13 Januari 2009

PERAMBAHAN HUTAN DI KPH CIAMIS

Ditulis Oleh Humas Perum Perhutani, Selasa, 24 Juni 2008

Pembalakan tanpa izin (illegal loging) dan perambahan/pendudukan kawasan hutan meningkat secara signifikan terjadi pada awal era reformasi. Kegiatan illegal tersebut dilakukan oleh kelompok kecil masyarakat atau kelompok masyarakat secara masal, yang diduga dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu. Kasus perambahan hutan yang terjadi di Kabupaten Garut dan Sukabumi penjarah umumnya berasal dari kabupaten lain (bukan penduduk setempat). Di samping kawasan hutan negara, yang menjadi sasaran kelompok tersebut adalah kawasan perkebunan (terutama yang HGU-nya sudah/hampir habis). Sampai dengan akhir April 2008, kawasan hutan yang dijarah :

Hutan lindung dan hutan produksi seluas 4.985 Ha;

Kawasan konservasi seluas 778,45 Ha (perambahan hutan : 678,15 Ha dan pemukiman liar : 100,3 Ha);

Modus operandi yang dilakukan dalam perambahan hutan oleh kelompok masyarakat tersebut adalah melakukan pencurian hasil hutan, perambahan kawasan hutan untuk dijadikan areal pertanian (tanaman pangan/buah-buahan) dan pemukiman, okupasi/pendudukan kawasan hutan untuk dimiliki dan pengajuan sertifikasi dengan klaim sebagai tanah adat. Sampai dengan saat ini areal jarahan yang sudah diajukan untuk disertifikasi ke BPN adalah kawasan hutan Blok Cigaronggong, KPH Garut seluas 1.650,5 Ha. Berdasarkan BATB tanggal 27 Mei 1929 kawasan tersebut merupakan kawasan hutan namun diklaim masyarakat sebagai tanah milik adat an. Ahdi bin Arnasih, dengan nomor leter C No. 18.



Beberapa kejadian yang dilakukan oleh mereka yang tergabung dalam Serikat Petani Pasundan antara lain :

16 November 2007, terjadi penganiayaan dan penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok penjarah yang mengatasnamakan Serikat Petani Pasundan (SPP) ter­hadap Petugas Perhutani KRPH Cigugur dan 3 orang Mandor Polter beserta Briptu Sumardi, anggota Polsek Cigugur ketika sedang melaksanakan patroli dan peng­amanan barang bukti.

1 April 2008, terjadi pengrusakan / penembakan kantor Asper/KBKPH Cijulang oleh oknum TNI anggota Kodim Ciamis, sebagai dampak dari penangkapan truk yang mengangkut kayu illegal yang berasal dari lokasi penjarahan hutan Petak 83, RPH Cigugur.

23 April 2008, terjadi penyerangan dan perusakan rumah dinas KRPH Cigugur oleh ± 45 orang dengan menggunakan kendaraan roda dua.

April 2008, terjadi penjarahan seluas 15,20 ha Petak 83, RPH Cigugur, BKPH Cijulang yang merupakan petak rencana tebangan tahun 2008 dengan target produksi 2.093 m3.

Saat ini kegiatan pencurian kayu bahkan sudah tidak terkendali dan tersebar secara sporadis di beberapa petak, misalnya Petak 99a dan 100c yang dilakukan ratusan orang mengatasnamakan Serikat Petani Pasundan.


Perum Perhutani dalam melakukan pengamanan hutan berusaha untuk mendepankan upaya preemtif dan persuasif. Upaya pendekatan dengan penyuluhan dan peringatan yang telah dilaksanakan berkali-kali tidak pernah diindahkan dan digubris oleh SPP. Aktifitas penjarahan / perambahan yang dilakukan kelompok SPP kalau tidak segera ditangani sampai tuntas melalui operasi represif, maka penjarahan / perambahan dan penguasaan kawasan hutan akan semakin meluas ke lokasi di sekitarnya yang kondisi hutan / tegakannya sangat potensial dan tidak menutup kemungkinan seluruh kawa­san hutan di KPH Ciamis akan dijarah / dirambah. KPH Ciamis adalah KPH yang sedang dalam proses untuk memperoleh sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari, maka adanya penjarahan / perambahan menjadi ganjalan perolehan sertifikat dan juga sangat mengganggu kepentingan ekologi, sosial, dan ekonomi, mengingat bahwa KPH Ciamis adalah KPH andalan bagi pendapatan Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Karena penjarahan dilakukan oleh masyarakat secara terorganisir dalam jumlah masal, Polisi Kehutanan mengalami hambatan/kesulitan dalam upaya pemberantasan praktik illegal loging dan perambahan kawasan hutan tersebut. Untuk itu Pemerintah Provinsi Jawa Barat membentuk Tim Pengamanan dan Penanganan Gangguan Keamanan Hutan dan Perkebunan Besar, melalui Keputusan Gubernur Nomor : 522.05/Kep.560-Binprod/2007 tanggal 13 November 2007, dengan anggota dari Sekretariat Daerah Jawa Barat, Kepolisian Daerah Jawa Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kodam III/Siliwangi, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Perum Perhutani Unit III, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, Dinas/Badan terkait di Provinsi Jawa Barat dan LSM.

Kegiatan pengamanan hutan terus dilakukan oleh Polisi Kehutanan atau operasi gabungan oleh Tim melalui upaya persuasif, preventif dan represif. Di beberapa lokasi upaya ini memberikan hasil, ditunjukkan dengan menurunnya jumlah pencurian hasil hutan khususnya yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok kecil masyarakat yang tidak terorganisir. Namun upaya perlindungan dan pengamanan hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani, BBKSDA dan Balai Taman Nasional dengan melibatkan aparat kepolisian setempat kurang memberikan hasil yang optimal terutama untuk mengatasi kegiatan kelompok yang terorganisir bahkan di KPH Ciamis dalam satu tahun terakhir petugas Polisi Kehutanan tidak dapat masuk ke Blok Hutan yang dijarah.

Menyikapi kondisi tersebut dan adanya eskalasi gangguan keamanan hutan dan dampak yang ditimbulkan cukup luas maka Perum Perhutani, Dinas Kehutanan, Pemerintah Provinsi, Polda Jabar, Kodam III/Siliwangi dan Kejaksaan Tinggi bersama-sama menyusun rencana Operasi Hutan Lestari Lodaya 2008 dan dilakukan sejak tanggal 16 sd 24 Juni 2008 langsung dibawah kendali Polda Jawa Barat. Sasaran lokasi adalah RPH Cigugur, BKPH Cikulang, KPH Ciamis. Hasil operasi sampai hari ketujuh (21 Juni 2008) telah ditangkap 3 orang tersangka, 300m3 kayu (jati dan mahoni dalam berbagai sortimen), 5 buah gergaji/bent saw dan dokumen-dokumen Serikat Petani Pasundan. Kapolda Jabar juda sudah menetapkan Sekjen SPP (Agustiyana) yang diduga mengorganisir penjarahan hutan di Jawa Barat sebagai tersangka utama dan masih dalam pengejaran (DPO).

Pada tanggal 18 Juni 2008 Gubernur Jawa Barat, Kapolda Jabar, Kajati Jabar, Kastaf Kodam III/Siliwangi dan Plt Dirut Perum Perhutani telah meninjau lokasi pelaksanaan OHLL 2008. Kehadiran Bapak Gubernur Jawa Barat beserta seluruh Muspida Jabar menunjukkan dukungan dan komitmen pemerintah dan masyarakat Jabar untuk memberantas praktik illegal logging dan perambahan hutan, sebagai salah satu upaya dalam menjaga kelestarian sumberdaya hutan di Jabar.

Operasi Hutan Lestari Lodaya dilaksanakan dalam 3 tahapan :

Tahap 1 : Penguasaan kembali kawasan hutan

Kawasan hutan yang dikuasai oleh para perambah dan selama ini belum bisa "dimasuki" oleh petugas diupayakan untuk dikuasai kembali. Upaya yang dilaku­kan adalah menangkap / menindak para tokoh perambah dan menyadarkan masya­rakat melalui pendekatan personal kepada tokoh-tokoh masyarakat dan melakukan penyuluhan ke desa-desa, selanjutnya menguasai kembali kawasan hutan untuk dikelola sebagai­mana mestinya.

Tahap 2 : Penindakan terhadap pelaku pencurian / penjarahan kayu

Aktifitas perambahan didahului dengan kegiatan penebangan / pembabatan tegakan (dengan chainsaw), pencurian pohon, pengumpulan dan pengangkutan kayu. Terhadap aktifitas pen­curian kayu baik para pelaku pencurian maupun penadahnya dilakukan penindakan/penangkapan, serta dilakukan pengamanan barang bukti kayu yang masih ada di dalam hutan maupun yang disimpan di sekitar hutan serta melakukan proses hukum kepada para pelaku oleh Polda Jabar dan Pomdam/Propam (jika ada keterlibatan aparat Polisi/TNI).

Tahap 3 : Pemulihan, rehabilitasi dan implementasi PHBM

Untuk memulihkan situasi / kondisi sebagai dampak dari operasi represif, maka pasca operasi akan ditindaklanjuti dengan "operasi pemulihan" yang bersifat persuasif. Operasi pemulihan akan dilakukan oleh Tim yang terdiri atas unsur Polda Jawa Barat (Biro Bina Mitra), LSM (Forum Penyelamat Lingkungan Hidup, Dewan Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan Tatar Sunda) dan unsur KTH-A (Kelompok Tani Hutan Andalan Jawa Barat) melalui pembinaan/penguatan kelembagaan masyarakat dan pengembangan kelompok usaha produktif (KUP). Dengan operasi pemulihan, diharap­kan masyarakat sekitar hutan berkolaborasi dengan Perhutani dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Selain itu juga dilakukan rehabilitasi eks perambahan pada musim awal tahun 2009 dan pengembangan ekonomi rakyat, dengan penanaman tanaman produktif cepat menghasilkan.

Reformasi agraria (land reform) menjadi issue atau tujuan utama dalam aksi ini tidak tepat sasaran karena reformasi agraria yang sedang dibahas pemerintah bukan untuk di dalam kawasan hutan tetapi di luar kawasan hutan serta merupakan upaya penertiban lahan. Perum Perhutani merupakan BUMN yang diberi kewenangan oleh pemerintah melakukan pengelolaan kawasan hutan. Untuk itu perlu kami jelaskan bukti-bukti penguasaan kawasan hutan sebagai berikut :

Sebelum berlakunya UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Keterntuan Pokok Kehutanan; dan

Setelah berlakunya UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Keterntuan Pokok Kehutanan.


Sebelum berlakunya UU No. 5 Tahun 1967

Sebelum berlakunya UU No.5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, bukti-bukti kawasan hutan berupa Berita Acara Penataan Batas (BATB) atau Akta Process Verbaal berikut Lampiran Petanya.


Setelah berlakunya UU No. 5 Tahun 1967

Setelah berlakunya UU No.5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, bukti-bukti kawasan hutan berupa :

Surat Keputusan Penunjukan sebagai Kawasan Hutan berikut Lampiran Peta.

Berita Acara Penataan Batas (BATB) berikut Lampiran Peta.

Surat Keputusan Penetapan sebagai Kawasan Hutan berikut Lampiran Peta.


Seluruh bukti-bukti ini dimiliki oleh Perum Perhutani sebagai pemegang kewenangan pengelolaan kawasan hutan. Penunjukan Perum Perhutani sebagai pengelola kawasan hutan adalah berdasarkan :

UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (pasal 21);

PP No. 30 tahun 2003 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara;

PP No. 6 tahun 2007 tentang Tata, Hutan, Perencanaan Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan jo PP No.3 tahun 2008 tentang Perubahan PP No.6 tahun 2007.


Adanya pernyataan yang pernah dilansir pemerintah akan membagi 8,15 juta lahan untuk dikelola masyarakat adalah diluar kawasan hutan. Tujuan pemerintah adalah mempertahankan keberadaan kawasan hutan terutama di Pulau Jawa yang telah pada tahap yang sangat memprihatinkan. Luasan lahan hutan sudah kurang dari luas minimal yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang yaitu hanya sekitar 24% dari 30% sehingga luasan yang ada harus dapat dipertahankan untuk menjaga dan mendukung kehidupan di Pulau Jawa khususnya, bahkan semua pihak diharapkan dapat berperan dalam menjaga dan mempertahankan keberadaan hutan dengan mengadakan reboisasi dan rehabilitasi baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.


Perum Perhutani mengajak semua pihak untuk ikut menyuarakan perlunya mempertahankan keberadaan hutan bagi kelangsungan hidup umat manusia, pelindung tata air, sumber plasma nutfah, penghasil berbagai bahan kebutuhan pokok bagi seluruh umat manusia.







Jakarta, 23 Juni 2008

Plt Direktur Utama




Upik Rosalina Wasrin

Tidak ada komentar: