21 Januari 2009

Cucu Jenderal Soedirman Lawan Neo-liberalisme

Tribun Timur, Selasa, 20 Januari 2009

Jakarta, Tribun - Jenderal Soedirman Center yang diketuai oleh cucu Panglima Besar Jenderal Soedirman, Bugiakso berencana menggelar Rapat Umum Masyarakat Indonesia (RUMI) dalam rangka melawan neo-libralisme melalui momentum Pemilu 2009. Demikian disampaikan Ketua SC RUMI Gunawan yang didampingi Ketua OC Kartika Agenda dan Ketua Benteng Kedaulatan Farhan Effendi, Senin (19/1) di Jakarta.

RUMI yang akan digelar pada 1 Februari mendatang dan bertempat di Monumen Jogja Kembali, Sleman, Yogyakarta tersebut bekerjasama dengan Benteng Kedaulatan.

Rapat direncanakan akan diikuti sedikitnya oleh 500 ribu orang yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, guna mengambil jalan politik yang demokratik, konstitusional dan tetap di garis perjuangan massa serta melawan neo-liberalisme melalui momentum Pemilu 2009 dengan memilih presiden perubahan.

Para peserta, lanjut Gunawan, berasal dari petani, buruh, nelayan, masyarakat adat, pemuda, perempuan, agamawan dan budayawan yang berkomitmen terhadap perubahan melalui proses pemilihan umum.

Menurut kajian Jenderal Soedirman Center dan Benteng Kedaulatan, 10 tahun perjalanan reformasi, transisi demokrasi ternyata berjalan tidak sesuai dengan cita-cita reformasi yang dulu diperjuangkan oleh gerakan mahasiswa dengan dukungan segenap rakyat Indonesia.

"Yang terjadi adalah liberalisme yang dilegalkan melalui prosedural politik di pemerintahan dan DPR. Ujungnya adalah upah buruh tetap rendah, tidak berlangsungnya pembaruan agraria yang sejati dan dikuasainya kekayaan alam Indonesia oleh modal internasional. Tentu saja hal ini mengingkari UUD 1945 dan Ideologi Pancasila," tutur Gunawan.

Pendapat sama juga dikemukakan Pengurus Pusat Paguyuban Mantan Anggota DPR RI (PP-Padmanagri). Menurut ketuanya Mustahid Astari, walaupun judulnya Kabinet Presidensial, namun kenyatannya banyak wewenang presiden yang telah bergeser ke DPR.

Sementara itu MPR yang dahulu sebagai Majelis tertinggi di dalam struktur ketatanegaraan, telah kehilangan fungsinya yang pokok seperti menentukan GBHN dan menerima pertanggungjawaban presiden.

"Akibat tidak berperannya fungsi MPR itu, maka akan terjadi untuk pertama kalinya, presiden terpilih harus mempertanggungjawabkan segala pelaksanaan programnya kepada siapa pun, diakhir masa jabatannya pada tahun 2009," kata mantan anggota DPR itu.(persda network/js)

Tidak ada komentar: