26 Juni 2008

Insinuasi Kompas: "7.000 Hektar Hutan di Jawa Barat Dijarah - Perlu Pendekatan Holistik yang Libatkan Berbagai Pihak"

KOMPAS/DWI BAYU RADIUS / Kompas Images
Hutan di daerah Langkaplancar, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Kamis (19/6). Hutan yang mulai gundul itu dijaga petugas polisi dalam Operasi Hutan Lestari Lodaya 2008.
Kamis, 26 Juni 2008 | 03:00 WIB

Bandung, Kompas - Kepolisian Daerah Jawa Barat berniat memerangi pembalakan liar di Jawa Barat. Catatan Perhutani menunjukkan, dari 597.647 hektar hutan produksi dan hutan lindung yang mereka kelola, setidaknya 7.000 hektar dirambah dan dijarah oleh masyarakat petani yang tinggal berbatasan dengan hutan.

Tekat itu diungkapkan Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Susno Duadji dalam acara Curah Pendapat Pembalakan Liar Hutan di Grha Kompas-Gramedia Bandung, Rabu (25/6).

Acara itu dihadiri LSM lingkungan, dinas kehutanan, Perum Perhutani, tokoh masyarakat Jabar, dan akademisi.

Sekretaris Serikat Petani Pasundan (SPP) Agustiana pada 19 Juni lalu melaporkan Polda Jabar ke Komnas Hak Asasi Manusia. Polda Jabar dinilai membuat petani resah dan takut.

Susno mengatakan, Komnas HAM semestinya tidak mengurusi hal tersebut. Tanggung jawab Komnas HAM adalah hal-hal yang terkait dengan pelanggaran HAM berat, seperti genosida dan kejahatan perang.

Polda Jabar akan melanjutkan operasi di sekitar hutan di Ciamis Selatan. Dari operasi itu, Polda Jabar menyita 100 truk kayu gelondongan, alat potong kayu, dan bendera SPP. Susno berharap aparat desa berfungsi kembali. Masyarakat juga semestinya turut mencegah pembalakan liar.

Kepala Unit Jawa Barat-Banten Perum Perhutani Mohammad Komarudin mengatakan, pemberantasan pembalakan liar dan perambahan hutan diupayakan dengan memperkenalkan program pemanfaatan hutan bersama masyarakat.

Pendekatan holistik

Kepala Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Sobirin Supardiyono mengatakan, pemberantasan pembalakan liar perlu pendekatan holistik yang melibatkan para pemangku kepentingan. Hal itu dapat ditempuh dengan melakukan penegakan hukum dan penyuluhan kepada masyarakat terkait.

Pakar ekologi dari Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Chay Asdak, berpendapat, selain pendekatan holistik, perlu ada revisi Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan. (MHF/A15)

Tidak ada komentar: