Pada tahun 1940 rakyat telah mengusahai tanah dan mendirikan bangunan rumah sebagai tempat tinggal dan menanam berbagai tanaman seperti: pohon durian , jengkol, petai, pisang, jagung , padi, dan berbagai tanaman lainnya sebagai sumber ekonomi dan mata pencaharian petani.
Selanjutnya oleh Negara tanah tersebut dilegalisasi menjadi milik rakyat dengan alas hak sebagai TANAH SUGUHAN PERSIL IV , seluas lebih kurang 525 Ha terletak di wilayah Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli
Serdang, PROPINSI SUMATERA UTARA, dan ini adalah sah menurut hukum maupun dalam kebijakan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pada tahun 1972 masa pemerintahan rezim Orde Baru tanpa alasan yang sah secara hukum, tanah seluas +-525 ha di rampas oleh PTPN IX secara paksa (sekarang PTPN II) dengan cara mengusir paksa dan merubuhkan bangunan
rumah, menebang pohon dan tanaman-tanaman yang telah ditanam petani sebagai mata pencaharian atau sumber ekonomi di atas tanah tersebut, dan mengakibatkan petani dan keluarga mereka terlantar akibat kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Bahkan pihak PTPN II dengan seenaknya menanam pohon sawit dan karet di tanah masyarakat dan
hasilnya mereka nikmati tanpa memperdulikan alas hak dan kehidupan petani beserta keluarganya.
Karena pada masa itu (1972-1998) kondisi politik dalam negeri tidak memungkinkan untuk melakukan perlawanan atas tindakan semena-mena tersebut, akibatnya rakyat merasakan penderitaan yang sangat panjang.
Setelah menunggu cukup lama sampai pada akhirnya pecahnya reformasi (1998) peluang untuk mengambil kembali tanah yang di rampas tersebut terbuka, dengan terlaksananya pertemuan dengar pendapat Komisi A DPRD-TK II. Kab Deli Serdang yang pada saat itu dihadiri oleh Kepala Kantor Pertanahan Deli Serdang, ADM PTPN II (persero) Kebun Limau Mungkur, Camat Kecamatan STM Hilir, Kades Tadukan Raga, Kades Limau Mungkur, dan Kades Lau Barus Baru tentang permasalahan tanah rakyat pada tanggal 27 Oktober 1998, dimana telah menyebutkan beberapa poin diantaranya yaitu: tanah seluas +- 525 Ha tersebut tetap menjadi milik rakyat.
Oleh karena tanah terperkara seluas +- 525 Ha tersebut berada diluar areal tanah Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II, pada tahun 1999 tepatnya pada saat replanting, tanah tersebut telah di
usahai oleh petani sebagai alat produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi beberapa bulan berselang pada tahun yang sama PTPN II kembali mengambil paksa tanah dengan membabat habis tanaman palawija yang menghijau dan siap panen, bahkan para petani juga banyak yang menjadi korban kekerasan pihak TNI\POLRI hingga harus menjalani
operasi bedah rutin sampai saat ini, karena tidak adanya tanggung jawab dari para pelaku maka operasi bedah belum dapat dituntaskan sebab korban tidak lagi mampu membayarar biaya operasi rutin. Sejalan dengan itu, maka petani melakukan gugatan secara perdata kepada pihak
PTPN II untuk mengembalikantanah serta membayar ganti rugi peminjaman yang ditaksir sebesar 2,5 Milliar rupiah per tahun sejak tahun 1972 sampai ganti rugi tersebut dipenuhi.
Selain dari tuntutan tersebut diatas petani juga menuntut ganti rugi sebesar +- 74 Milyar Rupiah karena telah dianggap melanggar hak azasi manusia (HAM). Dengan tuntutan seperti itu maka PTPN II melakukan banding sampai akhirnya mereka mengajukan PK (peninjauan kembali) atas putusan Mahkamah Agung. Pada tahun 2005 petani kembaki melakukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan NO.69/PDT.G/2005/PN-LP. yang memutuskan bahwa tanah tersebut seluas 525 Ha adalah milik rakyat akan tetapi kembali lagi di ajukan banding oleh PTPN II dengan dalil bahwa pohon yang tumbuh diatas tanah tersebut adalah milik PTPN II, secara otomatis tanah tersebut belum dipastikan milik siapa. (tanah terperkara) sehingga kedua belah pihak tidak boleh menguasai lahan, namun tindakan sepihak telah dilakukan PTPN II melalui perjanjian dalam bentuk Kerja Sama Operasional (KSO)
dengan pihak ke III dengan isi perjanjian untuk memanen kelapa sawit diatas tanah terperkara tersebut.
Jelas ini adalah tindakan melanggar hukum, masyarakat yang merasa dirugikan segera memasuki lahan dan menguasai lahan yang mereka anggapadalah milik mereka dengan alas hak menurut hukum. Akan tetapi petani dilapangan mendapat halangan dari pihak TNI/POLRI yang belum jelas alasannya mereka berada dilokasi tersebut, sebab jika mereka di tanyai
tentang keberadaannya di lahan mereka hanya menyebutkan perintah atasan. Bahkan aparat TNI/POLRI yang ada melakukan penangkapan kepada beberapa petani yang coba memanen sawit, dengan senjata lengkap aparat akhirnya petani dipaksa mundur dari lahan. Dan pihak ke III tersebut secara bebas melakukan aktifitas memanen diatas tanah rakyat. Merasa tidak puas masyarakat kembali melakukan perlawanan dengan menghadang truk pengangkut buah sawit milik PTPN II dengan cara berbaris tanpa senjata. Karena supir truk takut menabrak petani yang sebagian besar adalah ibu-ibu maka kendali diambil alih oleh salah satu aparat kepolisian yang berinisial bripka K. Sihite dan serta merta menabrak petani yang melakukan perlawanan dan akhirnya 3 orang ibu-ibu menjadi korban keganasan pihak POLRI dan harus dirawat inap di rumah sakit.
Kejadian ini lantas membuat masyarakat petani menjadi trauma untuk datang kelahan, bahkan nyaris melupakan haknya atas tanah dan sampai saat ini petani di intimidasi dengan aksi-aksi militerisme oleh pihak TNI/POLRI.
Oleh karena itu berdasarkan keyakinan dan bukti-bukti sejarah yang kami miliki serta melanjutkan perjuangan orang tua kami yang menjadi korban kekejaman PTPN II, kami dari :
GERAKAN TANI PERSIL IV (GTP-IV) dan SOLIDARITAS MAHASISWA Untuk PERJUANGAN RAKYAT (SMAPUR)
Menuntut
1. Negara harus mengembalikan dan mengganti rugi lahan masyarakat ( Tanah Persil IV Seluas 525 Ha) yang di rampas oleh pihak PTPN II di Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
2. Panglima TNI/KAPOLRI untuk menarik dan menindak tegas anggotanya dari tanah rakyat karena melakukan intimidasi, kekerasan terhadap petani di Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Provinsi
Sumatera Utara.
3. Negara harus mengembalikan kepemilikan hak dan pengelolaan tanah untuk petani Indonesia.
( GTP – IV Deli Serdang, SMAPUR, FAM BSI, JAMMOER, FIS – UMB, JAO, Red Rebel )
HUKUM GERAKAN TANI ADALAH PENGUASAAN ATAS TANAH !!!
GERAKAN TANI PERSIL IV (GTP-IV) DAN
SOLIDARITAS MAHASISWA UNTUK PERJUANGAN RAKYAT (SMAPUR)
Posko Perjuangan; Pondok TB Dusun Lau Barus, Desa Lau Barus Baru,
Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang. Sumatera Utara.
Tuntutan
URAIAN PERMASALAHAN TANAH PERSIL IV SELUAS 525 HEKTAR YANG TERLETAK DI
DESA LIMAU MUNGKUR, DESA TADUKAN RAGA DAN DESA LAU BARUS BARU
KECAMATAN. STM HILIR KABUPATEN DELI SERDANG, PROVINSI SUMATERA UTARA
Dengan hormat.
Bersaman dengan ini kami yang mewakili kelompok tani Persil IV Desa
Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru Kecamatan STM
Hilir Kabupaten Deli Serdang menyampaikan permasalahan tanah kami
yang sampai saat ini masih dikuasain oleh PTPN II Tanjung Morawa Kebun
Limau Mungkur.
Bagi bahan pertimbangan Bapak/Ibu kami sampaikan Kronologis
permasalahan sebagai berikut :
1. Bahwa tanah kami tersebut diatas telah kami usahai sejak tahun
1940-an dan telah kami garap dan bercocok tanam dan tahun 1956 pada
kami telah diberikan surat izin garap berupa tanah suguhan dari
pemerintah kecamatan STM Hilir.
2. Tahun 1972 tanah tersebut diambil paksa oleh PTPN-II Limau
Mungkur, kami merasa keberatan dan oleh PTPN-II menjanjikan ganti rugi
tanah tersebut kepada kami, untuk memperoleh ganti rugi tersebut kami
harus menyerahkan kepada PTPN_II surat izin garap dan kalau tidak
diserahkan kami dibilang PKI.
3. Pada tahun 1996 kami mengadukan permasalahan ini kepada Bupati
Deli Serdang dan jawabannya dengan nomor. 593 / 15 RHS tertanggal 21
Februari 1997 agar kami menyelesaikan kasus ini secara hukum.
4. Berdasarkan Notulen Pertemuan dengar pendapat dengan komisi A
DPRD Deli Serdang hari selasa tanggal 27 Oktober 1998 yang dihadiri
oleh Kepala BPN Tk. II Deli Serdang, ADM PTPN-II Kebun Limau Mungkur,
Camat Kecamatan STM Hilir, Kepala Desa Lau Barus Baru, Kepala Desa
Tadukan Raga dan Kepala Desa Limau Mungkur tentang permasalahan tanah
masyarakat yang berlokasi di Persil IV, disimpulkan bahwa lahan yang
di garap masyarakat tersebut diatas seluas +- 600 Ha tidak termasuk
didalam HGU PTPN-II Kebun Limau Mungkur No. 0204.08.05.2.00001 dan
surat keputusan Mendagri tanggal 10 Maret 1975 No. SK.13/HGU/DA/1975
dan No. SK.13a/HGU/DA/1975 dan surat ukur tanggal 20 Agustus 1993 No.
1450/08/1993 yang luasnya 1.400 Ha.
5. Berdasarkan surat dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli
Serdang No. 410.874/P3/1999 tanggal 24 Maret 1999 perihal penjelasan
tanah Suguhan Persil IV yang terletak di Desa Tadukan Raga Kecamatan
STM Hilir Kabupaten Deli Serdang dinyatakan bahwa tanah yang dituntut
oleh masyarakat adalah diluar HGU PTPN-II Kebun Limau Mungkur.
6. Karena tidak ada penyelesaian dengan pihak PTPN-II Tanjung
Morawa maka kami menuntut melalui pengadilan yaitu :
1. Pada tahun 1999 kami menuntut pada tingkat Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam dan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan
No. 61/Pdt.G/1999 mengabulkan tuntutan masyarakat tanah seluas +- 922
ha dan ganti rugi material +- 74 Milyar Rupiah harus dibayar PTPN-II
kepada masyarakat dan PTPN-II banding.
2. Pada tahun 2000 Pengadilan Tinggi Medan dengan No.
230/Pdt/2000 memutuskan tanah seluas 922 Ha dan ganti rugi material +-
49 Milyar harus dibayar PTPN-II kepada masyarakat.
3. Pada tingkat Mahkamah Agung dengan No. 1611. K / Pdt /
2004 masyarakat kembali dimenangkan dengan putusan tanah seluas 922 Ha
dan ganti rugi material +- 49 Milyar Rupiah harus dibayar PTPN-II
kepada masyarakat.
4. Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 14/eks/2004/61/Pdt/99
PN-LP membuat penetapan eksekusi agar PTPN-II menyerahkan tanah seluas
922 Ha dan Material +- 49 Milyar Rupiah harus dibayar PTPN-II kepada
masyarakat paling lambat 8 hari lamanya sejak penegoran itu diberikan.
5. Upaya Peninjauan Kembali (PK) PTPN-II diterima oleh
Mahkamah Agung. Adapun Materi Peninjauan Kembali PTPN-II adalah :
1. Koperasi tidak berhak mewakili masyarakat untuk menuntut hak
karena bukan merupakan kepemilikan
2. Tidak dilakukannya sidang lapangan pada saat di Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam sehinggah perbatasan kabur
3. Adanya tanda tangan palsu dari anggota masyarakat kepada
pengurus koperasi
6. Karena PK PTPN-II diterima oleh Mahkamah Agung maka
masyarakat kembali menggugat PTPN-II Tanjung Morawa melalui Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam dan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Januari
2007 memutuskan tanah seluas 525 Ha dan ganti rugi +- Rp. 600. 000.
000,- diserahkan kepada masyarakat.
7. Saat ini PTPN-II sedang melakukan upaya banding ke
Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.
7. Saat ini Pihak PTPN-II Tanjung Morawa melakukan kegiatan dan
aktifitas setiap hari di lahan kami tersebut dengan Kerjasama
Operasional (KSO) dengan pihak :
a. CV. Bintang Meriah Sdr. M. Said Ginting atau dikenal dengan
Senjata Ginting
b. Koperasi Pengusaha Kecil Nuansa Baru ( Yusron Harahap )
8. Upaya KSO tersebut kami nilai adalah sebagai upaya provokatif
agar dilapangan menimbulkan suasana yang tidak kondusif dan akan
berpotensi terjadinya kerusuhan di lapangan karena pihak Senjata
Ginting melakukan upaya – upaya pemaksaan kepada anggota masyarakat
yang bertani dilahan tersebut. Upaya – upaya tersebut antara lain :
a. Oknum aparat yang ada di lapangan sering melakukan penembakan
– penembakan ke udara yang menimbulkan ketakutan kepada kami dan hal –
hal tersebut telah kami laporkan kepada pihak yang berwenang dalam hal
Pom Dam Medan.
b. Adanya Oknum Polres Deli Serdang (Bripka K. Sihite) yang
menabrak ibu – ibu dengan truk dan kami telah mengadukan hal ini ke
Propam Poldasu tapi sampai saat ini tidak ada tindakan nyata dari
atasannya.
c. Dengan cara menakut – nakuti masyarakat, Sdr Senjata Ginting
berupaya membeli Alas Hak yang dimiliki masyarakat, dengan ketidak
berdayaan masyarakat dan upaya yang sangat licik dari Sdr. Senjata
Ginting maka beberapa orang dari masyarakat telah mengganti rugikan
haknya secara terpaksa (politik Adu Domba).
d. Banyak anggota masyarakat dipanggil oleh pihak Polres Deli
Serdang yang membuat masyarakat menjadi trauma dan semakin takut
untuk menguasai lahannya.
e. Adanya pengrusakan yang dilakukan oleh orang – orang yang
tidak bertanggung jawab atas pagar dan prontal (penghalang) yang
dibuat oleh masyarakat untuk menghalau kegiatan yang dilakukan oleh
Senjata Ginting.
Perlu kami beritahukan kepada Bapak/Ibu meskipun putusan – putusan
pengadilan tersebut telah menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik
masyarakat tapi sampai saat ini masyarakat tidak bisa tenang untuk
bercocok tanam dilokasi tersebut karena adanya upaya – upaya
intimidasi yang dilakukan oknum – oknum aparat dari Polres Deli
Serdang, Polda Sumatera Utara maupun Kodim Deli Serdang.
Melihat uraian – uraian diatas maka kami dari :
GERAKAN TANI PERSIL IV (GTP-IV) dan
SOLIDARITAS MAHASISWA Untuk PERJUANGAN RAKYAT (SMAPUR)
Menuntut
1. Negara harus mengembalikan dan mengganti rugi lahan masyarakat
( Tanah Persil IV Seluas 525 Ha) yang di rampas oleh pihak PTPN II di
Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus Baru
Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
2. Panglima TNI/KAPOLRI untuk menarik dan menindak tegas anggotanya
dari tanah rakyat karena melakukan intimidasi, kekerasan terhadap
petani di Desa Limau Mungkur, Desa Tadukan Raga dan Desa Lau Barus
Baru Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara.
3. Negara harus mengembalikan kepemilikan hak dan pengelolaan tanah
untuk petani Indonesia.
cheker
ranteceleng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar