16 Maret 2008

Warga Minta Hutan Dibuka, Setelah Perhutani Tutup Hutan Garahan (Jember)

RADAR JEMBER, 14 Mar 2008

JEMBER
- Sejumlah warga yang mengaku tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Rimba Jaya, Desa Garahan, Silo, minta Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Jember membuka kawasan hutan Garahan petak 16 c dan 16 f yang telah ditutup. Mereka beralasan membutuhkan mata pencarian untuk menafkahi keluarga.

Keinginan itu diungkapkan sekitar perwakilan warga di depan Komisi B DPRD Jember kemarin (13/3). Sebelumnya sebagian warga menyurati komisi B. "Mereka minta agar Perhutani membuka kembali hutan yang telah ditutup," ujar Ketua Komisi B DPRD Jember Sunardi kepada wartawan kemarin (13/3).

Dia menjelaskan, warga yang sebelumnya menanam palawija di hutan petak 16 c dan 16 f mengeluhkan kesulitan mendapatkan penghasilan setelah Perhutani menutup kawasan hutan produksi itu. Karena itu, mereka minta bantuan dewan agar Perhutani bersedia membuka kawasan hutan tersebut.

Data yang dihimpun, pada 29 Januari 2008, Perhutani BKPH Mayang yang membawahi kawasan itu telah mengirim edaran ke sejumlah pesanggem di Garahan. Surat nomor 15/052.2/My/Jbr/II berisi penutupan kawasan hutan petak 16 c dan 16 f sejak 30 Januari 2008.

Dalam surat yang ditandatangani Asper Mayang Dedi Sopiandi dan KRPH Silo Sukalis itu disebutkan, jika masih ada penggarapan lahan di kawasan itu, warga telah melanggar UU No 41/1999 pasal 50 dengan hukuman pasal 78 yang diancam hukuman kurungan lima tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.

Karena surat itu mencantumkan ancaman sanksi, warga pun ketakutan untuk menggarap kembali lahan tersebut secara ilegal. "Perhutani sebenarnya tak masalah ada warga yang menggarap kawasan hutan produksi selama warga bersedia memenuhi syarat yang telah ditentukan. Tinggal sekerang mau memenuhi syarat itu atau tidak," kata Sunardi.

Sebagai jalan tengah, komisi B minta agar LMDH Rimba Jaya mengirim surat permohonan secara resmi ke Perhutani KPH Jember agar kawasan hutan tersebut dibuka kembali. Alasan yang digunakan adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dikonfirmasi terpisah, Administratur Perhutani KPH Jember Taufik Setyadi justru mempertanyakan LMDH Rimba Jaya. "Itu hanya mengatasnamakan LMDH. Kalau memang LMDH, pasti langsung kontak dengan saya. Kok berani-beraninya mengaku LMDH," katanya.

Dia menjelaskan, kontrak penggarapan lahan hutan di petak 16 c dan 16 f itu dimulai pada 2001. Sesuai aturan, kontrak hanya berlaku selama tiga tahun. Selanjutnya, bisa diperpanjang setahun dan bisa diperpanjang kembali setahun. "Maksimal lima tahun. Kalau 2001, jelas kontrak yang sekarang sudah habis," tegasnya.

Taufik mengungkapkan, selama hutan di kedua petak itu digarap warga, tanaman kehutanan yang ada tidak pernah besar. Jika saat ini kembali digarap warga, maka penghijauan yang dilakukan sejumlah elemen di kawasan itu akan sia-sia karena tanaman tak bisa besar.

"Asal tak ditanami jagung, kami masih bisa pertimbangkan," tandasnya. Yang jelas, kontrak tanaman selama lima tahun itu terlalu lama. (har)

Tidak ada komentar: