12 Maret 2008

Warga 9 Desa di Blitar Terima Sertifikat Tanah

Selasa, 11 Maret 2008

TEMPO Interaktif, Jakarta
:Ribuan warga 9 desa di Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang tanahnya bernilai di bawah Rp 20 juta sudah menerima sertifikat program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) 2007 (Reforma Agraria) yang dikeluarkan Badan pertanahan nasional (BPN).

Sembilan desa yang mendapatkan sertifikat PPAN berada di 5 kecamatan. Masing-masing adalah Desa Ngaringan, Gadungan dan Desa Sumberagung (di Kecamatan Gandusari), Desa Sumberurip, Kalimanis dan Resapombo (Kecamatan Doko), Desa Bumirejo (Kecamatan Kesamben), Desa Sidomulyo (Kecamatan Selorejo) dan Desa Balerejo (Kecamatan Panggungrejo).

"Kami sudah menerima sertifikat dari BPN. Tiga sertifikat yang kami terima tidak dikenai pajak karena nilai jualnya di bawah Rp 20 juta," kata Kamid Dwi Subagyo, 40, salah seorang warga Dusun Rejokaton, Desa Sumberagung, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Selasa (11/3).

Kamid yang ditunjuk mewakili desanya bersama warga dari 9 desa saat penyerahan simbolis sertifikat PPAN dari pejabat BPN Pusat di pendopo Kabupaten Blitar, akhir bulan lalu mengaku mendapatkan 3 buah sertifikat PPAN.

Sertifikat yang dia terima di pendopo bernomor 231 dengan luas tanah 1.054 meter persegi atas nama dirinya sendiri. Sedangkan dua sertifikat lainnya diterima di kantor desa atas nama istrinya, Chotimah, 39, masing-masing bernomor 217 (dengan luas 2.300 meter persegi) dan nomor 290 (754 meter persegi).

Sertifikat atas nama istrinya bernomor 217 itulah yang berwujud tanah dimana rumah keluarga Kamid berdiri. Di rumah itu pulalah Kamid dan istrinya tinggal bersama kedua anaknya, Nur Ratnawati Musdalifah, 12, dan Krina Mukti Wibowo.

"Kami tidak cemas lagi atas kepemilikan tanah kami setelah memegang sertifikat ini. Meskipun nilainya tidak lebih dari Rp 20 juta tapi kami bersyukur dan tidak akan menjual tanah-tanah tinggalan nenek moyang ini," kata Kamid yang sehari-hari bekerja sebagai petani.

Dua lahannya yang berwujud ladang dan persawahan berada di lereng pegunungan yang sulit dijangkau. Dari penelusuran Tempo, untuk menjangkau ladang dan persawahan itu harus mendaki bukit terjal karena posisinya berada di lereng Gunung Kelud. Tanah-tanah itu berasal dari bekas perkebunan Belanda dan telah ditinggali turun-temurun sejak kakek nenek mereka yang dulu bekerja sebagai kuli kebun.

"Menurut cerita kakek saya, jauh sebelum agresi Belanda mereka sudah tinggal disini. Jadi kalau berapa lamanya kami tinggal disini sudah sangat lama sekali. Sejak saya belum lahir tanah ini sudah didiami kakek nenek kami," kata Chotimah.

Dengan terbitnya sertifikat PPAN, warga menganggap sebagai penghargaan bagi para leluhur yang membabad tanah-tanah tersebut. "Kami akan merawat tanah-tanah ini sebaik-baiknya dan akan mempertahankannya sampai mati," kata Chotimah.

Sekretaris Desa Sumberagung, Sugiono menjelaskan, bagi warga yang tanahnya memiliki NJOP (nili jual obyek pajak) dia tas Rp 20 juta dikenai kewajiban membayar pajak untuk menebus sertifikat. Tentang penghitungan pajak, Sugiono menyitir keterangan petugas BPN Kabupaten Blitar.

Bagi warga yang menerima sertifikat PPAN wajib membayar pajak senilai 25 persen dari 5 persen NJOP tanah. Dari 713 sertifikat yang dibagikan bagi warga di Desa Sumberagung, yang kena pajak sebanyak 181 sertifikat. Sisanya tidak kena pajak karena NJOP-nya di bawah Rp 20 juta.

"Itu ketentuan yang ditetapkan BPN dan kami diminta memberi penyadaran bagi warga yang terkena pajak untuk segera membayar agar mereka segera bisa menerima sertifikat. Tapi kami harus bijaksana karena kondisi keuangan warga desa kami minus," kata Sugiono.

BPN Blitar tidak bersedia menjelaskan soal pajak yang harus dibayar warga untuk mendapat sertifikat PPAN. Haris Kurniawan, Kepala Subseksi Sengketa BPN Blitar hanya menjelaskan, jumlah total sertifikat PPAN yang diserahkan kepada warga 9 desa itu sebanyak 12.001.

Warga yang menerima semuanya adalah petani penggarap tanah bekas perkebunan dan berprofesi sebagai buruh tani. Tentang adanya pajak yang harus dibayar warga untuk bisa mendapatkan sertifikat, Haris enggan menjelaskan.

"Tiap hari kami membagikan semua sertifikat itu secara bergilir ke seluruh desa sesuai prosedur," kata Haris.DWIDJO U. MAKSUM

Tidak ada komentar: