Palembang, Kompas - Petani di Desa Bumi Agung, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir, yang merupakan sentra produksi beras di Provinsi Sumatera Selatan, menyalahkan produsen pupuk karena produksi gabah mereka anjlok. Mereka menduga, produksi anjlok karena memakai pupuk SP 36 produk CV APJ.
"Biasanya kami mendapat hasil 20 karung gabah setiap hektar, sekarang hanya 17 karung. Kami curiga karena memakai pupuk hitam (sebutan untuk pupuk SP 36 produk CV APJ) pengganti produk Pupuk Gresik," ujar Mat Lunto (35), petani setempat.
Menurut Mat Lunto, pada saat menanam, pupuk SP 36 produksi Gresik tidak ada di pasaran sehingga petani disarankan membeli pupuk "hitam". Petani kemudian membeli pupuk tersebut karena tidak ada pilihan sebab tanaman butuh pupuk SP 36.
Namun, setelah panen, hasilnya berbeda dibandingkan dengan panen tahun-tahun sebelumnya sehingga petani sangat yakin pupuk tersebut penyebab hasil pertanian mereka anjlok.
Sementara itu, Ali (34), petani setempat, mengutarakan, sebagian tanaman belum dewasa, padahal sudah waktunya panen. "Jadi, di antara tanaman yang siap panen, terdapat beberapa tanaman yang belum siap panen. Hal ini mungkin karena pupuk atau karena bibit yang dibagikan pemerintah kurang baik," ujarnya.
Kholijah, pedagang pupuk di Kecamatan Lempuing, mengatakan, pupuk SP 36 produk PT Pupuk Gresik memang tidak masuk lagi ke daerahnya pada musim tanam lalu. Kalaupun ada yang masuk waktu itu, harganya Rp 136.000 per karung atau jauh di atas harga normal Rp 90.000 per karung isi 50 kilogram.
"Saya sudah larang petani membeli pupuk hitam. Tetapi, masalahnya, tidak ada produk SP 36 lainnya dijual karena produk PT Pupuk Gresik tidak masuk lagi," ujar Kholijah.
Konsumsi beras
Dari Purbalingga, Jawa Tengah, dilaporkan, Pusat Pengolahan Hasil Pertanian Utama (Puspahastama) Kabupaten Purbalingga akan mengoptimalkan konsumsi beras pegawai negeri sipil (PNS) pada 2008. Meski tidak diwajibkan, pembelian beras dari Puspahastama dianggap sebagai bentuk kepedulian PNS kepada para petani Purbalingga.
Pada tahun 2007, dari sekitar 758 ton penjualan beras Puspahastama, pembelian oleh PNS baru 25 ton. Jumlah tersebut diharapkan meningkat hingga 80 ton pada tahun 2008.
"Gabah yang kami produksi menjadi beras adalah gabah yang tidak terbeli oleh mitra kontraktor atau Bulog. Biasanya, kualitas gabah semacam itu tidak cukup baik. Namun, dengan pengolahan maksimal, beras yang dihasilkan tidak kalah dengan beras lainnya," ungkap Direktur Puspahastama Wachdijono Sarno di Purbalingga, Rabu (19/3).
Dari sekitar 9.500 PNS di lingkungan pemerintahan Kabupaten Purbalingga, baru sekitar 37 persen atau 3.500 orang yang mengonsumsi beras Puspahastama. Menurut Wachdijono, memang belum ada kewajiban bagi PNS Kabupaten Purbalingga membeli beras dari Puspahastama.
Meski demikian, Puspahastama berupaya berkoordinasi dengan berbagai instansi pemerintah supaya jatah beras bagi PNS menggunakan beras hasil olahan Puspahastama. (A05/BOY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar