut kebijakan tersebut. Menurut SPI kenaikan BBM semakin mempersulit keadaan petani.

"Bagi petani, kenaikan harga BBM artinya juga kenaikan biaya produksi", tegas Ketua Departemen Pengkajian Strategis Nasional, Serikat Petani Indonesia (SPI) Achmad Ya'kub, dalam siaran persnya Selasa (27/5).

Menurut catatan SPI bagi petani kecil atau buruh tani setidaknya biaya produksi selain benih dan pupuk juga meliputi harga sewa tanah, sewa traktor dan pompa air demikian juga pengolahan hasil panen seperti usaha penggilingan padi dan ongkos angkut.

Achmad mencontohkan, sebuah traktor tangan berkekuatan 8.5 PK membutuhkan solar sebanyak kurang lebih 18 liter per hektare untuk pengolahan lahan sampai siap tanam yang memerlukan waktu kurang lebih 18 jam. Ke semua kenaikan itu akan dibebankan kepada petani.

Sehingga, dalam mengatasi krisis energi dan pangan sekarang ini SPI meminta pemerintah segera melaksanakan program pembaruan agraria yang seperti telah di janjikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak awal tahun 2007 lalu. Dengan demikian, menurut Achmad 13 juta keluarga tani miskin bisa bekerja dan menghidupi keluarganya dengan terjamin.

Selain itu SPI juga meminta pemerintah menghentikan perluasan perkebunan non pangan oleh perusahaan dengan orientasi eksport, sebaliknya pemerintah harus mendorong pertanian pangan berbasis keluarga dan orientansi pemenuhan kebutuhan lokal dan nasional. Dengan demikian, menurut Achmad pemerintah dapat memberikan insentif bagi petani pangan, terutama yang melaksanakan pertanian berkelanjutan.

Hari Jumat lalu (23/5) pemerintah telah menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter atau rata-rata sekitar 28,7 persen. Kenaikan ini, mengalami pertentangan dari segenap lapisan masyarakat. Begitu pula dengan pembagian langsung tunai, yang dinilai tidak tepat sasaran.

"Bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 100 rbu bersifat sementara, hanya untuk memperlambat penderitaan yang semakin-makin saja kepada rakyat," ujar Achmad.

Cheta Nilawaty

Tidak ada komentar: